Jakarta (ANTARA) - Kementerian Sosial (Kemensos) meluncurkan gelang adaptif untuk penyandang disabilitas grahita (GRITA) guna mencegah tindak kekerasan terjadi terhadap mereka.
Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini di Jakarta, Kamis, mengatakan GRITA tercipta sebagai salah satu respon kasus kekerasan seksual, terutama pada anak-anak tuna grahita.
“Bahkan saya menemukan, karena mereka tidak bisa membela diri saat diproses, sehingga pelaku bebas saat itu,” ujar Mensos Risma.
Sehingga GRITA ditujukan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya kasus kekerasan yang menimpa anak-anak tuna grahita.
Pembuatan gelang tersebut melibatkan Sentra Terpadu Inten Suweno Cibinong, Jawa Barat.
Gelang GRITA berfungsi memonitor detak jantung melalui denyut nadi dan membandingkannya dengan batas tertentu. Jika denyut nadi melebihi batas, maka sirene akan berbunyi dan lampu akan berkedip sebagai penanda kondisi darurat.
Baca juga: Kemensos dan Stafsus Presiden siapkan modul untuk tuna rungu
Pembuatan GRITA melibatkan para dokter spesialis anak dan jiwa dan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan. Alat tersebut dapat digunakan sebagai aksesoris sehari-hari.
Mensos Risma mengatakan anggaran untuk pembuatan gelang disabilitas masih terbatas. Namun dengan mengubah modal belanja, maka hal tersebut dapat terlaksana.
Selain meluncurkan GRITA, Mensos juga membagikan 100 buah gelang disabilitas rungu dan wicara (GRUWI) kepada penerima manfaat.
Gelang tersebut memiliki sensor desibel dan mengalirkan getaran di pergelangan tangan pemakainya, sehingga mereka dapat menyadari suara keras di sekitar mereka. GRUWI diproduksi sendiri oleh penerima manfaat disabilitas di Sentra Terpadu Inten Suweno.
GRITA dan GRUWI dibuat sesuai kebutuhan para penerima manfaat yang telah terdata dan diutamakan berasal dari keluarga tidak mampu. Diharapkan alat tersebut juga dapat digunakan di seluruh Indonesia.
Baca juga: Mensos Risma tekankan perlunya tuna daksa kuasai teknologi terbaru
Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Risbiani Fardaniah