Banjarmasin, (AntaranewsKalsel) - Peneliti hutan rawa dan satwa bekatan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Yoyo mengatakan pohon galam dan pohon sagu merupakan pohon penahan kebakaran alami di kawasan hutan rawa sehingga keberadaannya harus tetap dipertahankan.
Menurut Yoyo di Tapin,Kalimantan Selatan, Senin, keberadaan pohon galam dan sagu mampu menahan kebakaran lahan, sehingga kebakaran lahan tidak meluas sebagaimana terjadi selama musim kemarau ini.
"Pohon galam dan sagu, merupakan salah satu tanaman keras yang tahan api, seperti di Jawa adalah pohon jati, sehingga keberadaannya harus tetap dipertahankan," katanya.
Maka, kata dia, untuk melindungi kawasan konservasi spesies bekantan di hutan rawa galam Sungai Muning, pihaknya mengupayakan untuk menanam pohon sagu dan galam di perbatasan wilayah konversi dengan lahan masyarakat.
"Biasanya untuk kepentingan pertanian, masyarakat membakar lahan, agar kebakaran tersebut tidak merembet ke wilayah konservasi, kita menanam pohon sagu dan memperbanyak galam di daerah perbatasan," katanya.
Pohon sagu, kata dia, akan menjadi benteng bagi wilayah konversi agar tidak ikut terbakar sebagaimana terjadi pada tahun -tahun sebelumnya.
Menurut Yoyo, pohon galam penting untuk terus dipertahankan, karena juga bermanfaat untuk menjaga ekosistem di wilayah rawa, juga habitat yang hidup di dalam kawasan tersebut, termasuk bekantan.
"Sangat penting untuk terus menjaga kawasan hutan galam, bahkan kalau perlu harus dibangun khusus wilayah konservasi hutan galam," katanya.
Bahkan, kata dia, juga perlu dibuat regulasi, agar masyarakat memanen pohon galam sesuai dengan diamter tertentu.
Terancam
Saat ini, kondisi kawasan hutan rawa galam di Kalimantan Selatan, termasuk Kabupaten Tapin semakin terancam akibat maraknya alih fungsi kawasan, untuk berbagai kepentingan terutama perkebunan.
Menurut Yoyo, kerusakan hutan rawa gelam akan menyebabkan terputusnya mata rantai ekosistem kawasan dan berdampak pada banyak hal.
"Tidak cukup dengan mereklamasi kawasan hutan galam, tetapi juga perlu aturan terkait pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat," katanya.
Pemkab, tambah dia, harus membuat perda yang mengatur pemanfaatan kawasan hutan gelam baik untuk kepentingan masyarakat maupun korporasi perkebunan.
Sementara itu,Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Tapin Zain Ariffin mengatakan, alih fungsi lahan di Kabupaten Tapin yang cukup masif,memungkinkan dalam waktu 5-10 tahun, masyarakat tidak akan lagi bisa melihat tanaman galam.
"Mungkin satu dekade ke depan kita akan sulit menjumpai kayu galam, salah satunya akibat penebangan yang dilakukan masyarakat tanpa kontrol," katanya.
Sehingga, kata dia, upaya penyelamatan rawa galam, oleh seluruh pihak terkait sangat mendesak untuk dilakukan.
Pohon galam (melaleuca cajuputi) adalah tumbuhan liar yang hidup di daerah rawa atau lahan gambut. Pohon ini bisa tumbuh mencapai puluhan meter,berdiameter sampai 35 cm.
Galam mempunyai kulit yang tebal namun berlapis-lapis tipis dan bertekstur lunak dengan daun yang mirip daun kayu putih, berbunga warna putih dan buah berwarna hijau mirip seperti anggur namun sedikit lebih kecil.
Warga Kalsel sangat tergantung dengan keberadaan pohon galam ini, karena seluruh aktivitas pembangunan, baik untuk membangun pondasi rumah, siring, jalan dan lainnya, pasti memerlukan pohon galam ini.
Sayangnya, penebangan dengan penanamannya, kini tidak sebanding lgi, sehingga keberadaannya semakin lama semakin sulit dicari.
Peneliti : Pohon Galam Alat Alami Penahan Kebakaran
Selasa, 8 Desember 2015 7:45 WIB
...pohon galam dan sagu, merupakan salah satu tanaman keras yang tahan api, seperti di Jawa adalah pohon jati, sehingga keberadaannya harus tetap dipertahankan,"