Banjarbaru (ANTARA) - Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalimantan Selatan Rudy M Harahap menyatakan, penyaluran Bantuan Langsung Tunai Bahan Bakar Minyak (BLT-BBM) di Provinsi Kalimantan Selatan harus memperhatikan sustainability (keberlanjutan).
BLT-BBM tersebut mulai diberikan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial dari pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial akibat kenaikan harga BBM.
Angka penerima bantuan itu, ungkap Rudy, berdasarkan data yang diserahkan Kementerian Sosial, meliputi seluruh kabupaten/kota di Kalimantan Selatan, namun realisasinya belum 100 persen.
“Based on data (berdasarkan data) per tanggal 19 September 2022, persentase realisasi penyaluran BLT BBM di wilayah Kalimantan Selatan masih sebesar 82,48 persen,” ungkapnya.
Rudy mengungkapkan, dari pantauan dan informasi di lapangan, jadwal penyaluran menyisakan satu wilayah terakhir, yaitu Kabupaten Kotabaru, dan akan dijadwalkan terakhir sampai dengan tanggal 23 September 2022.
Dari segi capaian penyaluran, jelasnya, “Realisasi tertinggi berada di Kota Banjarmasin dengan capaian 89.08 persen, kedua Kabupaten Barito Kuala dengan capaian 87,80 persen, dan ketiga di Kabupaten Hulu Sungai Utara dengan capaian 87,06 persen.”
Di samping penyaluran BLT BBM, Rudy menekankan kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan pemerintah desa di Kalimantan Selatan tidak hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah pusat, tetapi menggunakan anggaran yang tersedia.
Hal itu selaras dengan arahan Presiden Joko Widodo bahwa pemerintah daerah dan desa agar mengeksekusi anggaran pengendalian inflasi dari Belanja Tidak Terduga (BTT) dan Dana Transfer Umum (DTU) di daerahnya masing-masing.
Seperti diungkapkan sebelumnya, anggaran BTT dan anggaran Dana Transfer Umum sudah tersedia, yang tersebar pada seluruh pemerintah daerah di Kalimantan Selatan.
Dana tersebut, kata Rudy, harus digunakan untuk menyiapkan masyarakat yang terdampak bisa bekerja, seperti mengadakan pelatihan, yang anggarannya ditanggung oleh pemerintah daerah.
Hal lain yang dapat diterapkan adalah pemberian subsidi transportasi agar masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi beralih ke transportasi publik. Termasuk juga penambahan stasiun pengisian bahan bakar dan modal tambahan untuk nelayan.
Persoalan yang dihadapi di lapangan bukan masalah kecukupan dana, kata Rudy, tetapi perhatian para kepala daerah agar program dari pemerintah pusat tidak tumpang tindih dengan program pemerintah daerah.
“Pemerintah pusat juga seperti biasa sudah memberikan bantuan subsidi pupuk dan penyediaan bibit unggul untuk petani. Ini tidak boleh tumpang tindih dengan program pemerintah daerah,” katanya.
Rudy menambahkan, berbagai asosiasi di Kalimantan Selatan juga dapat mengusulkan kepada pemerintah daerah kebutuhan nyata di lapangan terkait perlindungan sosial yang tepat.
Tidak hanya itu, kata Rudy, atensi langsung dari gubernur selaku kepala daerah dengan memimpin rapat Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) bersama dengan seluruh bupati/walikota perlu segera dilakukan, tutupnya