Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) melakukan inventarisasi seluruh aset daerah berupa kendaraan roda dua maupun roda empat pascamenjadi temuan BPK hingga HST tak peroleh predikat WTP untuk anggaran Tahun 2020.
Kepala BPKAD HST, Teddy Taufani menjadwalkan seluruh SKPD dapat melaporkan seluruh aset kendaraan roda dua dan empat selama satu minggu sejak Senin (21/6) sampai Selasa (29/6).
"Jumlah aset kita sesuai data,diperkirakan mencapai ratusan unit dan dari laporan SKPD beberapa hari ini, ternyata kita menemukan kendaraan roda dua di Dinas Pendidikan yang nunggak pajaknya dari tiga tahun hingga sembilan tahun," kata Teddy.
Menurutnya, aset terbanyak untuk roda dua ini ada di Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian. Ada yang dari pemberian Pemerintah Pusat hingga Provinsi.
Kendaraan teraebut sebelumnya terdata di Kartu Inventaris Barang (KIB).
"Dari tiga dinas ini, pemeliharaan termasuk bayar pajak aset roda dua dibebankan kepada pemakai, namun saat kita inventarisir minta membawa motornya, banyak yang tidak datang, jadi kita tidak tau apakah motor itu telah rusak, hilang, dijual, dipakai ke luar daerah atau apa," katanya.
Oleh sebab itu, pihaknya sudah meminta tim agar menelusuri. "Jika tidak bisa membawa motornya kita minta fotonya dan data keberadaannya dimana, nanti akan kita cek dan cari sampai dapat," katanya.
Menurut Teddy masalah aset ini menjadi temuan klasik BPK, dari temuan berulang, berulang-ulang hingga berulang tahun.
"Data KIB kita tidak informatif, hanya menyertakan jenis kendaraan dan nomor platnya saja," kata Teddy.
Ia menceritakan, sejak 2002, sesuai aturan seluruh aset daerah termasuk kendaraan harus ber neraca.
Menyusun neraca aset tersebut, harus dilakukan pihak ketiga.
Sayangnya, hal itu tidak dilakukan dengan baik, sehingga pencatatan aset tidak tidak sesuai seharusnya.
Banyak aset yang disusun tidak sesuai klasifikasi dan semrawut. Akah itu milik kementerian, provinsi atau daerah.
Termasuk ketidakjelasan siapa yang memakai, nomor mesin, nomor rangka hingga tempatnya di mana.
"Padahal setiap tahun kita minta kepada SKPD untuk menginput data aset itu, namun kebanyakan tidak valid dan informatif, hingga akhirnya menjadi temuan BPK tiap tahun," katanya.
Ia menyatakan, ke depan petugas pengelola barang di masing-masing SKPD agar jangan asal-asalan lagi meng-input data. "Karena petugas itu ada honornya, maka kita sarankan kepada bupati untuk dikurangi tunjangan jika masih asal-asalan mengisi data. Karena akan berdampak terhadap penilian BPK," tegasnya.
Ia menambahkan, setelah diinventarisasi ini nanti ketahuan seluruh aset roda dua dan roda empat, apakah kendaraan itu masih baik, rusak ringan dan rusak berat.
"Jika kemudian rusak ringan, maka akan kita lelang dan bila rusak berat tidak ada nilai ekonomisnya maka akan dihapus dan akan dimusnahkan," tuntasnya.
Baca juga: Kasus sabu makin marak di HST, kali ini polisi tangkap tersangka di depan kontrakan
Baca juga: Polres HST tangkap sekdes diduga menjadi jaringan pengedar sabu
Baca juga: Keuangan Pemkab HST sedang tidak baik-baik saja
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021
Kepala BPKAD HST, Teddy Taufani menjadwalkan seluruh SKPD dapat melaporkan seluruh aset kendaraan roda dua dan empat selama satu minggu sejak Senin (21/6) sampai Selasa (29/6).
"Jumlah aset kita sesuai data,diperkirakan mencapai ratusan unit dan dari laporan SKPD beberapa hari ini, ternyata kita menemukan kendaraan roda dua di Dinas Pendidikan yang nunggak pajaknya dari tiga tahun hingga sembilan tahun," kata Teddy.
Menurutnya, aset terbanyak untuk roda dua ini ada di Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian. Ada yang dari pemberian Pemerintah Pusat hingga Provinsi.
Kendaraan teraebut sebelumnya terdata di Kartu Inventaris Barang (KIB).
"Dari tiga dinas ini, pemeliharaan termasuk bayar pajak aset roda dua dibebankan kepada pemakai, namun saat kita inventarisir minta membawa motornya, banyak yang tidak datang, jadi kita tidak tau apakah motor itu telah rusak, hilang, dijual, dipakai ke luar daerah atau apa," katanya.
Oleh sebab itu, pihaknya sudah meminta tim agar menelusuri. "Jika tidak bisa membawa motornya kita minta fotonya dan data keberadaannya dimana, nanti akan kita cek dan cari sampai dapat," katanya.
Menurut Teddy masalah aset ini menjadi temuan klasik BPK, dari temuan berulang, berulang-ulang hingga berulang tahun.
"Data KIB kita tidak informatif, hanya menyertakan jenis kendaraan dan nomor platnya saja," kata Teddy.
Ia menceritakan, sejak 2002, sesuai aturan seluruh aset daerah termasuk kendaraan harus ber neraca.
Menyusun neraca aset tersebut, harus dilakukan pihak ketiga.
Sayangnya, hal itu tidak dilakukan dengan baik, sehingga pencatatan aset tidak tidak sesuai seharusnya.
Banyak aset yang disusun tidak sesuai klasifikasi dan semrawut. Akah itu milik kementerian, provinsi atau daerah.
Termasuk ketidakjelasan siapa yang memakai, nomor mesin, nomor rangka hingga tempatnya di mana.
"Padahal setiap tahun kita minta kepada SKPD untuk menginput data aset itu, namun kebanyakan tidak valid dan informatif, hingga akhirnya menjadi temuan BPK tiap tahun," katanya.
Ia menyatakan, ke depan petugas pengelola barang di masing-masing SKPD agar jangan asal-asalan lagi meng-input data. "Karena petugas itu ada honornya, maka kita sarankan kepada bupati untuk dikurangi tunjangan jika masih asal-asalan mengisi data. Karena akan berdampak terhadap penilian BPK," tegasnya.
Ia menambahkan, setelah diinventarisasi ini nanti ketahuan seluruh aset roda dua dan roda empat, apakah kendaraan itu masih baik, rusak ringan dan rusak berat.
"Jika kemudian rusak ringan, maka akan kita lelang dan bila rusak berat tidak ada nilai ekonomisnya maka akan dihapus dan akan dimusnahkan," tuntasnya.
Baca juga: Kasus sabu makin marak di HST, kali ini polisi tangkap tersangka di depan kontrakan
Baca juga: Polres HST tangkap sekdes diduga menjadi jaringan pengedar sabu
Baca juga: Keuangan Pemkab HST sedang tidak baik-baik saja
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021