Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Sekretaris Komisi III bidang pembangunan dan infrastruktur DPRD Kalimantan Selatan Riswandi berpendapat, angkutan semen PT Conch Indonesia yang beroperasi di Kabupaten Tabalong bisa mengikuti pola pengangkutan batu bara PT Adaro Indonesia.
"Sistemnya mengangkut semen tersebut bisa bekerjasama menggunakan jalan khusus pengangkutan batu bara atau membangun jalan khusus sendiri dan membangun pelabuhan khusus (pelsus) di Sungai Barito," ujarnya di Banjarmasin, Senin.
Perusahaan pertambangan batu bara generasi pertama Kalimantan Selatan (Kalsel) yang beroperasi di Kabupaten Balangan dan Tablong itu tidak menggunakan jalan raya/jalan umu untuk mengangkut hasil tambang mereka, tetapi membuat jalan khusus/jalan sendiri.
Angkutan batu bara perusahaan yang menggunakan fasilitas penanaman modal asing (PMA) itu menggunakan alur Sungai Barito, dengan pelabuhan khusus (Pelsus) mereka di wilayah Kabupaten Barito Timur (Bartim) Kalimantan Tengah (Kalteng).
Dengan menggunakan pola angkutan batu bara tersebut, menurut dia, mungkin tidak bermasalah seperti menggunakan jalan raya/jalan umum yang menimbulkan banyak protes warga masyarakat, karena prasarana perhubungan darat bertambah rusak oleh lindasan armada pengangkut semen.
Pasalnya armada pengangkut semen milik perusahaan asing yang beroperasi di kabupaten paling utara Kalimantan Selatan (Kalsel) itu per unit bermuatan puluhan ton atau melampaui daya tahan beban jalan umum yang kelas III atau maksimal delapan ton.
Menurut anggota Komisi III DPRD Kalsel yang juga membidangi pertambanan dan energi, serta perhubungan itu, angkutan semen dari utara ke selatan (Tabalong - Banjarmasin) bisa saja menggunakan jalan umum asalkan muatan sesuai kemampuan daya tahan beban jalan.
"Karena Peraturan Daerah (Perda) Kalsel Nomor 3 tahun 2008 yang diubah dengan Perda 3/2012 hanya melarang angkutan hasil tambang menggunakan jalan raya/jalan umum di provinsi yang terdiri atas 13 kabupaten/kota ini," tuturnya.
"Larangan tersebut berupa bahan baku/mentah. Sedangkan semen sudah merupakan barang jadi, sehingga tidak bisa memberlakukan Perda 3/2012, kecuali Undang-Undangan (UU) Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009," ujarnya.
Mengenai penerapan UU 22/2009, dia mengatakan, hal tersebut bukan kewenangan pemerintah daerah, tetapi Kepolisian Negara - dalam hal ini Polisi Lalu Lintas (Polantas).
Namun Polantas mungkin sulit menindak armada angkutan semen dengan muatan puluhan ton lewat jalan raya/jalan umum, kalau cuma berdasarkan dugaan melebih ketentuan maksimum daya tahan beban jalan, tanpa alat timbang.
"Oleh sebab itu, salah satu solusi, Komisi III DPRD Kalsel ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub) di Jakarta beberapa waktu lalu berkonsultasi dan sekaligus meminta pembangunan jembatan timbang. Karena pembangunan jembatan timbang merupakan kewenangan pemerintah pusat," katanya.
"Alhamdulillah Kemenhub menanggapi positif usul atau pemintaan kita, tetapi anggaran terbatas, maka untuk sementara menggunakan jembatan timbang bergerak (mobile) yang bisa berpindah-pindah tempat," demikian Riswandi.