Amuntai, (Antara) - Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, kesulitan untuk menerapkan atau memberlakukan pajak sarang burung walet di daerahnya karena beberapa kendala teknis di lapangan.
Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan (Diskannak) Hulu Sungai Utara Suriani di Amuntai, Jumat, mengatakan, upaya penarikan pajak terhadap sarang burung walet masih menggantung.
Hal tersebut terjadi, antara lain karena satuan kerja perangkat daerah yang mengelolanya belum jelas, di samping pemasaran sarang burung walet yang mulai lesu.
"Hngga saat ini belum diputuskan satuan kerja mana yang mengelola pajak sarang burung walet ini," katanya.
Berdsarkan pengalaman di daerah lain, kata dia, pajak sarang burung walet dikelola oleh Dinas Kehutanan, sementara Dinas Pendapatan HSU menggandeng Diskannak terkait rencana pemberlakuan pajak sarang burung walet.
Padahal, terang Suriani, usaha sarang Burung Walet bukan termasuk kategori budidaya ternak yang menjadi kewenangan atau tugas pokok dan fungsi dari Diskannak.
"Burung Walet tidak diternakan oleh warga, melainkan bebas bersarang begitu saja sehingga bukan termasuk budidaya ternak" katanya.
Kepala Seksi Usaha Ternak Diskannak HSU Wisdi mengatakan, sejak 2013 usaha sarang burung walet mulai lesu di pasaran, karena makin banyaknya masyarakat yang menggeluti usaha ini, sehingga harga jualnya kian menurun.
"Waktu Booming pertama kali pada 2011, boleh jadi harga jualnya mencapai Rp20 juta perkilo, sekarang menurut keterangan pengusaha sarang walet harga jualnya hanya sekitar Rp2 juta per kilo," kata Wisdi.
Menurunnya harga jual sarang burung walet tersebut, kata dia, menjadi salah satu kendala sulitnya pemerintah daerah untuk menarik pajak dari sektor tersebut, selain beberapa kendala lainnya.
Sebelumnya, Pemkab HSU telah memberlakukan pajak untuk usaha sarang burung walet untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, tetapi upaya tersebut belum bisa dilakukan karena adanya beberapa kendala.
Kendala tersebut, selain anjloknya harga sarang burung walet di pasaran, juga belum adanya ketentuan siap pengelola pajak dari sarang burung walet tersebut.
Menurut Wisdi, untuk mempelajari pajak sarang burung walet ini, pihaknya telah melakukan studi banding ke Gresik Jawa Timur, namun ternyata hasilnya juga tidak memuaskan, karena di pajak sarang burung walet ini juga tidak banyak mendongkrak pendapatan asli daerah.
Selain melakukan studi banding, pada 2012 Diskannak juga telah mendata sekitar 45 sarang burung walet di sejumlah wilayah kecamatan.
Jumlah tersebut belum mencapai separuhnya dari keseluruhan usaha sarang burung walet yang ada di HSU karena kemudian kami menghentikan pendataan disebabkan oleh belum diterapkan perda pajak sarang burung walet ini.
"Saya kira lebih menjanjikan retribusi parkir daripada pajak usaha sarang burung ini" katanya.
Wisdi beralasan, selain pemasaran yang kian lesu, penarikan pajak sarang walet ini terkendala kejujuran dari pihak pengusaha atau peternak walet yang tidak terbuka menginformasikan jumlah pendapatannya.
Ia mengungkapkan jika draf rancangan peraturan daerah pajak sarang walet sempat diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah HSU pada 2012 namun belum disetujui.
Kepala Dinas Pendapatan (Dispenda) HSU Bungsu di Amuntai mengatakan, rencana pemberlakuan pajak sarang burung walet terus dilakukan bersama Dinas Perikanan dan Peternakan.
"Kita masih melakukan pendekatan dan sosialisasi kepada peternak walet untuk mencari format pajak yang bisa disepakati bersama," Ujar Galuh.
Pajak Burung Walet Menggantung
Jumat, 13 Februari 2015 11:26 WIB
Hngga saat ini belum diputuskan satuan kerja mana yang mengelola pajak sarang burung walet ini,"