Tak banyak masyarakat Kalimantan Selatan mengenal lokasi wisata alami air Banyu Panas yang terletak di lingkungan Balai Adat Banyu Panas di antara Desa Atiran dan Pembakulan.
Lokasi wisata air panas yang berada di Kecamatan Batang Alai Timur tersebut memang belum sepopuler wisata air panas Hantakan.
Menurut warga lokal Joni, untuk menempuh lokasi Balai Adat Dayak Banyu Panas terbilang jauh yaitu sekitar 30 km dari Barabai, Ibu Kota Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Untuk menuju lokasi tersebut, pengunjung bisa menggunakan kendaraan roda empat hingga Desa Sulangai.
Namun lebih ideal dengan menggunakan roda dua, karena kondisi jalan berbatu dan licin, terlebih jika hujan turun, pengunjung mesti berjibaku dengan lumpur dan posisi jalan memutari tebing gunung.
Pengunjung perlu kepiawaian dalam mengendarai kendaraan roda duanya, terlebih di malam hari.
Karena di lokasi tersebut tanpa ada lampu penerangan jalan umum, hal itu diperparah dengan kondisi jalan yang becek, berbatu, berlobang berliku dengan tanjakan yang curam, serta naik dan turun.
Jalan rusak menuju balai dari desa Sulangai, Ibu Kota kecamatan Batang Alai Timur dengan menempuh jalan sekitar dua kilometer bisa ditempuh dengan waktu sekitar 15-25 menit.
Sesampainya di lokasi, pengunjung harus menyeberangi sungai dengan menggunakan jembatan gantung yang dibangun dengan konstruksi kayu ulin atau kayu besi masih dengan menggunakan roda dua.
Setelah melalui jalan yang rusak, berliku, menanjak dan turun, selanjutnya pengunjung bisa menikmati perjalanan yang lumayan santai.
Karena kondisi jalan lumayan baik dengan disemen dari proyek Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) hingga balai adat.
Sementara itu, sebagian besar masyarakat di lokasi tersebut berprofesi sebagai petani dan pekebun karet.
Mereka sebagian besar membangun tempat tinggalnya dengan konstruksi kayu ulin, namun sebagian juga sudah ada yang berlantaikan semen atau marmer.
Namun sayang di permukiman tersebut sulit ditemukan fasilitas MCK.
Ada kemungkinan warga di desa itu masih terbiasa dengan membuang air besar di jamban yang banyak dibangun di pinggir-pinggir sungai.
Sedangkan lokasi banyu panas yang jaraknya sekitar 30 meter dari lokasi permukiman itu bisa ditempuh dengan berjalan kaki.
Pengunjung pertama masuk ke lokasi Banyu Panas, akan disuguhi oleh beberapa kolam-kolam kosong, sementara tidak jauh dari lokasi tersebut terlihat air mengalir cukup jernih. Manakala pengunjung mencelupkan kaki ke sumber air panas akan terasa hangat.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, air panas itu dipercaya memiliki khasiat untuk pengobatan penyakit kulit dan yang lainnya.
Staf Kecamatan Batang Alai Utara, Nisa menerangkan fungsi beberapa kolam yang kini kosong itu rencananya untuk menampung air panas seperti di lokasi air panas Hantakan.
"Namun proyek ini gagal," tukasnya. Karena belum tersedianya infrastruktur, seperti mesin pompa air untuk memindahkan air panas dari sungai atau sumber ke kolam.
Karena minimnya prasarana tersebut, pengunjung dapat langsung menikmati sensasi air panas dengan mencari posisi tepat berendam di dekat sumber airnya langsung.
Perjalanan melelahkan menuju obyek wisata Banyu Panas terbayar karena penulis berkesempatan menyaksikan pesta perkawinan yang tengah berlangsung antara pasangan Syahrudin dari Tampaan, Halong Kabupaten Balangan dengan Utit perempuan adat setempat.
Perkawinan dilaksanakan secara adat yang berlangsung meriah selama dua hari dua malam, dengan berbagai hiburan seperti, digelarnya pasar malam dadakan, organ tunggal, serta acara lainnya.
"Undangan yang datang kampung baik dari Kabupaten Hulu Sungai Tengah maupun dari kabupaten tetangga, cukup besar," ujar Nisa.
Diantaranya, mereka datang dari Balai Hungi, Atitan, Pembakulan, Mariringan, Indan, Ribuan. Pihak mempelai menyediakan jamuan dengan menu khas lokal, diantaranya, masakan habang.
Meski berada di ujung daerah Hulu Sungai Tengah, mempelai laki-laki tetap harus menyediakan mahar atau mas kawin sebesar Rp15 juta ditambah sumbangan dari kerabat dan warga lainnya.
Perkawinan dipimpin oleh Penghulu adat didampingi Balian, penghulu menyampaikan nasehat atau baamang yang berisikan memanjatkan doa kepada Tuhan agar perkawinan tersebut syah yang dikenal dengan sebutan "Bahatara dan Jiwatra".
Puncak kemeriahan pesta perkawinan tersebut terjadi antara pukul 20.00 Wita hingga dini hari. Undangan bertahan sampai satu atau dua hari, "Batatai" atau bersanding juga dilakukan malam hari.
Pada puncak pesta, sekitar pukul 23.00 Wita dilakukan penombakan dua ekor babi.
Sebelum dilakukan kegiatan tersebut, Penghulu juga memberikan nasehat-nasehat kepada kedua mempelai pada saat batandik.
Prosesi pernikahan itu dapat dikatakan sah atau resmi apabila kedua mempelai menyerahkan babi masing-masing satu ekor, sebagai Pamalas penganten atau syarat syahnya yang harus disediakan.
Babi yang diserahkan kedua mempelai juga tidak ditentukan, bisa berupa babi hitam bisa juga babi merah.
Sebelum dimasak, babi tersebut ditombak hingga mati lalu dibersihkan. Juru masak langsung mengolah daging babi itu dengan beberapa jenis menu untuk jamuan penutup bagi undangan antara.
Menggelar pesta pengantin di lokasi balai adat dan wisata banyu panas, sudah menjadi tradisi bagi masyarakat lokal. Terutama pada acara aruh adat dan pengadilan adat.
Selain untuk pesta pernikahan, bagi pengantin yang hendak bercerai juga harus dilakukan di tempat yang sama dengan penghulu yang sama pula.