Beberapa hari terakhir foto yang mirip makelar kasus pajak Gayus HP Tambunan menjadi berita utama di hampir semua media cetak dan elektronika nasional.
Gayus yang sedang menjalani persidangan dan tercatat sebagai penghuni Rumah Tahanan Markas Komando (Rutan Mako) Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, ternyata bisa berkeliaran menghirup udara bebas hingga di Pulau Dewata Bali untuk menyaksikan pertandingan tenis.
Hal itu menjadi sorotan masyarakat yang mengharapkan perbaikan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di daerah segera melakukan pengetatan dan memperbaiki manajemen di hotel prodeo tersebut.
Berdasarkan aturan, selain untuk keperluan persidagangan di Pengadilan, tahanan atau narapidana memang memiliki hak keluar dari Lapas.
Diantaranya, untuk keperluan pemeriksaan kesehatan kesehatan/berobat, menjadi wali pengatin, menjenguk keluarganya sakit dan pembagian harta warisan.
Patut dipertanyakan, jika diluar ketentuan tersebut, seorang anak binaan Lapas bisa menghirup udara segar di luar hotel prodeo, ujar Kasi Bimbingan Narapidana dan Anak Didik Lapas Kotabaru, Suryanto.
"Meskipun telah di atur, untuk mendapatkan izin keluar tersebut tidaklah mudah, harus melalui prosedur yang benar," katanya menjelaskan.
Menurut Suryanto, prosentase keluar Lapas dengan alasan melakukan pemeriksaan kesehatan atau berobat mendominasi dari pada izin keluar untuk menjadi wali nikah, pembagian warisan atau keluarganya sakit.
Sebagai pelaksana, Lapas tidak dapat berbuat apa-apa selain menjalankan ketetapan, karena izin berobat itu telah diperoleh anak binaanya dari pejabat yang menahan, seperti Kejaksaan, Kepolisian.
Berbeda jika anak binaan itu telah menjadi narapidana, izin berobat itu bisa diperoleh dari Kepala Lapas Kotabaru.
"Sebelum keluar Lapas pun, kami perlu melakukan pengecekan terhadap keluarganya jika alasan keluar itu karena keluarganya sakit atau jika akan menjadi wali nikah ataupun pembagian warisan," ujar Suryanto.
Ia khawatir izin tersebut disalahgunakan, sehingga anak binaanya dapat menghirup udara segar dengan cara mengelabuhi petugas di Lembaga Pemasyarakata.
Untuk menepis atau mengurangi kekhawatirannya itu, Suryanto berpendapat agar Lapas dilengkapi dengan petugas kesehatan, seperti, dokter, perawat, serta sarana dan prasarananya juga harus dilengkapi.
Karena selama ini, kata dia, mereka izin keluar untuk berobat atau memeriksakan kesehatannya, sementara di Lapas sendiri belum memiliki dokter dan sarana pendukung yang lainnya.
Sehingga mereka terpaksa dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Kotabaru, bahkan ke Banjarmasin.
Akan tetapi jika dokter, perawat dan sarana dan prasarananya telah terpenuhi di Lapas, maka izin keluar anak binaanya dapat diminimalisir, khsusunya untuk yang beralasan berobat.
Hingga saat ini, Lapas Kotabaru baru memiliki seorang perawat kesehatan, sementara anak binaan yang harus ditangani berjumlah 534 orang, terdiri dari 424 orang tahanan dan 111 orang narapidana.
"Selain masalah over kapasitas, kita juga memiliki masalah perawatan kesehatan, karena petugas kesehatana tidak terpenuhi jadi setiap ada anak binaan yang sakit terpaksa dirujuk ke RSUD Kotabaru," terangnya.
Masalah anak binaan dengan dokter sangatlah penting, sehingga harus mendapatkan perhatian khusus.
Tidak berminat
Suryanto mengaku telah beberapa kali membuka pengumuman penerimaan dokter di Lembaga Pemasyarakatan Kotabaru.
Namun tidak satupun dokter berminat untuk mendaftarkan diri di Lapas tersebut.
"Tidak tahu kenapa itu terjadi," tandasnya.
Bahkan Lapas Kotabaru juga sempat berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat agar bersedia memberikan seorang dokter untuk bertugas di Lapas.
"Namun usaha kami itupun gagal," demikian Suryatnto.
Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kotabaru Niko, menegaskan, Bantaran adalah hak tahanan dan narapidana, sesuai aturan yang berlaku.
Niko menjelaskan, Bantaran atau keluar untuk berobat atau pemeriksaan kesehatan adalah menjadi hak keluar narapidana atau tahanan tanpa pemotongan lama tahanan.
"Kita tidak dapat melarang mereka untuk berobat, karena jika terjadi sesuatu kita dapat disalahkan," ujarnya.
Namun demikian, meski mereka diizinkan keluar untuk berobat, petugas tetap mendampingi tahanan selama di luar Lapas.
M Talkah mantan penghuni Lapas Kotabaru, mengatakan, pihaknya telah dua kali menggunakan hak Bantaran untuk berobat.
"Selama di Lembaga Pemasyarakatan, saya dua kali menggunakan izin berobat, karena sakit jantung," tuturnya.
Talkah mengku tidak akan mengajukan izin keluar untuk berobat, jika di Lapas sendiri telah tersedia dokter spesialis.
"Jangankan dokter spesialis, dokter umum saja tidak ada tersedia di Lapas," demikian Talkah.
Mantan General Manager PT Pelindo III Kotabaru yang divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Kotabaru karena tidak terbukti atas dugaan kasus tindak pidana korupsi itu menjelaskan, untuk mendapatkan izin berobat tidaklah susah.
"Karena itu menjadi hak penghuni Lapas," ujarnya.
Dia mengharapkan agar Lapas di Kotabaru dilengkapi dengan petugas kesehatan, medis dan paramedis serta sarana dan prasarana yang cukup.
Selain itu, dia juga berharap ada pembenahan terhadap manajemen Lapas agar tidak disalahgunakan oleh oknum.
Sementara itu, petugas Lapas berpendapat kasus Gayus yang bisa keluar masuk tahanan menjadi pelajaran bagi semua pihak.
Lipsus - ANTARA NARAPIDANA DAN DOKTER Oleh Imam Hanafi
Selasa, 23 November 2010 11:23 WIB