Truk-truk mengangkut batu bara kini "bebas" melewati jalan umum di Kalimantan Selatan (Kalsel), baik statusnya jalan nasional/negara maupun jalan provinsi dan jalan kabupaten/kota.
Pewarta Antara Kalsel yang melakukan perjalanan dari Banjarmasin ke daerah hulu sungai atau "Banua Anam' provinsi tersebut, Rabu melaporkan, truk-truk pengangkut bongkahan batu itu beroperasi pada malam hari.
Bongkahan "emas hitam" batu bara tersebut pengangkutannya melewati wilayah Kota Banjarbaru, Kabupaten Banjar, Tapin, Hulu Sungai Selatan (HSS), Hulu Sungai Tengah (HST,) dan Kabupaten Balangan hingga Tabalong atau kabupaten paling utara Kalsel yang berbatasan Kalimantan Timur (Kaltim).
Peraturan Daerah (Perda) Kalsel Nomor 3 Tahun 2012, atau yang sudah beberapa kali mengalami perubahan, tetap melarang melalui jalan umum bagi angkutan tambang ataupun hasil perkebunan besar di provinsi yang terdiri atas 13 kabupaten/kota tersebut.
Ramainya truk angkutan batu bara melalui wilayah "Kota Idaman" Banjarbaru ke Banua Anam tersebut sekitar satu tahun ini.
Padahal Perda 3/2012 sampai saat ini belum dicabut atau belum ada perubahan, dalam artian tetap berlaku melarang pengangkutan hasil tambang lewat jalan umum.
Berbeda dengan persoalan angkutan semen muatannya puluhan ton dari pabriknya di "Bumi Saraba Kawa" Tabalong lewat jalan umum, baik sampai ke Banjarmasin maupun Kalimantan Tengah (Kalsel) tak berlaku Perda Kalsel No.3/2012 karena bukan barang mentah, tapi sudah berupa barang jadi.
Oleh sebab itu terkait tonase yang melebihi kapasitas jalan yang cuma kelas III (maksimal beban delapan ton) merupakan kewenangan pemerintah pusat, dan pemerintah provinsi (Pemprov) dapat mengelak dengan alasan bukan tanggung jawab/wewenang pemerintah daerah setempat.
Sebagai catatan, sebelum Perda 3/2012 armada truk angkutan batu bara ramai dari daerah Banua Anam ke Banjarmasin sehingga sempat memacetkan total lalulintas.
Oleh karena itu, muncullah Perda 3/2012 yang melarang angkutan tambang dan hasil perkebunan besar lewat jalan, mereka harus membuat jalan khusus/sendiri.
Terhadap persoalan angkutan hasil tambang melalui jalan umum belakangan ini DPRD provinsi setempat belum banyak angkat bicara, kendati Antara Kalsel mempertanyakan melalui WA.
Pasalnya warga masyarakat khawatir dengan ramai kembali angkutan batu bara melalui jalan bisa mempercepat kerusakan prasarana perhubungan darat itu, sementara perbaikannya lamban.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022
Pewarta Antara Kalsel yang melakukan perjalanan dari Banjarmasin ke daerah hulu sungai atau "Banua Anam' provinsi tersebut, Rabu melaporkan, truk-truk pengangkut bongkahan batu itu beroperasi pada malam hari.
Bongkahan "emas hitam" batu bara tersebut pengangkutannya melewati wilayah Kota Banjarbaru, Kabupaten Banjar, Tapin, Hulu Sungai Selatan (HSS), Hulu Sungai Tengah (HST,) dan Kabupaten Balangan hingga Tabalong atau kabupaten paling utara Kalsel yang berbatasan Kalimantan Timur (Kaltim).
Peraturan Daerah (Perda) Kalsel Nomor 3 Tahun 2012, atau yang sudah beberapa kali mengalami perubahan, tetap melarang melalui jalan umum bagi angkutan tambang ataupun hasil perkebunan besar di provinsi yang terdiri atas 13 kabupaten/kota tersebut.
Ramainya truk angkutan batu bara melalui wilayah "Kota Idaman" Banjarbaru ke Banua Anam tersebut sekitar satu tahun ini.
Padahal Perda 3/2012 sampai saat ini belum dicabut atau belum ada perubahan, dalam artian tetap berlaku melarang pengangkutan hasil tambang lewat jalan umum.
Berbeda dengan persoalan angkutan semen muatannya puluhan ton dari pabriknya di "Bumi Saraba Kawa" Tabalong lewat jalan umum, baik sampai ke Banjarmasin maupun Kalimantan Tengah (Kalsel) tak berlaku Perda Kalsel No.3/2012 karena bukan barang mentah, tapi sudah berupa barang jadi.
Oleh sebab itu terkait tonase yang melebihi kapasitas jalan yang cuma kelas III (maksimal beban delapan ton) merupakan kewenangan pemerintah pusat, dan pemerintah provinsi (Pemprov) dapat mengelak dengan alasan bukan tanggung jawab/wewenang pemerintah daerah setempat.
Sebagai catatan, sebelum Perda 3/2012 armada truk angkutan batu bara ramai dari daerah Banua Anam ke Banjarmasin sehingga sempat memacetkan total lalulintas.
Oleh karena itu, muncullah Perda 3/2012 yang melarang angkutan tambang dan hasil perkebunan besar lewat jalan, mereka harus membuat jalan khusus/sendiri.
Terhadap persoalan angkutan hasil tambang melalui jalan umum belakangan ini DPRD provinsi setempat belum banyak angkat bicara, kendati Antara Kalsel mempertanyakan melalui WA.
Pasalnya warga masyarakat khawatir dengan ramai kembali angkutan batu bara melalui jalan bisa mempercepat kerusakan prasarana perhubungan darat itu, sementara perbaikannya lamban.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022