Banjarmasin (ANTARA) - Pada 17 Agustus 2019, Kota Banjarmasin mendeklarasikan sebagai kota bebas pasung bagi Orang Gangguan Jiwa (OGJ), namun pembinaannya bagaimana?
Sebab, di kota yang berjuluk kota seribu sungai ini OGJ masih sering terlihat di jalan umum, seperti gelandangan yang kondisinya lebih memperihatinkan.
Seakan tidak terurus, sampai ada yang tanpa busana, berjalan di jalan publik, meski semua memaklumi kondisi mereka, tapi tetap tidak elok dipandang.
Pemandangan adanya orang yang mengalami gangguan jiwa dengan beragam perilaku ini di lingkungan publik di Kota Banjarmasin seperti tidak berkesudahan, entah datang dari mana, mestinya harus ditangani dengan cepat.
Dinas Sosial Kota Banjarmasin menyatakan sudah melakukan penanganan maksimal terhadap Orang Gangguan Jiwa (OGJ) ini, bahkan ada sebanyak 35 orang yang direhab di rumah singgah milik Dinsos di Lingkar Selatan, Banjarmasin Selatan.
Para OGJ di rumah singgah itu dinyatakan Kapala Dinas Sosial Banjarmasin Iwan Ristianto, karena tidak diketahui di mana keluarga mereka, hingga tangani di sana dalam waktu yang tidak ditentukan.
Namun, kalau OGJ ini memiliki keluarga, maka penanganan diserahkan kepada keluarga, di mana pihaknya akan membantu untuk membuatkan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) bagi yang tidak mampu untuk dirawat di rumah sakit jiwa. Di Kalsel ada RSJ Sambang Lihum.
Dinsos Banjarmasin mengklaim sudah mengeluarkan puluhan Jamkesda bagi OGJ ini untuk mendapat perawatan di RSJ, sehingga perhatian pemerintah sejauh ini terhadap pelayanan kesehatan OGJ dianggap sudah maksimal.
Terkait adanya OGJ yang berkeliaran di jalanan, Iwan Ristianto mengakui memang masih ada demikian, bahkan dirinya sempat menemui sendiri yang tanpa busana.
"Setelah saya liat ada OGJ telanjang itu di Teluk Dalam, langsung kita tangani, kita beri baju dan celana, dan kita bawa rumah singgah," tuturnya.
Dia menyatakan, soal penanganan OGJ yang berkeliaran ini bisa dari laporan masyarakat atau ketemu saat patroli Satpol PP, namun tentunya tidak bisa detail menyisir sampai ke gang-gang.
"Siapa tahu kan saat lewat patroli petugas, dia keluar dari gang, seakan tidak ditangani oleh masyarakat yang melihatnya sekilas," papar Iwan Ristianto.
Dia memastikan, pemerintah kota serius menangani masalah OGJ ini, bahkan sudah memproklamirkan daerah ini bebas pasung bagi OGJ.
Bebas pasung
Kota Banjarmasin menyatakan tidak memperbolehkan adanya tindakan memasung atau mengikat orang yang mengalami gangguan jiwa apapun alasannya.
Larangan tersebut disampaikan Wali Kota Banjarmasin H Ibnu Sina pada saat 17 Agustus 2019 lalu, bertempat saat peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI yang ke-74.
Bahkan kebijakan pemerintah kota ini disampaikan melalui deklarasi yang melibatkan semua unsur pimpinan daerah usai upacara peringatan proklamasi kemerdekaan RI tersebut.
Wali kota mengatakan semua warga kota wajib mendapat kemerdekaan termasuk orang yang mengalami gangguan jiwa sehingga tidak patut lagi dipasang.
Hal ini sesuai dengan amanat undang-undang seluruh kota di Indonesia harus mendeklarasikan daerahnya bebas pasung bagi orang yang mengalami sakit jiwa.
Wali kota menegaskan kota ini adalah milik warga, sehingga semua warga di dalamnya tak terkecuali yang mengalami gangguan jiwa untuk mendapatkan kesejahteraan termasuk pelayanan kesehatan yang baik.
"Jadi jangan sampai ada lagi warga yang merasa tidak merdeka," ujarnya.
Dengan demikian, dia pun sudah memerintahkan sebanyak 17 OGJ yang dipasung dibebaskan untuk mendapat perawatan kesehatan di RSJ.
Karena, para OGJ yang mengalami gangguan jiwa berat hingga dipasung keluarganya tersebut mendapat jaminan perawatan kesehatan dari pemerintah kota melalui Jamkesda.
Bagi OGJ yang tidak memiliki keluarga lagi pemerintah kota akan melakukan penyembuhan lanjutan di rumah singgah milik Dinas Sosial Kota Banjarmasin di Jalan Lingkar Selata, Banjarmasin Selatan.
Rumah Singgah Baiman Banjarmasin
Pemerintah Kota Banjarmasin memiliki sebuah tempat untuk pembinaan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang bertempat di Jalan Gubernur Subardjo, RT 12, Kelurahan Basirih Selatan, Banjarmasin Selatan.
Tempat yang dibangun pada 2010 lalu tersebut dikelola Dinas Sosial Kota Banjarmasin untuk membina PMKS seperti gelandangan, pengemis, anak jalanan dan orang sakit jiwa.
Khususnya penyandang sakit jiwa, di rumah singgah ini ternyata cukup banyak, hingga puluhan orang baik laki-laki maupun perempuan.
Bahkan menurut Kasi Tuna Sosial dan Korban Kekerasan Dinsos Banjarmasin Hasan Basri sebagai pengelola Rumah Singgah Baiman tersebut, saat ini jumlah penyandang sakit jiwa sekitar 37 orang.
Bahkan ada diantara mereka yang sudah 8 tahun dibina di sana, karena tidak jelas identitasnya. Dengan tidak juga sembuh.
"Rata-rata penghuni lama, kalau yang baru asal tidak ngamuk, kita terima, karena kalau ngamuk kasian yang lain," papar Hasan.
Menurut dia, para OGJ yang tinggal di sini tinggal di satu asrama, yakni, tanpa sekat di ruangan yang berdiameter sekitar 10x10 meter.
"Ada asrama laki-laki dan asrama perempuan, mereka masing-masing punya tempat tidur," tuturnya.
Untuk laki-laki karena lebih banyak ada dua asrama, bagi yang sudah bisa berkomunikasi akan dipisah.
Asrama tersebut dilengkapi kipas angin, agar tidak terlalu pengap udaranya.
Untuk pemenuhan tempat tinggal para OGJ ini, tahun ini sudah dibangun dua gedung, sehingga nantinya tidak lagi berkumpul banyak disatu tempat.
"Bisa satu ruangan itu hanya tiga orang saja," bebernya.
Terkait pemenuhan gizi penghuni Rumah Singgah Baiman tersebut, dinyatakan jatah makan sebanyak tiga kali sehari, dengan nominal anggaran perorangnya Rp24 ribu.
"Jadi sudah ada peningkatan lah saat ini," tuturnya.
Menurut dia, para penghuni tidak hanya dikurung di ruangan saja, namun nantinya ada kegiatan seperti olahraga dan lainnya di luar ruangan.
"Juga dapat pemeriksaan kesehatan setiap setengah bulan sekali," pungkasnya.