Nusa Dua, (Antaranews Kalsel) - Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita menyampaikan industri sawit dan produk turunannya masih menjadi salah satu industri andalan yang punya peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Ia mengatakan, sawit menjadi penting karena produknya dibutuhkan hampir seluruh masyarakat dunia dan komoditas ini mampu menjadi penghasil devisa terbesar bagi Indonesia.
"Industri sawit mendorong pertumbuhan ekonomi bagi 5.3 juta pekerja yang bergerak di bidang produksi sawit dan mampu mengeluarkan 10 juta masyarakat Indonesia dari ancaman kemiskinan," katanya, saat menyampaikan sambutan dalam 14 Th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) and 2019 Price outlook di Nusa Dua Bali, Kamis (1/11).
Dijelaskan dia, berdasarkan laporan Center on Food Security and the Environtment Stranford University tahun 2016, sejak tahun 2001-2010 industri sawit Indonesia telah menjadi sumber mata pencaharian utama bagi 21 juta penduduk Indonesia.
Baca juga: Joko Supriyono : Implementasi Mandatori B20 angkat harga CPO
Bahkan industi ini berhasil mengangkat perekonomian 1,3 juta masyarakat miskin yang berada di area perdesaan di Indonesia, begitupun ia memastikan perkebunan sawit bukan penyebab terbesar deforestasi dunia.
Berdasarkan data The Impact of EU Consumption on Deforestation tahun 2013, deforestasi terjadi karena sektor pertanian kacang kedelai 19 persen dan jagung 11 persen dan merupakan kontributor deforestasi di dunia, sementara sawit hanya berkontribusi 8 persen dari total deforestasi secara keseluruhan.
Menurut dia, pemerintah akan fokus untuk peningkatan produktivitas sawit dengan menjaga asas peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kualitas lingkungan hidup.
"Terlebih lagi, berdasarkan data statistik, hingga saat ini 41% perkebunan sawit rakyat dimiliki petani kecil, ini berarti kebergantungan ekonomi industri sawit terhadap perkebunan plasma rakyat sangat tinggi,” katanya.
Di tahun 2017, pemerintah telah memperkenalkan, program "Petani Menanam", program ini bertujuan untuk membantu petani kecil meningkatkan produktivitas dari saat ini sekitar 3 ton perhektar pertahun menjadi 5-6 ton pertahunnya.
Program tersebut dimulai dengan melakukan replanting terhadap 20.000 hektar lahan sawit dan diharapkan luas lahan tersebut bertambah menjadi 750.360 hektar di tahun 2022.
Baca juga: GAPKI Kalsel boyong puluhan petani plasma di ajang IPOC Nusa Dua Bali
Berdasarkan banyak kajian berkait dengan efek kelapa sawit terhadap penurunan kualitas kesehatan dan lingkungan hidup dari berbagai pakar, ternyata hasilnya adalah negatif.
"Para pebisnis industri kelapa sawit juga perlu melakukan kajian sama sebagai sebuah fakta ilmiah untuk melawan berbagai isu negatif,"katanya.
Menurut dia, jika isu negatif tersebut tidak sesegera mungkin dihalau, dikhawatirkan akan semakin massif, menyebar, meluas, dan semakin sulit untuk dicounter dan justru berimplikasi pada terjadinya sunset industry di sektor sawit..
Ditambahkan dia, pemerintah terus berupaya untuk memasifkan dan mendorong perjanjian perdagangan dengan berbagai negara, di mana Crude Oil Palm (CPO) menjadi prioritas dalam perjanjian perdagangan tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018
Ia mengatakan, sawit menjadi penting karena produknya dibutuhkan hampir seluruh masyarakat dunia dan komoditas ini mampu menjadi penghasil devisa terbesar bagi Indonesia.
"Industri sawit mendorong pertumbuhan ekonomi bagi 5.3 juta pekerja yang bergerak di bidang produksi sawit dan mampu mengeluarkan 10 juta masyarakat Indonesia dari ancaman kemiskinan," katanya, saat menyampaikan sambutan dalam 14 Th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) and 2019 Price outlook di Nusa Dua Bali, Kamis (1/11).
Dijelaskan dia, berdasarkan laporan Center on Food Security and the Environtment Stranford University tahun 2016, sejak tahun 2001-2010 industri sawit Indonesia telah menjadi sumber mata pencaharian utama bagi 21 juta penduduk Indonesia.
Baca juga: Joko Supriyono : Implementasi Mandatori B20 angkat harga CPO
Bahkan industi ini berhasil mengangkat perekonomian 1,3 juta masyarakat miskin yang berada di area perdesaan di Indonesia, begitupun ia memastikan perkebunan sawit bukan penyebab terbesar deforestasi dunia.
Berdasarkan data The Impact of EU Consumption on Deforestation tahun 2013, deforestasi terjadi karena sektor pertanian kacang kedelai 19 persen dan jagung 11 persen dan merupakan kontributor deforestasi di dunia, sementara sawit hanya berkontribusi 8 persen dari total deforestasi secara keseluruhan.
Menurut dia, pemerintah akan fokus untuk peningkatan produktivitas sawit dengan menjaga asas peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kualitas lingkungan hidup.
"Terlebih lagi, berdasarkan data statistik, hingga saat ini 41% perkebunan sawit rakyat dimiliki petani kecil, ini berarti kebergantungan ekonomi industri sawit terhadap perkebunan plasma rakyat sangat tinggi,” katanya.
Di tahun 2017, pemerintah telah memperkenalkan, program "Petani Menanam", program ini bertujuan untuk membantu petani kecil meningkatkan produktivitas dari saat ini sekitar 3 ton perhektar pertahun menjadi 5-6 ton pertahunnya.
Program tersebut dimulai dengan melakukan replanting terhadap 20.000 hektar lahan sawit dan diharapkan luas lahan tersebut bertambah menjadi 750.360 hektar di tahun 2022.
Baca juga: GAPKI Kalsel boyong puluhan petani plasma di ajang IPOC Nusa Dua Bali
Berdasarkan banyak kajian berkait dengan efek kelapa sawit terhadap penurunan kualitas kesehatan dan lingkungan hidup dari berbagai pakar, ternyata hasilnya adalah negatif.
"Para pebisnis industri kelapa sawit juga perlu melakukan kajian sama sebagai sebuah fakta ilmiah untuk melawan berbagai isu negatif,"katanya.
Menurut dia, jika isu negatif tersebut tidak sesegera mungkin dihalau, dikhawatirkan akan semakin massif, menyebar, meluas, dan semakin sulit untuk dicounter dan justru berimplikasi pada terjadinya sunset industry di sektor sawit..
Ditambahkan dia, pemerintah terus berupaya untuk memasifkan dan mendorong perjanjian perdagangan dengan berbagai negara, di mana Crude Oil Palm (CPO) menjadi prioritas dalam perjanjian perdagangan tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018