Menteri Pertanian Suswono mengatakan, 9,5 juta hektare lahan rawa potensial dikembangkan menjadi areal pertanian untuk mendukung ketahanan pangan yang terancam akibat perubahan iklim.
Suswono mengatakan hal itu dalam konferensi pers di sela pembukaan Pekan Pertanian Rawa Nasional (PPRN) I yang dipusatkan di Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Selasa.
"Seluas 9,5 juta hektare lahan rawa yang potensial dikembangkan menjadi areal pertanian itu merupakan bagian dari luas lahan rawa di Indonesia yang mencapai 33,4 hektare," ujarnya.
Menurut dia, berdasarkan kajian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, lahan rawa di Indonesia luasnya mencapai 33,4 juta hektare yang tersebar pada 11 provinsi.
Puluhan juta lahan rawa itu terdiri atas lahan rawa pasang surut yang sudah dibuka seluas 4,1 juta hektar dan lahan dibangun mencapai 1,4 juta hektare, diantaranya ditanami padi dua kali setahun seluas 727 ribu hektare.
"Sekitar 500 ribu hingga 725 ribu hektare lahan rawa pasang surut lainnya masih belum dimanfaatkan secara optimal sehingga ke depan diupayakan agar pemanfaatannya lebih baik," ungkapnya.
Sementara, lahan rawa lebak yang sudah dibangun sekitar 347 ribu hektare dan 171 ribu hektar dimanfaatkan untuk tanaman padi, tetapi masih terdapat lahan lebak seluas 120 ribu hektare yang belum dimanfaatkan optimal.
Ia mengatakan lebih lanjut, produktivitas lahan rawa saat ini hanya sekitar 2,6 hingga 3,9 ton per hektare dengan Indeks Pertanaman (IP) hanya 0,66, padahal potensi hasilnya bisa mencapai 4,0 hingga 7,0 ton per hektare.
Bahkan, melalui sentuhan teknologi yang terus dikembangkan, produksi yang dihasilkan pada beberapa lokasi mencapai 8,0 ton per hektare dengan IP sebesar 1,50 hingga 2,25.
"Kondisi itu menunjukkan, jika dimanfaatkan secara optimal maka kontribusi lahan rawa baik pasang surut maupun lebak terhadap produksi pangan nasional dapat dilipatgandakan," ujarnya.
Ditekankan, keberadaan dan peran lahan rawa sebagai lumbung pangan alternatif dan stok penyangga sangat strategis dan unik terutama dikaitkan program peningkatan produksi beras berkelanjutan serta mewujudkan stok beras nasional sebesar 10 juta ton pada 2015.
Keunikan lahan rawa karena potensial menekan defisit beras yang biasanya terjadi bulan September hingga November dan pasokan produksi beras lahan rawa yang mencapai puncak pada bulan Agustus hingga Oktober.
Disamping itu, lahan rawa relatif lebih lentur terhadap perubahan iklim terutama kekeringan dan cenderung semakin meluas pada saat musim kemarau akibat pengaruh El-Nino terutama lahan rawa lebak.
"Guna pemanfaatan lahan rawa lebih optimal maka Kementerian Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian mengembangkan teknologi unggul dan adaptif berupa inovasi teknologi tepat bagi lahan rawa," katanya.(zal/B)