Presiden Joko Widodo memerintahkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) agar kebun milik petani yang masuk dalam kawasan hutan dikeluarkan dari kawasan hutan, setelah itu kebun tersebut harus segera diberi sertifikat secara gratis.
"Perkebunan yang masuk kawasan hutan sudah saya perintahkan untuk dikeluarkan dari kawasan hutan untuk nantinya diberikan sertifikat, tapi ini khusus untuk kelapa sawit milik rakyat, yang sudah pegang sertifikat yang hadir di sini tolong diangkat biar kelihatan, nanti setelah ini akan lebih banyak lagi yang pegang sertifikat," kata Presiden pada acara Penanaman Perdana Program Peremajaan Kebun Kelapa Sawit di Desa Panca Tunggal, Kecamatan Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, Jumat (13/10).
Rilis yang diterima dari GAPKI menyebutkan, dalam kesempatan tersebut, Presiden mengingatkan kepada para petani agar serius mengikuti program peremajaan (replanting) tanaman sawit ini.
"Ini perlu saya ingatkan, hari ini sudah mulai peremajaan, replanting, tapi setahun lagi atau awal 2019 akan saya cek kembali. Kerja dengan saya pasti saya cek, enak saja tidak dicek, jadi barang atau tidak? Jadi bibitnya, jadi bener dan baik tidak? Harus dicek, Kalau tidak dicek, enak nanti, setuju tidak?" kata Presiden.
Menurut dia, di Musi Banyuasin ini akan diremajakan 4.400 hektare kebun sawit yang sudah tua. "Biayanya ditanggung pemerintah, bibitnya diberi, benih untuk palawija jagung juga diberi, kurang apa?" ungkap Presiden.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, produktivitas kelapa sawit Indonesia masih tergolong rendah yaitu hanya 3,7 ton/hektare/tahun. Padahal potensinya dapat mencapai 8 ton/hektare/tahun.
Faktor utamanya adalah kondisi pohon kelapa sawit, khususnya milik rakyat yang sudah tua dan rusak. Selain itu juga penggunaan benih yang bagi sebagian petani belum menggunakan benih unggul bersertifikat sehingga perlu dilakukan peremajaan tanaman kelapa sawit seluas sekitar 2,4 juta hektare.
Peremajaan kelapa sawit di Sumsel dilakukan untuk lahan seluas 2.834 hektare untuk 1.308 kepala keluarga.
"Ini kita mulai di Sumatera Selatan lebih dulu. Bulan depan saya dorong masuk ke Sumatera Utara, bulan depannya lagi masuk ke Jambi lalu ke Riau. Tahun ini kita memang akan konsentrasi dulu di pulau Sumatera, tahun depan baru akan saya dorong masuk ke Kalimantan. Kita memang ingin kerja fokus supaya gampang dicek, gampang dikontrol," tutur Presiden.
Presiden menargetkan agar kebun kelapa sawit rakyat juga dapat memproduksi hingga 8 ton/hektare/tahun. "Ini bibit nanti kalau sudah gede bisa produksinya 8 ton, perhektare, CPO. Biasanya petani yang sekarang yang pohonnya sudah 20-25 tahun hanya 2 ton, benar? Berarti kan 4 kali lipat, tapi yang namanya tanaman juga sama dengan kita, harus dirawat, harus dipelihara, kalau swasta bisa, perusahaan bisa, petani pekebun juga harusnya bisa," tegas Presiden.
Di tempat yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjanjikan hasil dari peremajaan (replanting) perkebunan kelapa sawit di Musi Banyuasin tidak akan telantar karena akan diserap oleh perusahaan sawit.
"Pemerintah sendiri telah memfasilitasi perjanjian bersama antara koperasi sawit setempat dengan puluhan perusahaan, ada 26 perusahaan, mereka akan membeli (hasil replanting perkebunan sawit)," tutur Darmin.
Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah petani menjual hasil tanam sawitnya. Sementara itu, perusahaan-perusahaan tersebut nantinya juga akan mengajarkan petani dalam menanam kelapa sawit dengan benar agar hasilnya bisa sesuai target.
Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil menjelaskan, pemerintah akan memberikan modal sebesar Rp25 juta kepada petani yang menerima sertifikat lahan untuk replanting kebun sawit. Sementara, total modal yang dibutuhkan mencapai sekitar Rp50 juta-Rp60 juta.
"Jadi Rp25 juta dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP KS), sisanya pinjaman dari perbankan," kata Sofyan.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono menyambut positif program replanting yang dilakukan pemerintah ini. Pihaknya juga menyambut baik adanya kemitraan antara perusahaan dengan petani.
Kemitraan petani dengan perusahaan ini diperlukan karena nantinya tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan dari kebun petani tersebut akan diserap pabrik milik perusahaan.
"Jadi perusahaan sebagai off takernya mempunyai laverage yang lengkap baik dari aspek modal maupun teknologi. Sehingga perusahaan melalui kemitraan bisa membantu membangun kebun petani yang baik sehingga produktivitasnya bisa tinggi. Ini perlu diperluas untuk dikembangkan sehingga akan terjadi sinergi yang baik antara petani dengan perusahaan," kata Joko.