Barabai (ANTARA) - Kata 'Santuy' diartikan para anak milenial sebagai plesetan kata lain dari santai atau tepatnya Santuy adalah sinonim dari santai. Para anak muda di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) mulai bangkit dan santuy menghadapi new normal. Banyak UMKM dan usaha cafe yang mulai menjamur di masa pandemi ini.
Para pemuda Barabai kemungkinan juga sangat mengetahui status HST di zona merah dan resiko jika tertular COVID-19, namun mereka lebih memilih santai, bersama teman-teman atau keluarganya menikmati live musik di cafe maupun angkirangan.
Hal itu terlihat dari banyaknya anak muda yang berkumpul jika ada live musik digelar, sambil nyanyi-nyanyi dan juga ada yang joget. Tak ada razia ataupun yustisi, himbauan hanya secarik kertas kelengkapan administrasi.
Menganggap zona merah biasa-biasa saja bukanlah hal yang baik, namun menikmati bersantai setelah lelahnya bekerja seharian juga penting untuk menambah semangat di hari berikutnya.
Di tengah pandemi COVID-19 ini juga jauh lebih berharga menjaga kesehatan dan menghindari kerumunan.
Seorang naturalis dan ahli geologi Inggris yang paling dikenal teori evolusi, Charles Robert Darwin pernah mengatakan, bukan yang paling kuat yang bisa bertahan hidup, bukan juga yang paling pintar. Yang paling bisa bertahan hidup adalah yang paling bisa beradaptasi dengan perubahan.
Mengutip kata-kata tersebut, sudah mampukah masyarakat Indonesia dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) mampu beradaptasi dengan pandemi COVID-19, yang mulai diumumkan pemerintah sebagai pandemi pada Maret 2020.
Sudah dua tahun lebih paras cantik dan tampan wanita dan lelaki Hulu Sungai tertutup masker jika keluar rumah serta setiap hari mendengarkan himbauan menjaga jarak jika terlalu dekat, dengan melihat di spanduk-spanduk tutorial cara mencuci tangan dengan benar.
Jenuh dan lelah mungkin itulah yang saat ini terlihat, sehingga masyarakat butuh refresing dan santuy. Tidak hanya pemerintah yang lelah karena harus menghabiskan anggaran triliunan rupiah namun kasus positif tak kunjung melandai, masyarakat juga lebih susah dengan berbagai kebijakan yang diterapkan.
Beberapa kebijakan yang diterapkan, seperti lockdown, PSBB dan paling teranyar adalah istilah PPKM, hingga kini belum membuat kasus COVID-19 melandai.
Bahkan warga Barabai Eko, memplesetkkoan kepanjangan PPKM menjadi pelan-pelan kita mati, karena akibat COVID-19, banyak sektor yang terdapampak terutama ekonomi.
Lonjakan kasus COVID-19 saat ini juga diduga pascagebrakan percepatan vaksinasi yang digaungkan pemerintah. Kalau ditanya siapa yang salah, pemerintah dan warga sama-sama lalai tidak mematuhi prokes.
Dengan narasi dan terkesan intervensi bakal tidak mendapatkan layanan atau bantuan pemerintah jika tidak divaksin, warga justru lebih takut tidak mendapatkan lagi beras atau BLT dibanding virus itu sendiri, hingga rela antri desak-desakan demi sedosis Sinovac.
Gelaran vaksinasi yang digelar pemerintah daerah kerjasama dengan berbagai instansi vartikel lainnya begitu akbar bak festival kerumunan yang ditoleransi dengan mengundang nakes. Prokes jaga jarak pun juga diabaikan.
Begitu juga, pembagian bantuan stimulan dari pemerintah kepada masyarakat seperti beras, BLT, BST dan sebutan-sebutan lainnya yang dianggap terkena dampak ekonomi dari pandemi COVID-19, lagi-lagi berkerumun, lagi-lagi tak jaga jarak dan tak ada yang benar-benar menerapkan prokes secara ketat.
Tegas atau tidak tegasnya dalam penerapan PPKM saat ini juga bukan jaminan dapat menurunkan kasus positif COVID-19. Makanya Santuy di zona merah lebih tepat yang dilakukan Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST). Tidak gegabah mengambil kebijakan dan warga diberi kelonggaran.
Masyarakat tetap dibiarkan beraktifitas, tidak ada pembatasan jam untuk para pedagang, tidak ada penyekatan, tidak ada razia di cafe-cafe yang menggelar live musik.
Hanya ada satu yang sama secara nasional, yaitu penundaan Pembelajaran tatap Muka (PTM) di sekolah. Pemkab HST juga lebih memilih penguatan PPKM mikro di tingkat Desa atau kelurahan. Sudah efektifikah?
Faktanya, pascaditetapkan PPKM levelnya sudah tiga digit pada akhir Juli 2021 yang lalu oleh Kemendagri, tepatnya pada Tanggal 4 Agustus 2021 Kabupaten HST justru berubah warna, dari zona orange (tingkat resiko sedang) berubah status menjadi zona merah (tingkat resiko tinggi) dengan peningkatan kasus positif rata-rata 30 sampai 50 orang per harinya. Lebih sedihnya lagi, selama zona merah ini, 1 sampai 5 orang meninggal dunia karena COVID-19.
Data dari Dinas Kesehatan HST, per tanggal 10 Agustus 2021, kasus positif COVID-19 bertambah 47 hingga totalnya menjadi 2078 orang, angka kematian menjadi 134 orang dengan penambahan 2 orang. Sembuh 1582, suspek 2 dan dalam perawatan 362 orang.
Semuanya kembali kepada teori Darwin "Yang paling bisa bertahan hidup adalah yang paling bisa beradaptasi dengan perubahan". Tetap patuhi pemerintah dan sadar serta menyadarkan diri akan pentingnya menjaga kesehatan.
Mengutip hasil analisa Professor of Medicine di University of East Anglia, Inggris, Paul Hunter meyakini vaksin-vaksin yang ada sekarang tidak akan mencegah kita terinfeksi COVID-19 di masa depan. Covid tidak akan pernah hilang.
"Tidak dapat dihindari, kita akan tertular beberapa kali dalam hidup, terlepas dari apakah kita sudah divaksin atau belum," katanya.
Upaya yang dapat dilakukan saat ini menurutnya hanya pengembangan sistem imunitas, dengan begitu, kasus-kasus berat karena COVID-19 akan menjadi lebih sedikit dan tingkat kematian akan berkurang.