"Pasti beruang di pegunungan. Di Pegunungan Meratus masih banyak beruang," ujarnya dikonfirmasi ANTARA di Rantau, Senin.
Persaingan ruang, disebut Mahrus, menjadi sebab migrasi Beruang Madu dari dataran tinggi ke dataran rendah.
"Ruang terbatas, maka terjadi intimidasi," ujarnya.
Baca juga: Habitat Beruang Madu di Tapin Kalsel diduga diusik perkebunan sawit
Keterbatasan ruang hingga intimidasi dari berbagai faktor, menurut Mahrus, menyebabkan hewan dilindungi ini kelaparan sehingga berpindah tempat.
Penampakan Madu di Tapin, bukan kali pertama. Sebelumnya, kata Mahrus, juga pernah terlihat di wilayah lahan milik perusahaan tambang batu bara.
Sepekan terakhir, penampakan Beruang Madu ukuran dewasa dan anak ini sering muncul di Desa Teluk Haur yang letak geografisnya berada di dataran rendah atau kawasan rawa-lebak di Kecamatan Candi Laras Utara itu.
Diukur, tarik lurus dari citra satelit, jarak terdekat letak kawasan dataran tinggi lebih 50 KM dari lokasi penampakan.
Artinya, jika prediksi Mahrus benar bahwa binatang ini melakukan perpindahan dari dataran tinggi ke rendah maka Berung Madu ini harus melewati kawasan industri pertambangan, pemukiman, kota, jalan raya hingga sungai.
Habitat rusak
Telusur media ini, berdasarkan kesaksian masyarakat disebut keberadaan Beruang Madu ini sudah ada sejak lama. Sedangkan, kemunculan beruang ini disebut disebabkan kerusakan habitat, kini kelaparan dan mengais sampah makan di pemukiman penduduk.
Kepala Desa Teluk Haur Kurnain mengungkapkan kemunculan kawanan Beruang Madu ke pemukiman diduga karena habitatnya sudah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit.
"Mungkin karena habitatnya sudah ditanami sawit," ujarnya.
Keberadaan hewan ini, sudah diketahui masyarakat sejak lama. Kurnain, tak ingat persis informasi ke beradaan hewan ini pertama kali terlihat.
Namun, ujarnya, dulu sekali beberapa warga yang mencari kayu di hutan gelam di sekitar desa itu pernah melihat kawanan beruang ini.
Baca juga: Beruang Madu masuk perkampungan, BKSDA Kalsel turun tangan cegah konflik
"Kemungkinan, kini sarangnya di hutan pohon sagu mendekat ke sekitar kampung," ujarnya.
Pekerja sawit, kata Kurnain, juga pernah bersaksi sering mendengar sahutan raungan Beruang Madu tersebut saat malam hari.
"Mungkin ada lebih banyak lagi (Beruang Madu) di sini," ujarnya.
Sudah sepekan ini, kata Kurnain, kemunculan beruang sering terlihat oleh warga pada malam hari.
"Hampir tiap malam masuk ke pemukiman. Tadi malam, ada yang dewasa dan anak," ujarnya.
Konflik
Mengingat potensi risiko-dampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tinggi tahun ini, Kepala Desa Teluk Haur itu semakin merasa khawatir kawanan Beruang Madu semakin banyak masuk ke kampung.
Sejak sepekan terakhir ini, kata Kurnain, hewan liar ini sangat meresahkan. Beberapa warga sudah ada yang meninggalkan kediaman mengungsi ke rumah kerabat.
"Sejauh ini tidak ada serangan terhadap warga. Meskipun terlihat jinak, namun saat ini sudah sangat meresahkan warga," ujarnya.
Sangat diharapkan, kata Kurnain, pihak berwenang segera melakukan tindakan agar tak ada konflik antarmanusia dan Beruang Madu ini.
Tahu hewan ini dilindungi undang-undang karena terancam punah, tindakan sementara pihak desa - kepolisian hanya bisa memberikan imbauan kepada masyarakat di wilayah tersebut.
"Kemarin ada masyarakat yang ingin menangkap pakai jerat, sudah kita imbau," ujarnya.
Imbauan tersebut, kata Kurnain, agar masyarakat tak tersangkut sanksi hukum atas undang-undang perlindungan hewan.
Tindakan sementara untuk mengusir binatang ini, masyarakat menggunakan bunyi-bunyian yang mengeluarkan suara keras agar Beruang Madu menjauh dari kampung.