Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Perempuan Perikanan (Kiara) Susan Herawati Romica menyatakan negara harus bisa mengambil berbagai langkah dan kebijakan yang lebih mengakui peran perempuan nelayan di Tanah Air.
"Peran perempuan hari ini masih belum diakui oleh negara," kata Susan Herawati di Jakarta, Minggu.
Menurut Susan, berbagai catatan Kiara tentang perempuan nelayan antara lain adalah mereka bekerja hampir 17 jam dalam sehari dan berkontribusi 48 persen dalam ekonomi keluarga nelayan di berbagai daerah.
Selain itu, ujar dia, di dalam kebijakan yang dibuat pada saat ini, tidak disebutkan secara jelas tentang perempuan nelayan.
Ia berpendapat, hal itu penting karena masyarakat saat ini masih patriarkis sehingga tidak disebutnya perempuan nelayan sebagai salah satu subjek hukum dinilai bakal berdampak kepada adanya penghilangan identitas mereka.
"Dalam UU No 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam, dari 150 ayat lebih, hanya ada satu kata perempuan yang disebutkan," katanya.
Susan mengungkapkan, peran perempuan dalam regulasi perundang-undangan tersebut hanya menyebutkan bahwa peran perempuan berkontribusi dalam rumah tangga nelayan, yang dinilai sebagai bentuk domestifikasi perempuan nelayan.
Perlu diingat, lanjutnya, bahwa ada sekitar 3,9 juta perempuan nelayan yang berkontribusi dalam rantai produksi perikanan.
"Perannya (perempuan nelayan) bukan cuma urusan domestik, tapi juga ruang publik seperti pemasaran, melakukan penangkapan ikan, dan lainnya," tegasnya.
Sekjen Kiara mengemukakan, hari ini pengakuan perempuan nelayan masih butuh perjuangan karena kebijakan yang ada terkait perikanan dinilai masih belum ramah gender.