Marabahan (ANTARA) - Komisi III DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) mengunjungi Kabupaten Barito Kuala (Batola), Jumat (25/10) untuk menindaklanjuti tabrakan tongkang batubara di wilayah perairan Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan,
Mereka yang hadir berjumlah 11 orang termasuk mantan Wakil Gubernur Kalsel H Rosehan NB serta dua orang berasal dari daerah pemilihan Batola, Karlie Hanafi Kalianda dan Fahrin Nizar.
Kehadiran rombongan yang dipimpin Ketua Komisi III DPRD Kalsel Syahrujani ini diterima Bupati Batola Hj Noormiliyani AS, Pj Sekda H Abdul Manaf, dan Kadishub H Samsul Arifin di rumah jabatan bupati.
Ketua Komisi yang membidangi Pembangunan dan Infrastruktur Syahrujani menjelaskan, tujuan kunjungan mereka ke Batola sehubungan seringnya insiden tabrakan yang diakibatkan tongkang batubara baik terhadap permukiman penduduk maupun fender pengaman Jembatan Rumpiang.
“Kami sedang mempersiapkan program kerja melalui kunjungan ke kabupaten/kota. Setelah ke Bandara Syamsudin Noor kami ke Batola sekaligus meninjau kondisi Jembatan Rumpiang pasca kerusakan fender,” paparnya.
Lebih-lebih, lanjutnya, belakangan juga insiden tabrakan tongkang yang menyebabkan kerusakan pos jaga Dishub dan rumah warga yang perlu diantisipasi dan ditindaklanjuti melalui beberapa aturan serta koordinasi ke pemerintah daerah maupun pusat.
Usai mengadakan pertemuan di rumah jabatan bupati, rombongan Komisi III DPRD Provinsi Kalsel diajak Bupati Batola Hj Noormiliyani AS beserta jajaran menyusuri kawasan sungai Marabahan.
Didampingi Pj Sekda Abdul manaf dan jajaran, Noormiliyani yang juga mantan Ketua DPRD Provinsi Kalsel itu, saat perjalanan banyak menceritakan titik-titik seringnya terjadi insiden tabrakan termasuk Jembatan Rumpiang.
Seperti diketahui, insiden tabrakan yang melibatkan tongkang batubara ini agak sering dalam beberapa bulan terakhir.
Insiden itu di antaranya pada 24 September 2019 ketika Tongkang MBP 1512 yang ditarik tugboat BMP 3210 menabrak fender (pengaman) tiang Jembatan Rumpiang hingga roboh.
Sebetulnya peristiwa penabrakan fender Jembatan Rumpiang oleh tongkang batubara ini sudah empat kali terjadi yaitu pada tahun 2014, 2015, 2017, dan terakhir 24 September 2019.
Sebulan kemudian, tepatnya 23 Oktober 2019, TB Irvina 808 yang mengalami kerusakan kemudi menghantam pos jaga dinas perhubungan dan dua rumah warga di kawasan Pasar Marabahan. Beruntung dalam peristiwa itu tidak terdapat korban jiwa, namun menimbulkan kerugian material mencapai Rp133 juta.
Dua kejadian dalam waktu berdekatan itu cukup meresahkan warga terutama yang rumahnya berada di pinggiran Sungai Barito.
Mereka khawatir tragedi yang pernah terjadi di kawasan Kecamatan Belawang beberapa tahun lalu terulang, sedangkan intensitas aktivitas tongkang batubara terlihat tetap kuntinyu.
Berdasarkan catatan Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas 1 Banjarmasin, 70 tongkang melintas setiap hari dalam keadaan kosong maupun bermuatan.
Di sisi lain fender Jembatan Rumpiang yang roboh akibat ditabrak tongkang batubara sendiri sampai sekarang belum diperbaiki.
Balai Besar Jalan Nasional (BBJN) XI Banjarmasin beralasan sedang menunggu tanggungjawab perushaan pemilik tongkang penabrak.
“Sebenarnya desain fender sudah tersedia, demikian pula perkiraan biaya pembangunan ulang yang mencapai Rp2,3 miliar. Semua sudah disampaikan ke pihak pemilik penabrak,” sahut Kepala Bagian Tata Usaha BBJPN XI Banjarmasin Mutaal Badrun.
“Juga sudah dikirim MoU perjanjian ganti rugi tetapi sampai sekarang belum ditandatangani. Mereka baru membuat surat pernyataan menjaga keamanan jembatan,” tambahnya.
Sebagai tindakan antisipasi, jelas dia, BBPJN XI merekomendasikan KSOP Banjarmasin harus memberi asist kepada tugboat terutama ketika melewati Jembatan Barito dan Rumpiang.
“Muatan juga lebih bagus diratakan karena sekarang jembatan seolah-olah berfungsi meratakan muatan. Kalau bisa ukuran tongkang juga dibatasi agar mengurangi resiko menabrak jembatan,” tegas Mutaal.
Dewan sikapi tabrakan tongkang batubara di perairan Batola
Sabtu, 26 Oktober 2019 11:18 WIB
Muatan juga lebih bagus diratakan karena sekarang jembatan seolah-olah berfungsi meratakan muatan. Kalau bisa ukuran tongkang juga dibatasi agar mengurangi resiko menabrak jembatan,