Jakarta (ANTARA) - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan ketentuan baru administrasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terkait kegiatan di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB atau FTZ).
Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 173/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pembayaran, Pelunasan, dan Pengadministrasian PPN atau PPN dan PPnBM atas Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP) dari dan/atau ke KPBPB.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu Neilmaldrin Noor dalam pernyataan di Jakarta, Rabu, mengatakan beleid ini mengatur penguatan administrasi PPN di KPBPB agar berkeadilan, sederhana, mudah, memberikan kepastian hukum, serta mewujudkan
pengawasan yang efektif.
"Salah satu contoh penguatan administrasi yang diberikan PMK-173 ini adalah kemudahan proses endorsement yang sepenuhnya bersifat elektronik," katanya.
Ia memastikan melalui peraturan tersebut, pengusaha di KPBPB tidak perlu mengajukan permohonan secara terpisah dan menyerahkan berkas fisik karena cukup membuat dokumen Pemberitahuan Perolehan atau Pemasukan BKP/JKP (PPBJ) dan mengunggahnya ke Sistem Indonesia National Single Window (SINSW).
Kemudian sistem di DJP akan tersambung ke SINSW dan bekerja secara elektronik hingga hasil endorsement diberikan. DJP juga telah bekerja sama dengan Lembaga National Single Window (LNSW) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) terkait integrasi data tersebut.
Selain itu, tambah Neil, PMK ini juga mengatur mekanisme pengawasan sekaligus instrumen untuk menciptakan kepastian hukum dan keadilan berupa dokumen PPBJ.
PPBJ adalah dokumen yang harus dibuat pengusaha di KPBPB yang bermaksud memperoleh BKP atau JKP dari Tempat Lain di Dalam Daerah Pabean (TLDDP), Tempat Penimbunan Berikat (TPB), ataupun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
PPBJ juga merupakan dasar bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk menerbitkan faktur pajak dengan kode 07 (penyerahan yang mendapat fasilitas tidak dipungut PPN).
PPJB memuat keterangan mengenai perolehan BKP/JKP, melampirkan salinan perikatan atau perjanjian perolehan Nomor SP- 8/2022 BKP/JKP, dan/atau memuat keterangan mengenai rekening bank pembayaran pengusaha di KPBPB.
Dengan adanya PPJB yang memberikan kepastian hukum terkait tanggung jawab pelunasan PPN, maka apabila tidak diberikan endorsement atas perolehan BKP, maka Pengusaha di KPBPB yang membuat PPBJ wajib melunasi PPN terutang.
"Hal ini juga memberikan kepastian hukum dan keadilan kepada PKP, PKP hanya bertanggung jawab secara administratif sampai dengan membuat faktur pajak dengan benar, apabila endorsement tidak diberikan atau ada masalah lain terkait pemasukan barang, tanggung jawab pelunasan PPN terutang bukan lagi tanggung jawab PKP, melainkan pengusaha di KPBPB yang membuat PPJB," kata Neil.
Ketentuan selengkapnya tentang tata cara pembayaran, pelunasan, dan pengadministrasian PPN/PPnBM atas penyerahan BKP/JKP dari dan/atau ke KPBPB, termasuk salinan PMK173/PMK.03/2021 dan salinan peraturan lainnya dapat dilihat di laman www.pajak.go.id.