Banjarmasin, (Antaranew Kalsel) - Kelompok pecinta lingkungan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) menyangkal jika dikatakan satwa Bekantan (Nasalis larvatus) bersifat culas atau curang, seperti yang pernah dilontarkan tokoh masyarakat di Kalimantan Selatan.
"Sejak ditetapkannya Bekantan sebagai maskot provinsi Kalimantan Selatan oleh gubernur, melalui persetujuan DPRD tanggal 28 Maret 1990 berarti sudah 25 tahun bekantan menjadi ikon kebanggaan masyarakat Banjar, dan selama itu pula belum pernah ada yang mempermasalahkannya." kata Ketua SBI Amalia Rezeki kepada ANTARA di Banjarmasin, Senin.
Namun setelah ditetapkan sebagai ikon Pilkada Kalimantan Selatan 2015 beberapa waktu lalu, muncul perdebatan terhadap Bekantan sebagai ikon, dikarenakan dinilai bekantan melambangkan jiwa yang culas dan curang.
Menanggapi hal tersebut, Amalia Rezeki meluruskan atas adanya pendapat itu, bahwa maskot Bekantan yang digambarkan sebagai primata yang culas dan curang, karena secara ilmiah Bekantan adalah primata yang pemalu dan tidak suka bersinggungan atau berkonfrontasi, baik dengan bekantan satu kelompoknya, maupun primata lainnya termasuk manusia.
Apabila terjadi konfrontasi dengan manusia biasanya habitatnya terusik karena dialih fungsikan menjadi ladang dan pemukiman termasuk kegiatan pembangunan lainnya, sehingga kemudian bekantan dinyatakan sebagai hama oleh manusia.
"Bekantan juga diketahui tidak suka berkelahi, suksesi dalam pergantian pemimpin kelompok dilakukan tanpa perkelahian. Bekantan jantan saat menjelang dewasa akan meninggalkan kelompok tempat ia dilahirkan dan bergabung dengan kelompok jantan lainnya, tetapi tidak selalu pada betina, karena untuk menghindari perkawinan antar individu dalam satu kelompok, dan mengurangi kompetisi makanan, atau untuk menaikkan status sosial , jelas Amalia Rezeki.
Amalia Rezeki yang juga dikenal sebagai dosen program studi pendidikan biologi Universitas Lambungmangkurat tersebut melanjutkan pendapatnya, perilaku Bekantan terlihat dari tiga sikap kesehariannya, nyaitu perilaku makan, tidur dan bersosialisasi.
Sikap Bekantan dalam kesehariannya menunjukan keharmonisan antara bekantan dengan habitatnya yang berkaitan dengan ketersediaan pakan. Begitu juga terhadap perilaku tidur diatur sedemikian rupa, dalam satu pohon bisa dihuni oleh satu kelompok yang berjumlah sekitar 4 - 12 ekor.
Pembentukan jumlah individu dalam kelompok tempat tidur bergantung pada kondisi pohon, seperti tinggi pohon, percabangan pohon, kerimbunan pohon serta jarak antara satu pohon dengan yang lainnya.
Dalam bersosialisasi, Bekantan hidup satu kelompok terdiri dari pejantan dominan, kumpulan jantan muda dan betina dewasa, serta anak-anaknya. Besarnya kelompok bergantung dari jumlah ketersediaan pangan. Begitulah kehidupan dan prilaku bekantan yang menggambarkan keseimbangan serta keharmonisan.
Melihat sifat-sifat Bekantan demikian maka sulit jika dikatakan satwa yang menjadi daya tarik wisatawan tersebut dikatakan culas dan curang, demikian Amalia Rezeki.