Banjarmasin (ANTARA) - Sebagai perguruan tinggi negeri terbesar di Kalimantan Selatan bahkan diakui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menjadi nomor satu di Pulau Kalimantan berdasarkan klasterisasi perguruan tinggi 2020, Universitas Lambung Mangkurat terus menambah perbendaharaan guru besar.
Sebanyak 63 guru besar saat ini menyokong visi Universitas Lambung Mangkurat (ULM) sebagai universitas terkemuka dan berdaya saing di bidang lingkungan lahan basah sekaligus sebagai universitas perjuangan mewarisi semangat nasionalisme dari pahlawan nasional, Brigjend H. Hasan Basry, yang menjadi rektor pertama.
Dari sederet profesor yang membantu peningkatan mutu pendidikan di ULM, sebagian putra daerah Kalimantan Selatan, termasuk Rektor Prof Sutarto Hadi.
Melanjutkan tradisi asli jebolan ULM menjadi guru besar berhasil dilakukan Prof Dr H Aminuddin Prahatama Putra MPd. Dia dikukuhkan menjadi profesor Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Alhasil, pria kelahiran Hulu Sungai Utara, 17 November 1965, ini ikut menjaga muruah ULM dengan guru besar putra daerah.
Bagi Pak Amin, begitu biasa Aminuddin Prahatama Putra disapa, meraih jabatan fungsional akademik tertinggi untuk dosen itu adalah anugerah dari Allah SWT.
Apalagi sebagai putra daerah, dia merasakan kebanggaan tersendiri lantaran bisa memberikan sumbangsih untuk kemajuan institusi pendidikan sebesar ULM.
"Artinya di tengah persaingan yang demikian kompetitif untuk kemajuan perguruan tinggi di Indonesia, ULM telah juga berkiprah dengan adanya beberapa sumber daya manusia yang berasal dari 'Banua Kalimantan Selatan'," tutur Prof Amin.
Menurut dia, kesempatan menjadi guru besar peluangnya terbuka lebar. Oleh karena itu, sebagai orang Banjar, putra Kalimantan Selatan, tidak perlu lagi berkecil hati. Di tengah persaingan begitu ketat, semua bisa berkontribusi tak terkecuali dosen jebolan asli ULM.
Amin pun memotivasi seluruh dosen di ULM untuk bisa mencapai gelar sangat mulia di perguruan tinggi itu agar dapat mengangkat kualitas pendidikan di "Bumi Lambung Mangkurat" semakin maju.
"Teruslah berusaha dan berdoa agar apa yang dicita-citakan bisa tercapai. Kuncinya niat dan tekad, insyaallah jalannya dimudahkan," kata Wakil Rektor I Bidang Akademik ULM itu.
Tak terbayangkan
Menjadi guru besar di PTN sebesar ULM tidaklah pernah terbayangkan oleh Prof Amin. Meski diakuinya keinginan mencapai jenjang akademik tertinggi itu jadi cita-cita semua dosen.
Jauh sebelum takdir membawanya menjadi dosen Prodi Pendidikan Biologi FKIP ULM, Amin sejatinya bercita-cita menjadi guru, mengikuti jejak sang ayah Drs H Aspul Fansuri (alm) yang berprofesi guru SMA sampai menjadi kepala sekolah.
Keinginan menjadi guru muncul sejak kecil manakala Amin sering diajak sang ayah ke sekolah, dan melihat ayahnya mengajar para murid di ruang kelas.
"Sebagai anak pertama dari tujuh bersaudara dulu sering diajak ke sekolah menyaksikan ayah ngajar," katanya mengenang masa kecilnya dulu.
Pendidikan dasar dan menengah dijalani mulai SDN Pancasila Murung Pudak, SMP Negeri 1 Tanjung, dan SMA Negeri 1 Tanjung serta SMA Negeri 1 Banjarmasin yang telah membekali Amin dengan ilmu pengetahuan, sehingga dapat melanjutkan ke pendidikan tinggi.
Perjalanan panjang Amin di ULM dimulai pada 1983 ketika pertama kali diterima sebagai mahasiswa Prodi Pendidikan Biologi hingga ditawari oleh Drs Adria Rifarin Adrak (alm) selaku dosen pembimbing skripsi, posisi sebagai dosen ketika lulus S1 pada 1988.
Sembari mengabdi jadi dosen, suami dari Hj Sri Ellyana ini kemudian menempuh jenjang S2 di Prodi Pendidikan Biologi Universitas Negeri Malang (UM) dan lulus pada 2001.
Meski terbilang lambat untuk meneruskan ke jenjang S3, Amin tak lantas berputus asa. Dia bertekad dapat meraih gelar doktor hingga memutuskan mengambil S3 Pendidikan Sains di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) pada 2010 dan lulus pada 2016.
Setelah gelar akademik tertinggi diraih, Amin semakin termotivasi hingga banyak mengajukan proposal penelitian dan aktif menulis artikel yang terpublikasi di jurnal-jurnal bereputasi.
"Terima kasih kepada para mentor mulai dosen pembimbing skripsi, tesis hingga disertasi saya dan yang selalu memotivasi dalam pencapaian guru besar dan selalu memberikan nasihat kepada saya termasuk tentunya dorongan rektor dan para wakil rektor," ucap ayah dari Fitria Dina Zakia, Indrawan Saputra, dan si bungsu Hana Najma Maulidya ini.
Orasi ilmiah
Dalam orasi ilmiahnya saat pengukuhan guru besar, Prof Amin membawakan judul "Model penerimaan teknologi untuk performance guru biologi".
Dia mengatakan pendidikan modern mempersiapkan peserta didik untuk hidup di dunia digital sehingga menuntut guru melek teknologi.
"Demi kepentingan pendidikan serta kemudahan proses pengajaran, teknologi informasi harus bisa dimanfaatkan guru," kata dia.
Penggunaan teknologi informasi saat ini tidak bisa dilepaskan dari internet yang menjadi urat nadinya.
Oleh karena itu, menurut Amin, ketiadaan akses internet di sekolah sangat memengaruhi kemampuan guru terhadap penerimaan teknologi yang diharapkan sebagaimana tujuan pendidikan modern.
Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kalimantan Selatan pada 2020 ada 94 sekolah negeri dan 38 sekolah swasta telah memiliki akses internet, sedangkan sekolah yang belum memiliki akses internet, yaitu 43 SMA negeri dan 23 SMA swasta.
Menurut Amin, sekolah yang mempunyai akses internet sangat berguna untuk menunjang proses pembelajaran yang dilakukan guru di kelas.
Adapun sekolah tanpa akses internet, guru yang ingin menerapkan teknologi informasi tidak bisa melakukannya kecuali menggunakan akses secara mandiri.
"Kualitas pendidikan harus didukung dengan sarana dan prasarana yang pada akhirnya mendorong kemampuan guru mengajar dan membantu peningkatan belajar peserta didik," tandasnya.
Wajib meneliti
Untuk bisa mencetak lebih banyak guru besar, Rektor ULM Prof Sutarto Hadi membuat program dosen wajib meneliti guna akselerasi kenaikan pangkat hingga akhirnya bisa meraih profesor.
"Berapa pun biaya yang diperlukan untuk riset kita siapkan dananya," kata dia.
Saat ini, ada sekitar Rp12 miliar dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang dihasilkan ULM digunakan untuk riset dan pengabdian masyarakat.
Ke depan, Sutarto ingin anggaran minimal Rp20 miliar bisa dialokasikan untuk riset para dosen.
"Jadi semua proposal yang masuk tidak ada yang ditolak, semuanya disetujui dan siap didanai," tegasnya.
Berbagai insentif juga diberikan seperti Rp10 juta untuk satu artikel di jurnal internasional, kemudian membuat satu buku sampai Rp5 juta.
Bagi dosen yang menghadiri konferensi internasional juga diberikan insentif tambahan bervariasi sesuai bobot kegiatannya.
"Ini semua saya rancang agar program percepatan menghasilkan lebih banyak guru besar bisa berjalan dengan baik," tutur Sutarto.
ULM yang berlokasi kampus di Kota Banjarmasin dan Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan itu, saat ini berstatus akreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT).
Dukungan tenaga pengajar dengan kualifikasi terbaik sesuai bidangnya, kata dia, sangatlah penting. Ada 380 dosen bergelar doktor dari total sekitar 1.200 staf pengajar.
Dia menargetkan 80 guru besar bisa dicapai pada tahun ini, di mana ada 15 orang lagi telah diusulkan untuk meraih jabatan fungsional akademik tertinggi tersebut.
"Idealnya kan untuk doktor 40 persen dari jumlah dosen, sedangkan guru besar minimal 10 persen. Kita berkomitmen untuk pengembangan SDM di ULM yang pada akhirnya berkontribusi bagi kemajuan daerah dan bangsa tentunya sebagaimana semangat menyambut Dies Natalis Ke-63 ULM pada 21 September 2021 dengan tema 'Dari ULM untuk Indonesia' ," tandasnya.
Menjaga muruah ULM dengan guru besar dari putra daerah
Selasa, 21 September 2021 13:29 WIB