Masyarakat berhak mendapatkan pelayanan publik tanpa ada diskriminasi atau layanan secara berbeda, perlakuan khusus yang tidak seharusnya atau tidak adil terhadap sesama pengguna layanan.
Baca juga: Ombudsman Kalsel pantau kesiapan Koperasi Merah Putih di Kotabaru
Hal tersebut disampaikan Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan Hadi Rahman saat mengikuti Diseminasi Regional Gap Analysis (RGA) mengenai perlindungan ruang sipil di Kota Banjarmasin, Jumat.
Kegiatan ini, ucap Hadi, merupakan hasil kolaborasi antara Ombudsman RI dan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) yang bertujuan untuk mengidentifikasi kesenjangan dalam perlindungan terhadap ruang sipil dan hak-hak masyarakat di wilayah kota berjuluk kota seribu sungai itu.
Dia juga mengatakan Isu yang diangkat dalam kegiatan tersebut sejalan dengan kewenangan Ombudsman sebagai lembaga pengawas pelayanan publik.
“Harapan kami, kegiatan ini bisa bermanfaat dan berdampak pada perbaikan pelayanan publik, apa yang dihasilkan menjadi referensi dan inspirasi dalam pembuatan kebijakan, penyusunan program kerja, rencana aksi atau gerakan bersama, serta penguatan kesadaran dan pemahaman masyarakat," ujar Hadi Rahman.
Sementara itu, Kepala Pusham ULM Prof Mirza Satria Buana menyampaikan bahwa kegiatan ini diprakarsai oleh Program BASIS YAPPIKA dan Pusham ULM.
Mirza mengungkapkan kegiatan tersebut fokus pada dinamika koordinasi dan respons multi pihak di Kalimantan Selatan, khususnya Banjarmasin, dengan menggunakan pendekatan sosio-legal.
Baca juga: Ombudsman Kalsel sampaikan catatan pengawasan ke Wali Kota Banjarmasin
Data dikumpulkan melalui Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam dengan perwakilan masyarakat sipil dan hasil penelitian menyoroti beberapa isu krusial yang membatasi ruang sipil di Banjarmasin.
Untuk itu sebagai fungsi pengawasan Ombudsman harus memastikan pelayanan publik berjalan dengan baik dan terhindar dari maladministrasi, khususnya dalam konteks kebebasan di ruang publik.
Lebih lanjut dikatakannya, dalam kegiatan diseminasi yang dihadiri oleh berbagai instansi dan organisasi masyarakat tersebut menghasilkan beberapa rekomendasi yang akan disampaikan kepada para pemangku kepentingan terkait. Diantaranya, melakukan kajian mendalam mengenai dasar-dasar yuridis yang membatasi ruang publik.
Selanjutnya, memaksimalkan peran Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), meninjau ulang terhadap ruang sipil di Kalsel dan membentuk forum yang melibatkan masyarakat untuk mewujudkan partisipasi publik.
Kemudian, mendorong implementasi Restorative Justice sebagai alternatif penyelesaian masalah yang berujung pidana serta melakukan sosialisasi kepada OMS mengenai potensi pidana dan informasi terkait Restorative Justice.
Selain itu, forum ini juga menyoroti pentingnya pendampingan pengawasan terhadap pekerja dan buruh, serta peran serikat pekerja dalam mendampingi anggota yang kurang memahami haknya.
Ke depan diharapkan, berbagai rekomendasi yang dihasilkan menjadi dasar untuk tindakan lanjutan yang berdampak positif pada peningkatan pemahaman dan kesadaran akan pentingnya kebebasan ruang sipil yang bisa diakses oleh masyarakat pada umumnya secara berkelanjutan.
Baca juga: Ombudsman Kalsel kawal pengangkatan CASN