Upaya pelestarian dan perlindungan kawasan hutan yang dilakukan masyarakat, pemerintah dan seluruh pihak terkait dari penjarahan maupun alih fungsi lahan merupakan keputusan yang sangat tepat.
Program penguatan perekonomian melalui pelestarian kawasan hutan, dengan melibatkan seluruh masyarakat yang berada di sekitar kawasan melalui program Hutan Tanaman Rakyat (HTR), terbukti mampu meningkatkan kualitas lingkungan dan perekonomian masyarakat.
Dari pengembangan kawasan hutan, kini sebagian masyarakat Kalimantan Selatan, telah mampu menikmati legitnya keuntungan dari hasil sumber daya lokal hutan tanpa merusak kelestariannya.
Salah satu usaha yang kini telah mampu mengangkat kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan hutan rakyat, adalah budi daya lebah kelulut.
Hutan Tanaman Rakyat yang selanjutnya di singkat HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi, yang dibangun oleh kelompok masyarakat, untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan.
Petani Kalimantan Selatan mulai fokus mengembangkan madu lebah kelulut sejak beberapa tahun lalu.
Pengembangan tersebut, karena permintaan pasar terhadap madu khas Kalimantan tersebut cukup besar, baik untuk pasar lokal maupun nasional.
Saat ini, terdapat sekitar 200 kelompok tani yang mengelola sektor kehutanan, setiap kelompok minimal beranggotakan 25 orang.
Selain itu, juga terdapat sekitar 400 orang penyuluh swadaya yang bakal membantu petani dalam meningkatkan berbagai potensi yang bernilai ekonomis tinggi, termasuk pengembangan madu yang rasanya manis-manis asam tersebut.
Berkat upaya pemerintah, yang terus mendorong usaha kehutanan dan upaya mengenalkan hasil hutan nonkayu tersebut ke pasar nasional maupun internasional, kini para petani madu kelulut kewalahan melayani konsumen.
Peternak kewalahan memenuhi permintaan pasar terhadap madu kelulut, sehingga kendati harga yang dibandrol cukup tinggi, madu dengan rasa masam tersebut tetap diburu oleh pembeli.
Kepala Dinas Kehutanan Kalsel Hanif Faisol Nurofiq, mengatakan saat ini hampir seluruh kelompok petani kehutanan di Kalimantan Selatan mengembangkan peternakan madu kelulut.
Kendati demikian, para peternak madu kelulut, belum bisa memenuhi permintaan pasar yang cukup tinggi, bahkan beberapa distributor harus berebut mendapatkan produk lebah endemik Kalsel tersebut.
Masih kecilnya produksi lebah kelulut tersebut, membuat harganya cukup mahal sekitar Rp180 ribu per botol.
Kini Dinas Peternakan, terus berupaya mendorong peningkatan produksi dan pemasaran madu lebah kelulut tersebut, antara lain dengan menyertakan dalam setiap pameran yang diikuti oleh Pemprov Kalsel, di dalam maupun luar daerah.
Bahkan setiap kali mau pameran, distributor terpaksa menjaga produksi madu, jangan sampai kehabisan.
Tingginya nilai ekonomis madu kelulut, yang dihasilkan oleh lebah yang biasa hidup di kayu atau pohon tersebut, kini delapan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kalsel, juga mengembangkan sektor ini.
Kalimantan Selatan, kini memiliki delapan KPH, yaitu KPH Kayu Tangi, KPH Hulu Sungai, KPH Balangan KPH Tabalong, KPH Tanah Laut, KPH Kusan, KPH Cantung dan KPH Pulau Laut Sebuku.
KPH-KPH tersebut, bekerja di tingkat tapak wilayah masing-masing, artinya pengawasan terhadap pengelolaan dan pengembangan sektor kehutanan, langsung menjadi tanggung jawab instansi tersebut, tapi tetap di bawah kendali Dinas Kehutanan Kalsel.
KPH ini terbentuk, setelah semua kewenangan kehutanan (di dinas kehutanan kabupaten /kota) diserahkan kepada provinsi.
"Seluruh KPH tersebut, kini mengembangkan madu kelulut untuk membantu meningkatkan produksi dan mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat," katanya.
Hanif berpesan, kendati peminatnya cukup banyak, peternak wajib menjaga kualitas agar tetap terjamin keasliannya.
Walaupun produksi masih belum sesuai dengan kebutuhan pasar, jangan sampai peternak mengabaikan kualitas.
Endemik
Lebah kelulut merupakan lebah endemik Kalsel, yang dikenal cukup militan dan setia, sehingga pada saat tempat untuk hidupnya sudah habis, maka lebah tersebut akan mati.
Seperti disebutkan di Wikipedia, lebah kelulut atau kelulut (meliponini) ialah lebah yang tidak menyengat dan bisa menghasilkan madu sama seperti lebah madu.
Saat ini, diperkirakan, hampir 500 spesies kelulut terdapat di seluruh dunia, yang bisa ditemui di kawasan-kawasan tropika dunia, seperti Australia, Afrika, Asia tenggara, dan kawasan tropika Amerika.
Salah seorang peternak lebah kelulut asal Desa Lokpaikat Kabupaten Tapin Rabby (32) sejak beberapa tahun terakhir, memulai peruntungan usaha budi daya serangga dengan bahasa latin `Meliponula Ferruginea` tersebut.
Dia memulai budi daya lebah kelulut sejak 2011 dengan mencari sarang lebah kelulut sendiri ke hutan.
Peternak yang sebelumnya sebagai buruh serabutan itu mengatakan, awalnya ia hanya memiliki 10 buah sarang kelulut atau lebih dikenal dengan sebutan stuf dengan mencari sendiri ke hutan.
Seiring dengan banyak permintaan, kini dia telah memiliki 400 stuf lebah kelulut jenis Itama yang mempunyai kelebihan hasil produksi yang lebih cepat
Madu kelulut, bisa dipanen setiap 2 bulan sekali bila cuaca sedang baik atau tidak hujan, setiap stuf bisa menghasilkan 200 mili liter dengan harga Rp125 ribu.
Artinya, setiap kali panen, Raby bisa menghasilkan Rp125 ribu X 400 setara Rp50 juta. dalam satu tahun, madu kelulut bisa dipanen hingga empat kali.
Begitu panen, madu-madu tersebut langsung habis diborong oleh pembeli atau pengumpul dari Kalimantan bahkan dari luar provinsi.
Sekitar tempat budi daya, juga ditanami pohon Kaliandra dan lengkeng yang berguna untuk pakan lebah kelulut, dan hasilnya juga bisa dimakan atau dijual.
Hal yang sama juga dilakukan oleh peternak madu kelulut dari Kabupten Tabalong, Desa Lok Batu Kecamatan Haruai, Syakhbani yang juga mengembangkan budidaya madu dari Kelulut (klanceng) yang dikenal kaya manfaat.
Kini dia, telah memiliki 75 sarang kelulut dan menjual hasil seharga Rp60 ribu per 100 mili liter.
Kesuksesan pengembangan perekonomian kawasan hutanan tersebut, hanyalah satu dari ribuan cerita kesuksesan peningkatan kesejahteraan masyarakat, apabila seluruh pihak terkait, selalu berupaya menjaga kelestarian hutan dan lingkungan.
Kini, saatnya Kalimantan Selatan berjuang mengembalikan kejayaan sektor kehutanan, sebagaimana masa keemasan, sebelum datangnya masa pembabatan hutan dan bangkitnya sektor pertambangan.
Menjaga hutan, berarti menjaga lingkungan, menjaga lingkungan berarti menjaga kelangsungan hidup seleruh penghuni alam, yang berarti juga menjaga siklus pertumbuhan ekonomi tetap lestari.
Sebagaimana disampaikan dalam ayat suci AlQuran, "dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (Kami menciptakannya pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya." (QS. 15 : 19-20).