Jakarta (ANTARA) - Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Medrilzam mengatakan pertumbuhan ekonomi 5,7 persen hanya bisa tercapai dengan menjalankan pembangunan rendah karbon.
Dalam lokakarya 2050 Pathways bertema Vision 2050: Indonesia and the Long-term Objective of the Paris Agreement di Jakarta, Senin, Medrilzam mengatakan Bappenas telah melakukan berbagai penaksiran yang hasilnya menunjukkan daya dukung dan daya tampung lingkungan tidak akan mendukung jika pembangunan dilakukan secara business as usual (BAU).
“Parameternya tutupan hutan terus berkurang, kelangkaan air meluas, keanekaragaman hayati semakin mengecil. Termasuk persoalan energi, juga energi baru terbarukan tidak naik signifikan jumlahnya kita akan kena krisis energi mengingat 'demand' energi semakin tinggi. Ujung-ujungnya bergantung pada batu bara, padahal ada batasannya,” katanya.
Selain soal daya dukung dan daya tampung, ia mengatakan semua itu akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ekonomi makro menghitung termasuk daya dukung daya tampung, dan akan sulit jika transformasi besar tidak dilakukan.
Pertumbuhan ekonomi bukan meningkat ke angka 5,7 persen tetapi hanya 4,3 persen.
“Ini tidak diinginkan, makanya Inisiatif rendah karbon diperkenalkan. Kebijakan yang masih 'brown' harus sudah 'green', sehingga harapannya grafik naik ke atas,” katanya.
Jika masih memakai pola perencanaan sekarang, kata dia, target pertumbuhan ekonomi yang “hijau” akan sulit tercapai. Oleh karena itu, harus dipertimbangkan daya dukung dan daya tampung, emisi gas rumah kaca.
Khusus emisi, Indonesia menargetkan menurunkan emisi dan intensitas emisi. Penurunan emisi tidak boleh mengganggu ekonomi dan Produk Domestik Bruto (PDB).
Kebijakan yang perlu didorong, menurut dia, efisiensi energi dan pengembangan energi baru terbarukan.
“Saat ini energi baru terbarukan baru mencapai sekitar delapan persen, butuh 'quantum leap' untuk bisa mencapai target 23 persen energi baru terbarukan dari total target 'energy mix' di 2023,” kata dia.
Jika deforestasi masih terjadi dan pengelolaan lahan gambut tidak beres, Medrilzam mengatakan target penurunan emisi gas rumah kaca 29 persen pada 2030 sesuai dalam dokumen Komitmen Kontribusi Nasional (Nationally Determined Contribution/NDC) juga tidak akan tercapai.