Banjarmasin (ANTARA) - Makanan khas Banjar masih menjadi menu harian di masyarakat suku Banjar perantauan di Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir, Provisi Riau walau mereka tinggal secara turun temurun sejak penjajahan Belanda di kawasan tersebut.
Wartawan Antara Kalsel yang melakukan perjalanan akhir pekan ini ke kawasaInhil melaporkan, saat dijamu keluarga di beberapa rumah yang disinggahi selalu disajikan makanan khas Banjar, seperti iwak bapais, baubar, gangan waluh, sulur keladi, gangan balamak, dan aneka makanan Banjar lainnya.
Bahkan beberapa warung yang sempat disinggahi masih terdapat nasi kuning, lontong Banjar, laksa, dan aneka makanan lakatan yang disebut oleh penduduk setempat sebagai nasi pulut yang dicampur serundung.
Nasi dari beras lakatan yang disebut nasi pulut dibungkus dengan daun pisang, lalu dibubuhi serunding dijual dengan harga Rp5000,- per bungkus, kemudian juga masih banyak terlihat wadai Banjar yang disebut lalampar (lempar) yang oleh penduduk setempat disebut sebagai pulut panggang dengan harga Rp1000,- per biji.
Berdasarkan keterangan Udi, penduduk tembilahan, kebiasaan mengolah makanan permentasi yang disebut Mandai tetap hidup dan berkembang dalam masyarakat Banjar Tembilahan.
"Di sini kalau beli cempedak atau tiwadak yang diutamakan untuk memperoleh kulit cempedak guna dibuat Mandai, dan itu masih makanan kesukaan orang Banjar," kata Udi (50 tahun).
Selain itu kebiasaan mengawetkan ikan yang disebut mawadi juga masih ada tetapi mulai kurang disukai lantaran asin, tambahnya.
Dan kebiasaan orang Banjar dulu makan pakai talam masih terlihat di wilayah ini, baik makan sehari hari bahkan untuk menjamu tamu, atau undangan selalu pakai talam.
Bukan hanya makanan tetapi wadai juga masih lestari itu terlihat dari beberapa gerai pedagang wadai seperti gerai atau kedai wadai Borneo Banjar 41 masih terlihat wadai Banjar.
Seperti wadai pais, wadai bulungan hayam, untuk2, papare, pulut panggang, cuur, sarimuka, wadai basumap dan,lainnya.
Berdasarkan keterangan dari sekitar 600 ribu penduduk Inhil sebagian besar adalah suku Banjar yang datang ke tanah perantauan tersebut dengan berbagai alasan, ulama yang terkenal dan menjadi mufti kerajaan Indragiri adalah Syeh Abdurahman Sidik, atau yang disebut sebagai datu Sapat, yang makamnya banyak diziarahi di Parit Hidayat.
Kabupaten Indragiri Hilir memiliki 20 kecamatan, 39 kelurahan dan 197 desa. Luas wilayahnya mencapai 12.614,78 km² dan jumlah penduduk 616.347 jiwa (2017) dengan sebaran 49 jiwa/km. Orang Banjar menyebar hampir ke seluruh kecamatan.
Pada masa pemerintahan Sultan Isa, berdatanganlah orang - orang dari suku Banjar dan suku Bugis sebagai akibat kurang amannya daerah asal mereka. Khusus untuk suku Banjar, perpindahannya akibat dihapuskannya Kerajaan Banjar oleh Gubernement pada tahun 1859 sehingga terjadi peperangan sampai tahun 1863, pada masa penjajahan Belanda