Itulah terjemahan bebas dari percakapan dengan Antara Kalimantan Selatan (Kalsel) tukang urut (pijat) tradisional Fatimah binti Asmail bin Ibrahim yang tinggal di Desa Batu Merah, Kecamatan Lampihong, Kabupaten Balangan atau sekitar 217 kilometer utara Banjarmasin.
Perempuan lanjut usia (Lansia) yang sudah berumur 67 tahun itu mengaku lebih kurang 30 tahun sudah membantu orang-orang korban kecelakaan, baik berupa "tasalihu' (terkilir) maupun patah-patah kaki, tangan, tulang belakang dan lainnya sebagai sebab akibat tabrakan kendaraan bermotor maupun terjatuh.
Tukang urut tradisional yang memiliki enam anak, 14 cucu itu semula tidak bersedia dipromosikan sebagai profil media massa dengan alasan antara lain kalau-kalau ada yang marah kepadanya dengan anggapan mengganggu "pancarian" (mata pencaharian) orang
Namun ketika berdialog, bahwa keberadaannya perlu pula masyarakat luas mengetahui demi kemanusiaan, menolong orang-orang kecelakaan yang betul-betul membutuhkan, perempuan itu bersedia sebagai profil pada Antara Kalsel, tetapi tidak bersedia difoto (dalam bentuk foto profil khusus).
Selain itu, dia minta dalam profil dirinya bagaimana cara agar orang lain jangan "sarik" (marah) kepadanya dan jangan "mawada" (menjelekkan) orang lain seperti rumah sakit dan dokter yang sudah kecukupan dengan kelengkapan dan keahlian
Dengan rendah hati tukang urut yang banyak membantu/menolong orang-orang patah tulang itu menyarankan, sebaiknya manfaatkan rumah sakit dan dokter-dokter ahli kalau mengalami kecelakaan.
"Biarlah aku melayani sisa-sisa dari rumah sakit atau dokter yang sudah menggunakan berbagai peralatan bagus-bagus serta ilmu yang tinggi dan mendalam," tuturnya dengan tangan lembut sambil membetulkan "kepala lintuhut" (tempurung lutut) yang tergeser karena kecelakaan lalulintas (Lakalantas).
Sebelum melayani korban Lakalantas dari Banjarmasin, pada hari yang sama, Rabu (13/7/22) tukang urut tradisional yang buka sesudah shalat Subuh itu menangani orang dari Kuaro, Kalimantan Timur (Timur), yang sudah berada di tempat pukul 04.00 Wita atau yang pertama datang.
Syarief (27), warga Kuaro, Kaltim, mengaku dirinya korban kecelakaan tertabrak mobil menjelang Idul Adha 1443 H, tapi oleh karena tukang urut tersebut "off" (tidak buka dalam suasana lebaran haji tersebut hingga 12 Juli 2022, terpaksa ia menunggu sambil menahan sakit.
Mendampingi/mengantar kedatangan korban Lakalantas dari "Bumi Mulawarman" Kaltim itu sebanyak lima orang, karena yang bersangkutan tak berdaya hanya terbaring lunglai ketika diangkat dari mobil.
Sesudah menjalani penanganan tukang urut tradisional tersebut sekitar setengah jam untuk membetulkan tulang belakang, tulang pinggang, paha dan tulang betis yang patah, pemuda Bumi Mulawarman Kaltim itu sudah bisa duduk, menekukkan lutut dan dapat ngomong.
"Alhamdulillah dan tidak terasa sakit ketika diurut," ucap Syarief menjawab Antara Kalsel dari Banjarmasin yang sedang bertandang ke tempat tukang urut tersebut di Desa Batu Merah tersebut.
Guna menghindari antrean panjang, korban Lakalantas dari Kuaro Kaltim datang lebih awal atau yang pertama, karena tukang urut tersebut hanya menyediakan nomor buat 50 orang pasien.

Karena Allah
Tukang urut tradisional atau seorang datuk, yang sudah mempunyai empat buyut itu mengaku, sudah lebih kurang 30 ia melakoni jasa menolong orang untuk keperluan hidup keluarganya.
"Mungkin kita menolong orang karena Allah, sehingga Allah mencukupkan kehidupan kami. Kini 'kakanakan bausaha sadikit' (maksudnya anak yang bersangkutan sudah berusaha kecil-kecilan seperti jual minuman/makanan ringan)," tuturnya dengan suara lembut.
Mengenai tarif menolong orang, dia tidak mematok, tapi sesuai keikhlasan/kesukarelaan keluarga/dari pasien, bahkan bisa juga gratis.
Oleh karenanya, menurut masyarakat setempat, kalau minta tolong dengan tukang urut tersebut jangan coba-coba bertanya tarif atau bilang berapa sesudah mendapatkan pertolong. "Sebab kalau bertanya tarif, jelas beliau sedekahkan, tidak menerima uang 'pembayaran' tersebut," ungkap warga setempat.
Begitu pula keberhasilan menolong orang, menurut nenek yang berkategori lanjut usia (lansia) tersebut, itu semua karena Allah dan dia hanya membantu mengikhtiarkan supaya baik kembali.
Kepiawaian dalam melakukan "profesi" sebagai tukang urut tradisional itu, juga menurut dia, semata-mata karena Allah, bukan mendapatkan ilmu/keahlian dari turunan keluarga.
Mengingat usia yang terus menua, dia juga minta maklum atau mohon warga memahami, karena ia juga membutuhkan istirahat, terutama pada malam hari.
Namun dari kenyataan, tukung urut tradisional tersebut tidak menutup praktiknya/pelayanan tepat pukul 17.00 Wita sebagaimana jadwal.
Sebagai contoh ketika tiga korban kecelakaan dari Samarinda, Kaltim, datang ketika nomor antrian habis pada 13 Juli 2022 pukul 07.00 Wita, tukung urut tersebut dengan rendah hati menyediakan diri untuk menolong bila pengantre tak ada lagi.
Bagi korban kecelakaan yang tidak terlalu parah/kritis, terlebih warga daerah sekitar terpaksa harus sabar menunggu jam buka pada besok paginya dengan mengambil nomor antrian mulai pukul 06.30 Wita.

Tak Terasa Sakit
Sejumlah korban kecelakaan mengaku, mereka semua tidak merasa sakit ketika penanganan, kendati keadaan cukup parah.
Sebagaimana pengakuan anak sekolah dasar (SD) yang patah tangan karena terjatuh naik sepeda, serta seorang perempuan setengah baya asal Tanah Gerogot, Kaltim, yang berusaha membetulkan tulang depan pinggul juga akibat terjatuh.
Namun derita warga Tanah Gerogot yang datang ke tukang urut tradisional di Desa Batu Merah, Lampihong, 23 Juli 2022 itu belum bisa tertangani tuntas, karena dugaan yang bersangkutan menelan "minyak bintang" sebagai pengobatan dari jatuh beberapa tahun lalu.
Sementara ada tukang urut tradisional yang mengalihkan sakit korban kepada binatang atau orang lain selama melakukan pertolongan.
Tapi, Nenek atau Datuk Fatimah tanpa menggunakan media lain agar korban tidak merasa kesakitan selama melakukan penanganan, kecuali kesemua itu atas pertolongan Allah.
Dalam menangani korban, tukang urut tradisional yang tinggal di Desa Batu Merah, Kecamatan Lampihong "Bumi Sanggam" Balangan itu tampaknya cukup dengan meraba-raba/mengelus-elus tidak seperti halnya tukang pijat pada umumnya.