Wali Kota Banjarmasin H Ibnu Sina memutuskan mencabut kebijakan tarif minimum air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bandarmasih, yakni, sebesar 10 kubik jelang Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) setempat pada 2020.
Menurut Ibnu Sina usai mengikuti rapat paripurna dewan terkait pengesahan perubahan APBD tahun 2020 di gedung dewan kota, Kamis, pencabutan kebijakan yang sudah diterapkan sejak 2017 itu murni untuk merespon aspirasi masyarakat, khususnya masa pandemi COVID-19 yang membuat ekonomi makin sulit.
"Aspirasi inikan disuarakan lewat DPRD saat turun reses ke lapangan, disuarakan para pelanggan juga secara langsung, ditambah lagi masa pandemi COVID-19 ini, kita harus membantu masyarakat yang terdampak," ujarnya.
Dia membantah karena momentum Pilkada, tapi karena momentum pandemi COVID-19, sebagai waktu yang tepat untuk membantu meringankan beban masyarakat, di mulai pembayaran tarif pada Oktober 2020.
Dia mengungkapkan yang sangat terdampak kebijakan tarif minimum ini sebanyak 21 ribu pelanggan katagori Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang sebenarnya menggunakan air di bawah 10 kubik tersebut, namun tetap bayar 10 kubik.
"Jumlah 21 ribu itu sama dengan jumlah penduduk miskin di kota ini, dari sebanyak 179 ribu pelanggan PDAM Bandarmasih," ujar Ibnu Sina.
Sehingga, kata dia, dihilangkannya kebijakan tarif minimum 10 kubik itu, yang merasakannya adalah sebanyak 21 ribu keluarga miskin tersebut paling utamanya.
Ibnu Sina mengatakan, keringanan bagi pelanggan PDAM di masa pandemi COVID-19 ini sebelumnya juga sudah juga diberikan, sebagai stimulus untuk meringankan masyarakat yang terdampak langsung ekonominya akibat pandemi COVID-19 ini.
"Sebelumnya beberapa bulan tarif diberi pemotongan hingga 50 persen bagi pelanggan MBR ini," ungkapnya.
Termasuk juga, kata dia, kebijakan pemerintah kota memberi stimulus bagi usaha perhotelan dan restoran pada masa pandemi COVID-19 ini, dari Maret hingga Juni dengan tidak dipungut pajak.
Dijelaskan Ibnu Sina, stimulus yang diberikan pemerintah kota ini sesuai arahan Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri, dalam relokasi anggaran, pemerintah daerah harus memberikan stimulus bagi yang terdampak ekonomi akibat pandemi COVID-19 ini.
Terkait stimulus yang diberikan PDAM bagi pelanggannya tersebut, dipastikan Ibnu Sina tidak membuat PDAM kinerja PDAM terganggu, namun tetap berakibat bagi pendapatan yang berkurang.
"Kita tidak menuntut PDAM setor ke pemerintah kota besar karena masa pandemi ini, karena fungsi PDAM itu juga sosial," ujarnya.
Menurut Ibnu Sina, ada sektor lain yang PDAM bisa ambil keuntungan selain dari tarif yang dibayar pelanggan, salah satunya data senter.
"Jadi data senter milik PDAM itu baru sekitar 10 atau 15 persen terpakai, bisa jualan data senter, ini salah satu yang bisa dikembangkan akan datang," pungkasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
Menurut Ibnu Sina usai mengikuti rapat paripurna dewan terkait pengesahan perubahan APBD tahun 2020 di gedung dewan kota, Kamis, pencabutan kebijakan yang sudah diterapkan sejak 2017 itu murni untuk merespon aspirasi masyarakat, khususnya masa pandemi COVID-19 yang membuat ekonomi makin sulit.
"Aspirasi inikan disuarakan lewat DPRD saat turun reses ke lapangan, disuarakan para pelanggan juga secara langsung, ditambah lagi masa pandemi COVID-19 ini, kita harus membantu masyarakat yang terdampak," ujarnya.
Dia membantah karena momentum Pilkada, tapi karena momentum pandemi COVID-19, sebagai waktu yang tepat untuk membantu meringankan beban masyarakat, di mulai pembayaran tarif pada Oktober 2020.
Dia mengungkapkan yang sangat terdampak kebijakan tarif minimum ini sebanyak 21 ribu pelanggan katagori Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang sebenarnya menggunakan air di bawah 10 kubik tersebut, namun tetap bayar 10 kubik.
"Jumlah 21 ribu itu sama dengan jumlah penduduk miskin di kota ini, dari sebanyak 179 ribu pelanggan PDAM Bandarmasih," ujar Ibnu Sina.
Sehingga, kata dia, dihilangkannya kebijakan tarif minimum 10 kubik itu, yang merasakannya adalah sebanyak 21 ribu keluarga miskin tersebut paling utamanya.
Ibnu Sina mengatakan, keringanan bagi pelanggan PDAM di masa pandemi COVID-19 ini sebelumnya juga sudah juga diberikan, sebagai stimulus untuk meringankan masyarakat yang terdampak langsung ekonominya akibat pandemi COVID-19 ini.
"Sebelumnya beberapa bulan tarif diberi pemotongan hingga 50 persen bagi pelanggan MBR ini," ungkapnya.
Termasuk juga, kata dia, kebijakan pemerintah kota memberi stimulus bagi usaha perhotelan dan restoran pada masa pandemi COVID-19 ini, dari Maret hingga Juni dengan tidak dipungut pajak.
Dijelaskan Ibnu Sina, stimulus yang diberikan pemerintah kota ini sesuai arahan Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri, dalam relokasi anggaran, pemerintah daerah harus memberikan stimulus bagi yang terdampak ekonomi akibat pandemi COVID-19 ini.
Terkait stimulus yang diberikan PDAM bagi pelanggannya tersebut, dipastikan Ibnu Sina tidak membuat PDAM kinerja PDAM terganggu, namun tetap berakibat bagi pendapatan yang berkurang.
"Kita tidak menuntut PDAM setor ke pemerintah kota besar karena masa pandemi ini, karena fungsi PDAM itu juga sosial," ujarnya.
Menurut Ibnu Sina, ada sektor lain yang PDAM bisa ambil keuntungan selain dari tarif yang dibayar pelanggan, salah satunya data senter.
"Jadi data senter milik PDAM itu baru sekitar 10 atau 15 persen terpakai, bisa jualan data senter, ini salah satu yang bisa dikembangkan akan datang," pungkasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020