Banjarmasin (ANTARA) - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Kalimantan Selatan (Kanwil DJPb Kalsel) mengatakan kondisi ekspor di provinsi ini tidak terdampak signifikan meskipun Amerika Serikat menerapkan kebijakan tarif impor resiprokal sebesar 32 persen terhadap barang asal Indonesia.
“Sebenarnya kebijakan ini berlaku bagi Indonesia mulai 9 April 2025, namun AS menunda pelaksanaannya hingga 90 hari,” kata Kepala Kanwil DJPb Kalsel Syafriadi dikonfirmasi di Banjarmasin, Kamis.
Baca juga: Kalsel sasar 46.255 debitur KUR guna pemerataan dana pemerintah
Syafriadi menuturkan, kebijakan AS itu dinilai sebagai bagian dari langkah Presiden Donal Trump untuk menyeimbangkan defisit perdagangan AS dengan negara-negara mitra dagang. Kebijakan itu pun juga mengenakan tarif tambahan 32 persen terhadap barang-barang asal Indonesia yang masuk ke AS yang merupakan di luar tarif dasar sebesar 10 persen (berlaku hampir untuk semua negara).
Ia menegaskan bahwa kebijakan tarif resiprokal oleh Presiden AS Donald Trump tersebut tidak berdampak buruk bagi Kalsel karena dari total devisa ekspor sebesar Rp41,8 miliar dolar AS (Q1 2023–Q1 2025), ekspor dari provinsi ini ke AS hanya sekitar satu persen atau sekitar 403 juta dolar AS.
“Ketergantungan Kalsel ke AS masih sangat rendah dalam hal pasar ekspor karena ekspor Kalsel lebih besar ditujukan ke negara-negara di luar AS seperti China (30,74 persen), Thailand (18,38 persen), Jepang (11,92 persen), India (10,04 persen), serta beberapa negara lain,” ujarnya pula.
Syafriadi menjelaskan Kalsel tetap berada dalam posisi yang stabil dan optimis menghadapi dinamika perdagangan internasional, karena kondisi pasar global di provinsi ini terbilang cukup kuat dan terdiversifikasi.
Baca juga: Kalsel tercepat penyaluran DAK Fisik 2025 se-nasional
Selain itu, ia mengatakan bahwa pemerintah telah merespons kebijakan tersebut dalam rangka menghadapi dinamika ekonomi global dengan mengambil momentum untuk mendorong reformasi dan deregulasi di sektor perpajakan dan kepabeanan guna memperkuat daya saing dan efisiensi ekonomi nasional.
Syafriadi mengungkapkan langkah reformasi perpajakan dan bea cukai yang akan dilakukan pemerintah, seperti percepatan restitusi pajak, pemangkasan waktu pemeriksaan pajak, otomatisasi proses pajak, penyederhanaan penetapan nilai pabean, penghapusan kuota impor, perpindahan pengawasan.
Kemudian, digitalisasi logistik menggunakan National Logistic Ecosystem (NLE), penggunaan Hi-co XRay dalam pemeriksaan bea cukai, pengurangan beban tarif, penyesuaian bea masuk dan bea keluar CPO, serta penguatan trade remedies.
“Selain itu, terdapat juga beberapa rekomendasi untuk menyikapi kebijakan AS tersebut, yakni optimalisasi penerimaan negara, percepatan realisasi belanja pemerintah sebagai stimulus ekonomi daerah, mendorong pelaksanaan kontrak untuk penyaluran transfer ke daerah (TKD), serta akselerasi belanja daerah oleh pemerintah daerah,” ujar Syafriadi.
Baca juga: Penerimaan bea cukai di Kalsel tumbuh 690 persen meski APBN kontraksi