Penyelewengan bahan bakar minyak bersubsidi di Indonesia pada 2011 masih cukup tinggi terbukti hingga 30 Juni 2011 terdata sebanyak 155 kasus penyelewengan yang telah ditangani aparat penegak hukum.
Hal tersebut disampaikan Koordinator penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Migas BPH Migas Edi Muhammad Suharyadi di Banjarmasin, Selasa, usai sosialisasi tentang BBM bersubsidi.
Menurut dia, dari 155 kasus yang kini sedang dalam proses hukum tersebut, terdiri dari 119 kasus dalam tahap penyidikan, 27 kasus telah P-21 atau lengkap dan sembilan kasus tahap persidangan.
"Khusus Kalsel telah ada lima kasus penyelewenagan BBM bersubsidi yang tertangkap saat kencing di laut," katanya.
Selain itu, ada beberapa kasus yang juga sedang dalam proses penyidikan.
Dari kasus tersebut, tambah dia, diperkirakan negara mengalami kerugian hingga Rp1 triliun lebih.
"Data tersebut belum merupakan data pasti, diyakini masih banyak kasus yang belum tertangkap dan tertangani," katanya.
Sedangkan pada 2010, tambah dia, terdapat 473 kasus penyelewengan BBM bersubsidi dan sekitar 70 persen diantaranya kini sudah dalam proses persidangan dan beberapa diantaranya sudah putus.
Kerugian negara akibat penyimpangan tersebut, tambah dia diperkirakan sekitar Rp3,8 triliun.
Dari 473 kasus tersebut, PPNS BPH Migas dimintakan menjadi saksi ahli sekitar 211 kasus.
Dari 211 kasus tersebut sebanyak 170 kasus tahap penyidikan, 24 kasus tahap penuntutan (P-21) dan 17 kasus inkrach atau persidangan.
Masing-masing kasus dengan barang bukti yaitu, minyak tanah sebanyak 98.097 liter dengan nilai Rp651,484 juta.
Selanjutnya, minyak solar 387.739 liter senilai Rp2,580 miliar dan barang bukti premium 37.804 liter dengan nilai Rp236,275 juta.
Sekretaris BPH Migas Agus Budi Wahyono mengatakan tingginya kasus penyelewengan tersebut terjadi karena perbedaan harga BBM bersubsidi dan non subsidi yang cukup tinggi.
Kasus penyelewengan paling tinggi diduga di daerah Kalimantan dan Sumatra karena banyaknya perusahaan industri dan perkebunan./B