Dalam siaran pers yang diterima dari Biro Pers Sekretariat Presiden di Jakarta, Kamis, Kepala PPKS Edwin Lubis menyampaikan minyak makan merah merupakan inovasi minyak sawit, yang berpotensi digunakan sebagai pangan fungsional dalam membantu pencegahan stunting atau kekerdilan dari masyarakat.
“Minyak makan merah ini tidak hanya bisa berfungsi untuk menggoreng, tapi bisa juga untuk suplemen untuk membantu masyarakat mencegah stunting karena nilai gizi dari minyak makan merah ini sangat besar dibanding dengan minyak goreng yang beredar di pasaran,” ujar Edwin.
Menurut Edwin, keunggulan dari minyak makan merah terletak pada nilai gizi dan kandungan pro-vitamin A dan E yang lebih tinggi dari minyak goreng pada umumnya. Dalam pengolahannya, Edwin menyebut PPKS menggunakan teknologi sederhana dengan mempertahankan nutrisi di dalamnya.
“Keunggulan dari minyak makan merah ini adalah gizi atau kandungan vitamin A dan vitamin E lebih tinggi karena mengutamakan nutrisi dalam pengolahannya,” jelasnya.
Edwin menjelaskan produksi minyak makan merah dapat dikembangkan oleh koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) karena nilai investasi yang lebih kecil dibandingkan pabrik minyak goreng komersial. Selain itu, Edwin menyebut biaya logistik dari produksi minyak makan merah juga kecil.
“Ini diharapkan dibangun di sentra atau di daerah-daerah perdesaan sehingga pasti akan lebih murah karena biaya logistiknya bisa dikatakan tidak ada,” tambahnya.
Edwin menuturkan bahwa edukasi dan sosialisasi tentang manfaat minyak makan merah perlu dilakukan kepada masyarakat karena adanya perbedaan warna dengan minyak goreng pada umumnya.
Dia meminta dukungan semua pihak untuk membantu menyosialisasikan produk inovasi yang dapat menjadi salah satu solusi dalam pemenuhan gizi bagi masyarakat Indonesia ini.
“Tentunya harapan kami dukungan seluruh stakeholder untuk menyosialisasikan minyak makan merah ini,” harapnya.
Hadir mendampingi Presiden dalam peninjauan tersebut yakni Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, dan Gubernur Sumatra Utara Edy Rahmayadi.
berita sebelumnya,
Kementerian Koperasi dan UKM menyampaikan perkebunan sawit rakyat yang masih dikelola petani swadaya kecil dengan kepemilikan lahan sekitar 2-4 hektar dapat berkonsolidasi membentuk kelompok tani sehingga bisa mendirikan koperasi.
Adanya konsolidasi tersebut diharapkan dapat mewujudkan pilot project pembangunan industri sawit rakyat pada tahun 2022 sebagai upaya antara lain mengembangkan minyak sawit merah (red palm oil) sebagai solusi mengatasi masalah ketersediaan maupun harga minyak goreng.
Baca juga: Distanhorbun : 2021 luas peremajaan sawit rakyat Tanah Laut 1.000 hektare
"Itu harus segera dipetakan. Kemudian, kita dampingi. Sehingga kemandirian para petani sawit untuk memiliki bargaining position dalam industri sawit skala kecil dapat diwujudkan," kata Deputi Bidang Perkoperasian Kemenkop Ahmad Zabadi dalam acara diskusi bertema Pengolahan Minyak Goreng Oleh Koperasi: Tantangan dan Peluang, sebagaimana keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, terdapat 454 koperasi sawit di Indonesia yang mayoritas di provinsi Riau dengan luas lahan sekitar 23,67 persen dari total area lahan sawit di tanah air.
Misalnya, lanjut dia, salah satu koperasi yang secara mandiri telah mengelola kebun sawit seluas 1.562 hektar bersama sekitar 781 petani selaku anggota, yaitu Koperasi Unit Desa (KUD) Sumber Makmur di Kabupaten Pelalawan, Riau.
Selain itu, juga ada Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah Baitul Maal wat Tamwil Usaha Gabungan Terpadu (KSPPS BMT UGT) Sidogiri yang bakal mendirikan koperasi sawit di Kabupaten Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.
"Dua koperasi tersebut dapat dijadikan pilot project pembangunan industri sawit rakyat," ucap Zabadi.
Dalam kesempatan yang sama, ia mengharapkan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) turut mengonsolidasikan para petani sawit untuk memperkuat kelembagaan ekonomi melalui koperasi.
Secara umum, kapasitas produksi Crude Palm Oil (CPO) dari Tandan Buah Segar (TBS) sebanyak 1-5 ton per jam masuk ke dalam skala mini, lalu kapasitas rata-rata 5-20 ton per jam masuk skala menengah, dan kapasitas 30-60 ton per jam adalah skala besar.
Baca juga: BPDP-KS fokus peremajaan sawit rakyat dan dukungan B30
Dari produksi CPO ini, sebutnya, masih diperlukan proses fraksinasi dan proses lainnya sehingga dapat menghasilkan minyak goreng.
Lebih lanjut, disampaikan pula bahwa minyak goreng yang dikenal di pasaran berwarna kuning jernih dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 7709-2019 mengandung vitamin A mencapai 45 IU/gram. Adapun minyak sawit merah (red palm oil) dinyatakan mampu menghasilkan kandungan vitamin A cukup tinggi, yakni 666 IU/gram.
"Penelitian dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) dan Riset Perkebunan Nusantara (RPN) ini yang perlu kita implementasikan untuk kemudian kita menemukan skala keekonomian dari produksi minyak goreng oleh koperasi," ungkap dia.
Bagi Zabadi, kehadiran Badan Standardisasi Nasional (BSN) dapat secara khusus mengawal proses standardisasi minyak goreng skala koperasi dan UMKM.
Dengan demikian, masyarakat bisa mendapatkan pilihan rasional dalam memenuhi kebutuhan minyak goreng yang sehat dan terjangkau.
“Untuk mewujudkan piloting ini, diharapkan dukungan pembiayaan baik di sisi on farm, yaitu dengan KUR (Kredit Usaha Rakyat) perbankan dan dari kelembagaan koperasinya melalui LPDB-KUMKM (Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah) baik untuk kebutuhan modal investasi dan modal kerja,” ujarnya.