Barabai (ANTARA) - Sudah hampir dua bulan pascabanjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalsel ternyata aliran sungai Barabai yang biasa digunakan oleh sebagian warga untuk mandi dan cuci pakaian masih keruh.
"Sebelum banjir, air sungai masih bisa kami gunakan untuk mandi, cuci piring dan cuci pakaian. Sekarang masih kotor dan tidak bisa digunakan lagi," kata Warga Barabai, Dillah kepada Antara Jum'at (5/3).
Menurut dia, untuk cuci pakaian saja sudah tidak bisa, soalnya masih keruh pekat dan jika dipaksakan juga menyisakan noda kuning di baju.
"Sebagian warga memilih mandi di sumur-sumur terdekat dan sumur bor tetangga. Karena sungai Barabai belum jernih dan tidak bisa digunakan untuk aktivitas sehari-hari," katanya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan Kabupaten HST Muhammad Yani menerangkan, penyebab keruhnya air sungai Barabai sampai saat ini adalah karena erosi.
"Dalam artian, air yang turun ke dataran rendah itu membawa material lumpur," katanya.
Lumpur itu menurutnya disebabkan oleh bukaan lahan di wilayah pegunungan sudah sedemikian rupa. "Pada tahun 2019 bukaan lahan kita sekarang tinggal 38 persen. Padahal pada 2017 masih 61 persen. Jadi, ada pengurangan lahan sekitar 23 persen dalam kurun waktu 3 tahun," katanya.
Dijelaskan dia, bukaan lahan itu terjadi disebabkan dari penebangan pohon dan lain sebagainya. Sehingga material air hujan itu tidak tertampung dan menyebabkan air keruh.
Kemudian, dengan adanya volume air yang banyak, sampah dan lumpur menyumbat sungai. Akhirnya air mencari jalannya sendiri ke dataran rendah sehingga akan membuat sungai-sungai baru. Itulah yang menyebabkan secara signifikan air sungai Barabai menjadi keruh.
Selain itu, Yani mengatakan, longsor di jalur sungai dan tebing sungai yang jalurnya yang berubah juga salah satu penyebab kekeruhan air dalam waktu yang lama ini.
"Kekeruhan air sungai ini, bakal dirasakan masyarakat dalam waktu lama. Sehingga, nanti perlu juga material air sungai tersebut diperiksa di laboratorium sehingga tidak berbahaya digunakan oleh warga," katanya.
Kalau proses penjernihan menurut Yani tergantung upaya yang dilakukan dan kondisi alam. Sepertu curah hujan yang sudah tidak terlalu tinggi lagi dan lumpurnya sudah mengendap sedemikian rupa. "Diperkirakan dua bulan lebih air sungai Barabai ini baru bisa jernih lagi," katanya.
Di lain pihak, Kepala Bidang (Kabid) Sumber Daya Air (SDA) Dinas PUPR Kabupaten HST, Supranoto menjelaskan berbagai upaya telah dilakukan pihaknya pascabanjir 14 Januari 2021 yang lalu.
Diantaranya adalah melakukan pembersihan sungai dari sampah material banjir dan melakukan normalisasi di titik-titik tertentu sungai yang terkena longsor.
"Kondisi sungai yang masih keruh ini juga disebabkan karena di beberapa titik di hulu sungai masih ada longsor di badan sungai dan tebing khususnya di wilayah atas pegunungan. Kami pun terus melakukan inventarisir dan normalisasi memindahkan sisa longsor itu," katanya.
Ia juga menyatakan masih kesulitan menempuh medan dan membawa alat berat ke daerah atas itu. "Dan kita belum tau apakah tumpukan tanah longsor itu bisa diangkat secara manual memakai tenaga manusia atau menggunakan alat berat.
Kalau kubikasinya besar kita harus membawa alat berat sedangkan akses kesana sulit, karena daerah pegunungan," katanya.
Menurutnya lagi, kubikasi longsor tersebut pun pihaknya belum mengetahui berapa jumlahnya. Jadi belum bisa menentukan upaya pengerukan secara manual atau menggunakan alat berat.
Sebelumnya, untuk mengangkut sampah atau raba yang masih menutupi sungai seperti di Daerah Desa Aluan Besar sampai Munti Raya Barabai yang panjangnya lebih satu kilo meter itu pihaknya melakukan pembersihan secara manual dan menggunakan alat berat yang dipinjamkan oleh Balai Wilayah Sungai Kalimantan III.
Noto menyatakan sudah melakukan inventarisasi dampak kerusakan khususnya di bidang SDA. "Datanya sudah kita sampaikan baik ke Pemprov Kalsel maupun pusat. Kami berharap HST dapat anggaran bantuan untuk perbaikan," kata Noto.
Kerugian di bidang SDA termasuk kerusakan bendungan, saluran irigasi dan lain-lainnya dikatakan Dia mencapai Rp 28 hingga 30 miliar.
"Namun alhamdulillah, Tahun 2021 ini ada rencana normalisasi sungai Barabai khususnya di kanal banjir yang akan dilakukam oleh Balai Wilayah Sungai Kalimantan III," tuntasnya.
Dua bulan pascabanjir, Sungai Barabai masih keruh, ini penyebabnya
Jumat, 5 Maret 2021 17:11 WIB