Menurut Hanif di Banjarbaru Selasa, pihaknya bertekad untuk mengadopsi berbagai program kehutanan di Finlandia, dimana pengelolaan hutan di negara tersebut, melibatkan secara penuh masyarakat yang ada di sekitar kawasan hutan untuk memelihara dan memanfaatkan kawasan hutan secara baik dan benar.
"Jika kita bisa mengaplikasikan pengelolaan kawasan hutan sebagaimana yang dilakukan di Finlandia, tentu kita akan mampu menyelesaikan berbagai masalah kehutanan di Kalsel dan kesejahteraan masyarakat akan tercapai dalam lima tahun ke depan," katanya.
Kalsel, tambah dia memiliki keunggulan yang tidak dipunyai oleh daerah lain di Indonesia, seperti kekerabatan dan kekompakan masyarakat untuk merawat hutan.
"Kita satu-satunya pemerintah daerah yang diajak Menteri ke Finlandia, karena dinilai mampu menjadi pioneer program strategis nasional di bidang kehutanan sosial, karena tanpa memerlukan anggaran yang besar, pemerintah bisa menggelorakan semangat masyarakt untuk menanam bersama tiap hari," katanya.
Menurut dia pemerintah akan lebih fokus pada penelitian dan pengembangan kehutanan. Ia mencontohkan soal perencanaan hutan melalui pendekatan integrasi pendekatan hulu/hilir produk hasil hutan untuk meningkatkan nilai tambah dan efisiensi sumber daya.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan akan mencontoh pengelolaan hutan kemasyarakatan seperti di Finlandia dimana masyarakat diberikan peran cukup besar untuk menata dan mengelola kawasan hutan yang ada di sekitarnya.
Model kebijakan pengelolaan kehutanan dengan melibatkan masyarakat secara langsung, mendapat apresiasi tinggi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI.
Hanif mengatakan luas kawasan hutan di Finlandia mencapai 70 persen dibandingkan dengan pemukiman. Dari total luas kawasan hutan tersebut, sebanyak 60 persen dimiliki oleh masyarakat sedangkan pemerintah hanya 20 persen dan perusahaan hanya delapan persen saja.
Konsep pengembangan kawasan hutan dan produksinya, mulai dari hulu hingga hilir telah diprogramkan secara matang, bahkan hingga pemasaran hasil produksi hutan.
"Masyarakat tidak perlu lagi pusing-pusing memikirkan menjual kemana hasil hutan yang mereka produksi, karena sudah ada kesepakatan dengan industri di negara tersebut," katanya.
"Yang mengagumkan, di sana sosialnya sangat kuat, ada "forest academy" atau semacam kelompok masyarakat yang digagas oleh teman-teman industry sehingga kecukupan akan bahan baku mereka kuat, mereka setiap tahun mengadakan rapat stakeholder, kami sangat ingin menugaskan teman-teman di Dinas Kehutanan bisa bergabung dengan "forest academi" itu," katanya.
Menurut dia, di Finlandia pembangunan kawasan hutan, dimulai dari mental masyarakatnya, kapasitas industri yang akan mampu menampung dan lainnya.
"Pemerintah dan masyarakat di negara tersebut, sangat cermat dalam menghitung dan mengelola kawasan hutannya, sehingga tetap terjaga dan lestari hingga saat ini," katanya.
Menurut Hanif pertumbuhan pohon di negara tersebut, hanya 0,05 centimeter per tahun jadi untuk tinggi 20 cm memerlukan 100 tahun. Sedangkan di Kalsel, pertumbuhan pohon untuk ukuran 20 centimeter hanya perlu beberapa bulan saja.
"Makanya, saya yakin kita bisa ngejar ketertinggalan, bila pola pengelolaan dan program pembangunan kawasan hutan, bisa benar-benar kita adopsi dengan baik dan mendapatkan dukungan dari masyarakat dan pihak terkait," katanya.
Dalam waktu lima tahun pemerintah mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakt melalui sektor kehutanan asalkan berbagai program dilaksanakan dengan baik dan komitmen tinggi.