Banjarmasin (ANTARA) - Pemerintah dan DPR RI sepakat agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dibahas lebih lanjut dalam Rapat Tingkat II, yakni Rapat Paripurna DPR RI. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Komisi VI DPR RI, Anggia Ermarini saat memimpin Rapat Kerja Tingkat I Komisi VI DPR RI.
”Setelah menerima, mendengarkan, dan melihat pendapat akhir fraksi-fraksi, maka dapat kami simpulkan, maka dari kedelapan fraksi di Komisi VI DPR RI telah menyetujui RUU Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN untuk selanjutnya dibawa pada pembicaraan tingkat II, dalam Rapat Paripurna DPR RI untuk disetujui menjadi Undang-Undang,” ujar Anggia.
Mewakili Pemerintah, Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas menyampaikan, bahwa Pemerintah mendukung RUU BUMN untuk dibahas lebih lanjut dalam Rapat Paripurna.
”Kami mewakili Bapak Presiden RI, dalam rapat ini pemerintah menyatakan mendukung RUU Tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN untuk dibahas lebih lanjut di dalam rapat tingkat II, Rapat Paripurna DPR RI,” tuturnya pada Sabtu (01/02/2025) di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta.
Supratman mengatakan, RUU BUMN ini dibuat untuk mendukung visi dan arah kebijakan pemerintah terkait BUMN dalam rangka mewujudkan Indonesia yang maju dan berdaya saing global.
Selain itu, Pemerintah juga memandang BUMN sebagai aset strategis negara yang memiliki peran vital dalam pembangunan ekonomi nasional.
”BUMN harus terus ditransformasikan menjadi entitas bisnis yang profesional, efisien dan berdaya saing global, antara lain dengan melakukan restrukturisasi, reorganisasi, konsolidasi, refocusing, dan langkah-langkah lain untuk kemudian dapat menciptakan entitas yang lebih ramping, fokus, dan memberikan nilai tambah,” kata Menkum.
Lebih lanjut Menkum menyampaikan, dalam asta cita yang telah dicanangkan, Pemerintah berkomitmen untuk mendorong hilirisasi sumber daya alam guna meningkatkan nilai tambah ekonomi nasional.
”BUMN diharapkan menjadi motor penggerak dalam pengembangan industri pengolahan berbasis sumber daya alam. Nikel, bauksit dan tembaga diharapkan dapat menjadi penguatan rantai pasok industri strategis seperti energi terbarukan dan kendaraan listrik, dan juga untuk peningkatan kandungan lokal dan subtitusi impor untuk memperkuat kemandirian ekonomi,” ucap Supratman.
Selain dalam penciptaan nilai melalui hilirisasi, BUMN juga diharapkan dapat menjadi agen pembangunan nasional dengan melakukan beberapa hal yang dapat memberikan kontribusi fiskal penerimaan negara melalui deviden dan pajak.
”BUMN dapat melakukan peningkatan konektivitas yang berkualitas dan merata di seluruh wilayah Republik Indonesia, peningkatan ketahanan energi pangan nasional, perberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah yang dapat melakukan kontribusi fiskal penerimaan negara melalui deviden dan pajak,” ungkap Supratman.
Selain Menteri Hukum, Rapat Kerja Tingkat I Komisi VI DPR RI ini juga dihadiri oleh perwakilan pemerintah dari Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan dan Kementerian Sekretaris Negara.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kalimantan Selatan, Nuryanti Widyastuti, turut menyambut baik kesepakatan antara Pemerintah dan DPR RI terkait pembahasan lebih lanjut RUU BUMN dalam Rapat Paripurna. Menurutnya, langkah ini merupakan bukti komitmen bersama dalam memperkuat peran BUMN sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional.
"Sebagai bagian dari pemerintah, kami di daerah juga sangat mendukung adanya perubahan ketiga atas Undang-Undang BUMN ini. Dengan regulasi yang lebih adaptif dan responsif, kita dapat memastikan bahwa BUMN mampu menjadi agen pembangunan yang tidak hanya berorientasi bisnis, tetapi juga berkontribusi nyata bagi kesejahteraan masyarakat," ujar Nuryanti pada kesempatan terpisah.
Ia juga menekankan pentingnya hilirisasi sumber daya alam yang diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah, termasuk Kalimantan Selatan.
"Hilirisasi yang disebutkan dalam pembahasan RUU ini tentu juga relevan bagi daerah-daerah penghasil sumber daya alam, seperti Kalimantan Selatan. Dengan kebijakan yang tepat, kita dapat mengoptimalkan potensi lokal untuk memperkuat kemandirian ekonomi nasional," tambahnya.
