Ketua Komisi I DPRD Kota Banjarmasin Aliansyah mengatakan RDP tersebut menghadirkan sejumlah pihak terkait, antara lain Ikatan Pembuat Akta Tanah (IPAT) Kota Banjarmasin, Ikatan Notaris Indonesia (INI) Kota Banjarmasin, camat dan lurah se-Kota Banjarmasin, serta Kantor Pertanahan Kota Banjarmasin.
Baca juga: DPRD Banjarmasin RDP permasalahan administrasi pertanahan
“Termasuk juga kami undang instansi pemerintah kota, yakni Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), serta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil,” ujar Aliansyah di Banjarmasin, Kamis.
Aliansyah menjelaskan, dalam RDP tersebut mengemuka sejumlah permasalahan pertanahan di Kota Banjarmasin yang kini berusia 499 tahun, seperti persoalan tapal batas dengan wilayah Kabupaten Banjar dan Barito Kuala.
Menurut dia, salah satu isu yang mencuat adalah kewajiban penataan batas dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait alih media sertifikat analog menjadi sertifikat elektronik.
Selain itu, terdapat perbedaan aturan maupun penafsiran antarinstansi, khususnya antara BPN, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, serta pemerintah kecamatan dan kelurahan dalam hal kesesuaian data identitas kepemilikan tanah dan dokumen kependudukan masyarakat.
“Ini sebagian aspirasi yang kami tampung dan bahas dalam RDP, meskipun belum menghasilkan ketetapan final, namun sudah ada kesepahaman untuk saling bersinergi,” katanya.
Aliansyah menegaskan, setiap instansi memiliki dasar hukum dan pedoman masing-masing, sehingga perlu koordinasi lanjutan untuk menyatukan pemahaman dan prosedur agar pelayanan kepada masyarakat lebih efektif.
Baca juga: Anggota Komisi I DPRD Kalsel serahkan bantuan bedah rumah
Sementara itu, Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Kantor Pertanahan Kota Banjarmasin Aang Mandayana menyambut baik pelaksanaan RDP yang digelar DPRD Kota Banjarmasin sebagai forum mencari solusi bersama atas berbagai permasalahan administrasi pertanahan.
Menurut Aang, salah satu hal yang kerap menimbulkan kendala adalah perbedaan nama dalam sertifikat tanah dengan data kependudukan.
Hal tersebut, katanya, diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan.
“Jika ada perbedaan nama, pergantian harus mengikuti prosedur hukum administrasi, yaitu dengan ketetapan pengadilan. Namun jika tunduk pada hukum adat, bisa dilakukan melalui surat pernyataan perubahan nama yang diketahui lurah dan camat,” jelasnya.
Aang menambahkan, terkait penataan batas, pengukuran ulang terhadap bidang tanah dilakukan apabila terdapat perubahan spasial.
“Jika analisa spasial menunjukkan ada pergeseran batas, maka penataan batas wajib dilakukan terlebih dahulu,” ujarnya.
Ia berharap hasil diskusi tersebut menjadi langkah awal untuk menyatukan pandangan antarinstansi agar pelayanan pertanahan di Banjarmasin semakin tertib, sinkron, dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.
Baca juga: Legislator Muhaimin soroti buangan air hujan komplek elit ke permukiman warga
