Banjarmasin (Antaranews Kalsel) - Forum Bersama (Forbes) sebuah Lembaga Swadya Masyarakat di Kalimantan Selatan berpendapat, perlu payung hukum yang mengatur tanggung jawab masyarakat dan pemerintah (mastah) di provinsi tersebut.
Ketua Forbes Kalimantan Selatan (Kalsel) Rizal Lesmana mengemukakan pendapatnya itu kepada anggota Press Room DPRD provinsi setempat sebelum rapat paripurna internal lembaga legislatif tersebut di Banjarmasin, Rabu.
"Kami mengharapkan pemerintah provinsi (Pemprov) Kalsel bersama DPRD setempat membuat aturan agar masyarakat dan pemerintah mengerti antara tugas dan tanggung jawab masing-masing," katanya.
Forbes juga meminta partisipasi anggota DPRD Kalsel turun tangan bila daerah pemilihan (dapil)-nya mengalami hambatan pembebasan lahan untuk pembangunan buat kepentingan umum.
Begitu pula semua steakholder agar memberikan pencerahan kepada masyarakat, bukan sebaliknya, yang pada akhirnya memang kembali kepada partisipasi msyarakat itu sendiri.
"Namun semua itu harus ada payung hukum/aturan yang jelas dan tegas untuk pertanggungjawabannya," lanjut pegiat lembaga swadaya masyarakat (LSM) tersebut.
Pendapat Rizal tersebut berdasarkan pengalaman atau fenomena dalam pembangunan infrastruktur yang sedang digaungkan pemerintah.
Dari pengalaman dan fenomena tersebut, dia memperkirakan, ke depannya bisa mendapat kendala pembebasan lahan, terutama pada kabupaten/kota di provinsi yang terdiri atas 13 kabupaten/kota itu.
Sebagai contoh pembangunan Bandara Sjamsudin Noor Banjarmasin, jembatan Alalak dan Pangeran Banjarmasin, jalan trans Kalimantan - ruas Handil Bakti Kabupaten Barito Kuala (Batola), Kalsel dan lainnya.
"Berkaca dari pengalaman tersebut, tim yang sudah dibentuk pemerintah kami anggap lamban dan berakibat anggaran yang sudah disiapkan akan ditarik/dipindahkan pemerintah pusat bila sampai batas waktu yang ditentukan," ujarnya.
"Hal tersebut sangat jelas merugikan pembangunan di daerah. Sementara perjuangan mendapatkan dana APBN/APBD tidak mudah," lanjutnya.
Apalagi, tambah Ketua Forbes itu, pemerintah melakukan tahap prioritas untuk penghematan anggaran di salah satu sisi masalah pembebasan lahan tudak siap dan lamban, sungguh ironi.
"Memang diantara masyarakat sudah materialistik, sehingga partisipasi untuk berkorban guna pembangunan sudah agak sulit, ditambah mudahnya menuduh pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) bila pelaksanaan tidak sesuai aturan. Hal tersebut menjadi dilema," demikian Rizal.