Wakil Direktur Reskrimsus Polda Kalsel AKBP Asep Taufik di Banjarmasin, Jumat mengatakan, rencananya pemanggilan kedua tersebut akan dilakukan pada, Rabu (29/7), di Polda.
"Hari ini pengacaranya saja yang datang, menyampaikan bahwa Bupati sedang memiliki kesibukan yang sangat penting di Jakarta, yang tidak bisa ditinggalkan, sehingga pengacaranya meminta agar kembali dijadwalkan pemeriksaan kedua," katanya.
Menurut Asep, kesibukan Bupati bisa dimaklumi oleh pihaknya, karena datang atau tidak adalah hak yang bersangkutan, apalagi statusnya sebagai pejabat negara yang tentunya memiliki kesibukan dan tugas yang tidak bisa dihindarkan.
"Kalau memang sibuk kali ini, akan kita lakukan pemanggilan kedua, kalau ternyata sibuk lagi, akan kita kirimkan pemanggilan ketiga," katanya.
Bila pada pemanggilan ketiga tetap tidak datang, maka akan dilakukan upaya paksa untuk mendatangkan tersangka, sesuai dengan prosedur hukum yang ditetapkan.
Sehingga, kata dia, diharapkan Bupati Irhami bisa lebih kooperatif untuk mengikuti setiap pemeriksaan yang dilakukan oleh Polda Kalsel.
Hingga kini, tambah Asep, pihaknya telah memeriksa 29 orang saksi yang mengetahui secara pasti terkait kasus dugaan penyalahgunaan wewenang tersebut, baik itu saksi dari pemerintahan maupun terkait lainnya.
"Kita juga telah melakukan pencekalan terhadap Bupati agar tidak keluar negeri, suratnya telah kita kirim ke kantor Imigrasi pada 16 Juli hingga 22 Juli 2015," katanya.
Selama ini, tambah dia, pengacara Bupati cukup kooperatif memberikan informasi terkait keberadaan tersangka, namun seharusnya bukan hanya pengacaranya saja yang kooperatif, tetapi juga tersangka, sehingga pemeriksaan bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Sebelumnya, berdasarkan keterangan para saksi dan UU Tindak Pidana Korupsi Pasal 12 E, polisi menetapkan Irhami sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan sebesar lebih kurang Rp17,8 miliar.
Kapolda Kalsel mengatakan, kasus Bupati Kotabaru terkait dugaan pemerasan dan penyalahgunaan jabatan serta kewenangan untuk mengklaim tanah seluas 35 Ha dengan menggunakan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) yang diduga palsu.
"Untuk sementara Bupati tersebut belum dilakukan penahanan karena baru saja ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (9/7)," katanya.
Alat bukti yang telah ditemukan itu di antaranya akta notaris, 17 lembar Surat Keterangan Tanah (SKT) diduga palsu, cek tunai dan bilyet giro senilai Rp17,846.655.500 yang diubah menjadi deposito berjangka.
Atas dasar itu perbuatan tersebut, sementara ini tersangka diduga telah melanggar pasal 12 huruf e UU RI No 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).