Wakil Ketua DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Supriadi menilai penggunaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2018 tidak sehat dan melanggar sejumlah kesepakatan.
"Saya anggap tidak sehat dan melanggar kesepakatan ternyata APBD 2018 karena memiliki sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) mencapai Rp355 miliar, dan hal itu baru kami ketahui belum lama ini," kata Supriadi di Sampit, Senin.
Terbongkarnya Silpa APBD 2018 tersebut saat dilakukannya pembahasan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan daerah tahun anggaran 2018.
Dia mengatakan Pemkab Kotawaringin Timur melanggar kesepakatan karena tidak menyerap habis APBD 2018 tersebut, bahkan justru mendepositokan Silpa tersebut. Sementara pada tahun anggaran tersebut, banyak program pembangunan yang tidak tidak dapat dilaksanakan karena tidak adanya anggaran.
Supriadi mengatakan tindakan pemerintah dengan mendepositokan Silpa tersebut memang tidak salah, namun alangkah baiknya anggaran tersebut dimanfaatkan untuk pembangunan. Dan tujuan dari adanya APBD tersebut adalah memang untuk pembiayaan pembangunan.
"Kami bukan perusahaan yang secara ekonomi mencari keuntungan, Silpa adalah salah satu bukti jika pemerintah daerah tidak mampu melaksanakan amanat rakyat, yakni membangun daerah," katanya.
Supriadi mengatakan, pemerintah daerah akan dianggap sukses melaksanakan tugas dan kewajibannya jika dapat menggunakan hingga habis anggaran yang telah disediakan. Dan bukan disimpan ke bank hanya sekedar mengincar bunga bank.
Dikatakannya, APBD Perubahan 2018 ditetapkan dengan pendapatan sebesar Rp1,662 triliun. Belanja sebesar Rp1,876 triliun penerimaan pembiayaan sebesar Rp374,5 juta pengeluaran pembiayaan Rp15,3 miliar dan pembiayaan netto sebesar Rp359,2 miliar.
Dari total anggaran tersebut realisasi APBD Kabupaten Kotawaringin Timur hingga 28 Desember 2018 sebesar 84,97 persen. Angka itu belum sesuai harapan lantaran target yang ditetapkan pemerintah sebesar 98 persen.
"Kami meminta Pemkab kedepannya untuk memperbaiki serapan anggaran tersebut agar seluruh program pembangunan yang telah disepakati dan ditetapkan bisa dilaksanakan," kata Supriadi.
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur, Dadang H Syamsu menilai, penyimpanan Silpa dalam Deposito bank merupakan pelanggaran dan sangat membahayakan karena dapat menimbulkan tindak kejahatan.
"Penyimpanan Silpa APBD 2018 merupakan salah satu kejahatan sistemik yang dapat dijadikan sebagai pintu korupsi. Saya minta hal ini untuk tidak diulangi oleh pemerintah daerah," kata Dadang.
Sementara itu, Asisten III pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur Imam Subekti mengakui ada Silpa APBD tahun lalu, dan itu terjadi karena buruknya serapan anggaran, baik itu DAK non fisik, dana desa, DAK/DR dan dana BOS untuk tingkat SD dan SMP.
"Kami berjanji seluruh masukan dan kritikan serta yang menjadi catatan DPRD kedepannya akan menjadi bahan evaluasi dan perbaikan agar serapan anggaran bisa lebih baik lagi pada tahun anggaran berikutnya," kata Imam.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019
"Saya anggap tidak sehat dan melanggar kesepakatan ternyata APBD 2018 karena memiliki sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) mencapai Rp355 miliar, dan hal itu baru kami ketahui belum lama ini," kata Supriadi di Sampit, Senin.
Terbongkarnya Silpa APBD 2018 tersebut saat dilakukannya pembahasan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan daerah tahun anggaran 2018.
Dia mengatakan Pemkab Kotawaringin Timur melanggar kesepakatan karena tidak menyerap habis APBD 2018 tersebut, bahkan justru mendepositokan Silpa tersebut. Sementara pada tahun anggaran tersebut, banyak program pembangunan yang tidak tidak dapat dilaksanakan karena tidak adanya anggaran.
Supriadi mengatakan tindakan pemerintah dengan mendepositokan Silpa tersebut memang tidak salah, namun alangkah baiknya anggaran tersebut dimanfaatkan untuk pembangunan. Dan tujuan dari adanya APBD tersebut adalah memang untuk pembiayaan pembangunan.
"Kami bukan perusahaan yang secara ekonomi mencari keuntungan, Silpa adalah salah satu bukti jika pemerintah daerah tidak mampu melaksanakan amanat rakyat, yakni membangun daerah," katanya.
Supriadi mengatakan, pemerintah daerah akan dianggap sukses melaksanakan tugas dan kewajibannya jika dapat menggunakan hingga habis anggaran yang telah disediakan. Dan bukan disimpan ke bank hanya sekedar mengincar bunga bank.
Dikatakannya, APBD Perubahan 2018 ditetapkan dengan pendapatan sebesar Rp1,662 triliun. Belanja sebesar Rp1,876 triliun penerimaan pembiayaan sebesar Rp374,5 juta pengeluaran pembiayaan Rp15,3 miliar dan pembiayaan netto sebesar Rp359,2 miliar.
Dari total anggaran tersebut realisasi APBD Kabupaten Kotawaringin Timur hingga 28 Desember 2018 sebesar 84,97 persen. Angka itu belum sesuai harapan lantaran target yang ditetapkan pemerintah sebesar 98 persen.
"Kami meminta Pemkab kedepannya untuk memperbaiki serapan anggaran tersebut agar seluruh program pembangunan yang telah disepakati dan ditetapkan bisa dilaksanakan," kata Supriadi.
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur, Dadang H Syamsu menilai, penyimpanan Silpa dalam Deposito bank merupakan pelanggaran dan sangat membahayakan karena dapat menimbulkan tindak kejahatan.
"Penyimpanan Silpa APBD 2018 merupakan salah satu kejahatan sistemik yang dapat dijadikan sebagai pintu korupsi. Saya minta hal ini untuk tidak diulangi oleh pemerintah daerah," kata Dadang.
Sementara itu, Asisten III pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur Imam Subekti mengakui ada Silpa APBD tahun lalu, dan itu terjadi karena buruknya serapan anggaran, baik itu DAK non fisik, dana desa, DAK/DR dan dana BOS untuk tingkat SD dan SMP.
"Kami berjanji seluruh masukan dan kritikan serta yang menjadi catatan DPRD kedepannya akan menjadi bahan evaluasi dan perbaikan agar serapan anggaran bisa lebih baik lagi pada tahun anggaran berikutnya," kata Imam.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019