Gubernur Kalimantan Selatan Rudy Ariffin menyayangkan dihapusnya Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional dan Sekolah Bertaraf Internasional oleh Mahkamah Konstitusi karena sekolah tersebut bertujuan untuk memacu kompetisi siswa dan sekolah.
"Secara pribadi saya sangat menyayangkan dihapusnya program RSBI/SBI, karena sekolah tersebut bertujuan untuk mencetak sumber daya manusia lebih baik lagi," kata gubernur di Banjarmasin, Kamis.
Gubernur mencontohkan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) Banua yang merupakan SMA Bilingual Boarding School didirikan atas kerja sama Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dengan Yayasan PASIAD Turki.
Sekolah yang berstatus sekolah negeri tersebut merupakan sekolah yang diperuntukkan untuk anak-anak yang memiliki kemampuan akademik lebih baik dari pada siswa lainnya, yang diambil dari masing-masing kabupaten.
Sekolah tersebut, kata dia, tidak dipungut biaya apapun dan berdasarkan seleksi yang cukup ketat, dengan harapan dari sekolah tersebut akan diperoleh anak-anak yang memiliki potensi tinggi untuk pengembangan sumber daya manusia daerah.
"Dengan keluarnya keputusan MK tersebut ke depan, sekolan Banua akan menjadi sekolah biasa, namun kurikulumnya tetap seperti yang telah ditetapkan saat ini," katanya.
Sementara terkait subsidi pemerintah khusus untuk RSBBI/SBI yang secara otomatis akan dicabut, Gubernur mengatakan pihaknya akan mempelajari lebih lanjut tentang ketentuan tersebut.
Mengingat tambah dia, selama ini operasional SMA Banua diambilkan dari dana APBD Pemprov Kalsel sedangkan kurikulum yang diterapkan di sekolah ini merupakan penggabungan antara KTSP dan kurikulum yang dimiliki PASIAD.
Menurut dia, tidak menutup kemungkinan ada kebijakan-kebijakan lebih lanjut terkait persoalan RSBI/SBI tersebut, mengingat di daerah lain, baik itu di Jakarta, Jawa dan lainnya cukup banyak RSBI/SBI yang telah beroperasi, baik yang negeri maupun swasta.
"Kita lihat bagaimana ketentuannya, karena kita belum bisa melihat secara pasti dan jelas," katanya.
Sebagaimana diberitakan beberapa media massa nasional, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan keberadaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional dan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI/SBI) tidak ada lagi. Dengan demikian, status RSBI/SBI kembali menjadi sekolah biasa.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menilai keberadaan RSBI/SBI telah menimbulkan perlakuan diskriminatif di dunia pendidikan, sehingga dianggap bertentangan dengan prinsip konstitusi, karena hanya anak-anak orang kaya yang bisa masuk ke RSBI karena biaya yang lebih tinggi dibanding sekolah reguler.
Tidak hanya itu, MK menyatakan keberadaan RSBI/SBI berpotensi menjauhkan dunia pendidikan dengan jati diri bangsa. Hal ini didasarkan pada fakta penggunaan bahasa asing yakni bahasa Inggris dalam setiap jenjang pendidikan.