Amuntai, (Antaranews Kalsel) - Gaji kader keluarga berencana di Kabupaten Hulu Sungai Utara, sangat memprihatinkan, hanya Rp15 ribu perbulan.
Kepala Bidang Pengendalian Penduduk, data dan pelaporan Muhyidin di Amuntai, Jumat mengatakan, para kader keluarga berencana tersebut, memiliki peran yang sangat strategis untuk menyukseskan berbagai program KB dan pendataan penduduk.
Sayangnya, kata dia, upah kader KB hingga kini masih sangat minim, yaitu sekitar Rp15 ribu per bulan, jumlah tersebut sangat tidak memadai bila dibandingkan dengan tugas dan tanggungjawabnya.
"Saya merasa prihatin di 2015 masih belum mampu meningkatkan upah kader Pos pembantu keluarga di desa, yang bertugas melayani kegiatan keluarga berencana," katanya.
Menurut dia, upah kader masih seperti tahun sebelumnya, sebesar Rp15 ribu perbulan, upah tersebut tentu masih sangat minim dibanding beban kerja yang harus dilaksanakan kader dalam melayani masyarakat di suatu desa.
Kondisi ini, kata dia, memerlukan pengertian dan partisipasi masyarakat di desa untuk membantu kader dengan memberikan insentif ala kadarnya bagi kader desa.
"Kadang ada warga yang mengerti kondisi kader kita, sehingga memberi insentif meski pelayanan dan alat KB dibagikan gratis," katanya.
Pemberian insentif semacam ini, kata Muhyidin, diperbolehkan saja asal sukarela diberikan warga tanpa dipaksa.
Muhyidin menerangkan, peran kader di desa sangat membantu dalam pelaksanaan program dan kegiatan Badan Kependudukan dan KB di masyarakat.
Misalnya, kader pos pembantu keluarga di desa awal Maret 2015, turut dilibatkan dalam pendataan keluarga lengkap.
Selain kader desa, lanjut dia, juga dilibatkan karang taruna, petugas lapangan KB, PIK remaja dan lainnya.
Menurut Muhyidin, Dinas Kependudukan dan KB membutuhkan data kependudukan yang lengkap agar bisa melaksanakan program dan kegiatan di 2015.
"Memerlukan jangka waktu hingga tiga bulan untuk mendata sekitar 222 ribu penduduk HSU yang terdiri sekitar 60 ribu kepala keluarga" katanya.
Muhyidin mengakui, masih rendah dukungan dana untuk lini lapangan ini menjadi kendala dalam memaksimalkan pencapaian kerja di bidang KB.
Peran kader desa ini, sambungnya semakin diperlukan karena Badan kependudukan dan KB kini sudah berdiri sendiri sejak dipisah dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dimana volume kerja semakin fokus dan bertambah dalam mensukseskan program KB.
Masalah lain terkait kader di desa ini, kata Muhyidin pergantian kepala desa terkadang turut mengganti kader yang bertugas, padahal mereka sudah mendapatkan pembinaan dan orientasi.
"Seringkali kader desa diganti petugasnya oleh kades yang baru sehingga kami harus memberikan kembali pelatihan atau orientasi kader" katanya.
Berdasarkan stuktur kerja, tambahnya jumlah kader pos pembantu keluarga di desa semestinya berjumlah tiga orang, namun karena terbatasnya anggaran honor kader, terpaksa satu desa hanya ditugaskan satu orang kader.