Menyikapi pro-kontra tokoh, pengamat, politisi, akademisi, partai politik serta organisasi kemasyarakatan terhadap wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto, Ketua MUI Kotabaru, Kalimantan Selatan, KH Mukhtar Mustajab menilai, Soeharto layak mendapatkan.
Melihat sejarah, diakui atau tidak, Soeharto telah banyak berbuat yang terbaik untuk masyarakat dan bangsa Indonesia.
"Meski kita tahu bahwa beliau juga ada kekurangannya," kata dia.
Kebaikan dan keberhasilan Soeharto dalam memimpin negara tidak dapat disebutkan satu persatu, meski ada pihak-pihak lain yang membantahnya.
Kiai yang sebelumnya "malang melintang" di dunia politik dan telah beberapa periode menjadi anggota DPRD Kotabaru, yakni periode 1967-1971-1797, periode 1982-1987 dan periode 1997-1999 mengajak semua elemen masyarakat untuk dapat belajar dan menghargai jasa orang lain yang pernah berbuat baik kepada bangsa ini.
Diakui atau tidak Indonesia pernah menjadi negara yang berswasembada beras, ditengah dunia sedang kelaparan.
Bahkan untuk menjadi negara swasembada sekitar 1984, hanya diraih dalam waktu yang relatif singkat.
Berkat kebijakan yang didukung semua pihak, Indonesia menjadi negara penghasil beras dan bakan surplus.
Indonesia saat itu juga pernah menjadi pelopor negara-negara di dunia dalam program Keluarga Berencana (KB).
Sebagai negara yang dapat mengendalikan pertambahan penduduk sedemikian rupa, banyak negara-negara di dunia belajar ke Indonesia, seperti, China, India, Bangladesh, dan negara-negara di Afrika.
"Jika masyarakat dunia dan negara lain bisa menghargai mantan Presiden RI ke-2 Soeharto, kenapa kita yang telah merasakan buah dari kepemimpinannya tidak bisa menghargai," demikian Mukhtar.
Di Kotabaru sendiri, kata mantan Anggota DPRD Kotabaru tahun 1967-1971 itu, Soeharto adalah sosok pemimpin yang telah berhasil membuka Kotabaru dari keterisoliran.
Mantan Presiden Soeharto berhasil membuka wilayah Kotabaru terlepas dari daerah terisolir pada tahun 1967, demikian Mukhtar.
Soeharto adalah sosok yang paling berjasa menjadikan Kabupaten Kotabaru sebagai daerah yang maju dan berkembang seperti saat ini.
Karena sebelum tahun 1967 di mana saat Soeharto belum diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia, Kotabaru menjadi daerah paling terisolir.
Tidak ada satu jalan pun yang dapat menghubungkan wilayah Kotabaru dengan daerah-daerah lain di Kalimantan, apalagi dengan Banjarmasin.
"Hanya jalan laut yang dapat ditempuh selama tiga hari tiga malam, untuk ke Banjarmasin," jelasnya.
Saat di awal jabatannya sebagai Presiden sekitar tahun 1968 di Kotabaru dibangun sebuah bandara yang dapat didarati pesawat perintis, yakni Bandara Stagen.
"Mulai saat itu jalur transpotasi Kotabaru terus terbuka, mulai dari jalur udara, dan darat yang menghubungkan Kotabaru dengan Tanah Laut (Pelaihari/Tanah Laut), dan Kotabaru dengan Kabupaten Paser, Kalimantan Timur," ujar Muhtar.
Termasuk mulai dibukanya pelayaran Kotabaru dengan pulau-pulau lain di Indonesia dan luar negeri.
Karena pembangunan pelabuhan nasional dan Internaional baru terbuka setelah kepemimpinan Soeharto.
Di bidang pendidikan, sebelum Soeharto, sekolah lanjutan di Kotabaru hanya ada satu SMP, SMEP, sekolah ketrampilan (SKM), dan satu PGA.
Namun sejak masa 'orde lama' habis, dunia pendidikan di Kotabaru terus berkembang hingga saat ini.
"Sejak saat itu, sumberdaya manusia di Kotabaru mulai meningkat, yang semula hanya ada seorang sarjana muda, namun setelah Pak Harto, kini sarjana 'menjamur' di Kotabaru", demikian Mukhtar.
Sedangkan di bidang ekonomi, saat masih orde lama berkuasa, Kotabaru termasuk daerah yang miskin dan belum ada investor yang berani masuk ke Kotabaru.
Tetapi sekitar tahun 1970 baru pertama kalinya Kotabaru kedatangan investor, yang datang dari Korea Selatan dan Jepang yang membangun perusahaan perkayuan PT Kodeco dan perusahaan perikanan PT Misaja Mitra.
Melihat keberhasilan mantan Presiden Soeharto itu sepertinya tidak berlebihan jika dianugerai sebagai Pahlawan Nasional. Meskipun ada bidang-bidang lain yang masih kurang baik.
Listrik masuk desa, sekolah masuk desa, semua mulai dirintis Soeharto yang berlanjut hingga kini.
Menurut dia, Soeharto merupakan sosok negarawan yang telah berhasil membawa Indonesia sebagai negara maju dan berkembang yang tidak dapat dipandang remeh dan selalu dihormati oleh seluruh negara-negara di dunia.
"Apapun komentar yang disampaikan oleh sebagian masyarakat dan kelompok, politisi tentang sisi negatif Pak Harto tidak selayaknya kita ikuti, mari kita memaafkan jika beliau memiliki kekurangan dalam memimpin," pinta Mukhtar.
Jika dalam masa jabatannya, ada kebijakan yang dianggap melanggar aturan dan perundang-undangan, sebagai seorang pemimpin bangsa sudah selayaknya masyarakat memaafkannya, demikian Ketua MUI Kotabaru.
Lebih banyak kelebihan
Ketua DPRD Kotabaru Alpidri Supian Noor, menyatakan, sangat mendukung jika almarhum mantan Presiden RI ke-2 Soeharto itu mendapat gelar Pahlawan Nasional.
Menurut Alpidri, kelebihan Soeharto memimpin bangsa ini, jauh lebih besar dibandingkan kekurangnya.
"Saya rasa, Soeharto layak menjadi Pahlawan Nasionel, karena telah mengantarkan bangsa Indonesia maju, meski masalah 'demokrasi' saat itu belum benar-benar berjalan," tegasnya.
Sebagai manusia, wajar ada kekuranganya, namun kelebihannya jauh lebih besar, demikian Ketua DPRD Kotabaru.
Hal itu, banyak diakui oleh masyarakat Indonesia, meski ada kelompok lain tidak mengakui. Itu wajar..!
Alpidri berharap masyarakat bisa menilai secara adil, atas perjuangan dan kepemimpinan Soeharto, tidak hanya cukup mengingat kekurangannya saja, tetapi juga harus mau menampilkan kebaikannya.
Seperti disampaikan ANTARA, salah satu pimpinan Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI, Aria Bima, mengatakan, siapa saja yang memenuhi syarat bisa diusulkan menjadi pahlawan, termasuk Soeharto (mantan Presiden ke-2 RI).
"Tetapi, merujuk kepada Undang Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Kehormatan, tentu untuk merealisasikannya membutuhkan klarifikasi," tegas dia.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD secara pribadi menyatakan setuju dengan pemberian gelar pahlawan nasional untuk mantan Presiden RI, Soeharto.
"Secara pribadi, saya sebagai orang Indonesia sebenarnya tidak ada masalah apa-apa dengan pemberian gelar pahlawan (Soeharto) tersebut," katanya.
Mahfud mengatakan hal itu menjawab wartawan setelah menghadiri temu wicara dengan Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno, Wagub Muslim Kasim dan jajaran SKPD, serta instansi vertikal di Provinsi Sumbar Jumat (22/10).
"Jadi, kita sebagai bangsa yang punya kesantunan, harus melupakan kepemimpinan yang sudah lalu, lupakan kesalahannya dan mari ingat jasa-jasanya. Toh dia tak akan 'cawe-cawe' (berperan) lagi, seperti mengatur pemerintahan," katanya.
Namun, katanya, hal itu sebaiknya diserahkan saja kepada Menkopolhukam sebagai ketua dewan tanda jasa.
Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menilai mantan Presiden Soeharto pantas memperoleh gelar pahlawan nasional dari negara.
"Soeharto pantas jadi pahlawan," tandas Hasyim, yang kini aktif sebagai Sekretaris Jenderal Konferensi Internasional Cendekiawan Islam (International Conference of Islamic Scholars - ICIS), di Jakarta, Senin (18/10).
Hasyim mengemukakan hal itu terkait masuknya nama Soeharto bersama sembilan tokoh lainnya sebagai calon penerima gelar pahlawan yang diajukan pemerintah berdasar masukan dari masyarakat yang mengundang pro-kontra.
"Soeharto pantas jadi pahlawan bukan karena tanpa kekeliruan, namun setiap zaman ada orangnya dan setiap orang ada zamannya," katanya.
Menurut Hasyim, mengukur jasa Soeharto terhadap negara tidak bisa hanya diukur atau dilihat dari suasana Indonesia hari ini.
"Soeharto memulai kekuasaannya dalam suasana revolusioner. Tanpa Soeharto, Indonesia sudah menjadi negara komunis, tanpa Pancasila, tanpa UU 1945, dan tanpa agama," tandasnya.
Lipsus - SOEHARTO LAYAK MENDAPAT GELAR PAHLAWAN Oleh Imam Hanafi
Senin, 8 November 2010 12:42 WIB