Jakarta, (Antaranews Kalsel) -Aksi sepihak LSM Greenpeace yang menduduki secara ilegal kapal pengangkut minyak sawit dari Indonesia serta serangkaian tindakan yang dilakukan di dalam negeri terus menuai kecaman, senada dengan pemerintah, petani dan pelaku usaha sawit mengecam keras aksi dan provokasi Greenpeace terhadap produk minyak sawit Indonesia.
Direktur Eksekutif GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) Mukti Sardjono, di Jakarta, Rabu (21/11), mengatakan dengan tindakan yamg dilakukan tersebut Greenpeace jelas telah mengusik kedaulatan NKRI sebagai bangsa, dan mereka mengabaikan aturan hukum yang berlaku di RI.
"Aksi sepihak Greenpeace mengancam 17 juta petani dan pekerja yang menggantungkan hidupnya dari sektor perkebunan kelapa sawit dan apakah mereka, para LSM asing berkedok penyelamat lingkungan itu sudah memikirkan nasib para petani sawit? Jika industri sawit mati, siapkah para LSM memberikan kesempatan kerja pengganti," katanya.
Dijelaskan dia, pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan saat ini telah dilakukan dengan mengikuti peraturan perundangan yang berlaku, baik dalam proses perijinan, pengelolaan kebun dan produksi kelapa sawit.
Semua perusahaan perkebunan kelapa sawit dalam melakukan usahanya harus mendapatkan Ijin Usaha Perkebunan (IUP) yang dikeluarkan pemerintah, tanpa adanya IUP, maka perusahaan tidak dapat melakukan usaha perkebunan.
Lahan yang di berikan dalam IUP adalah lahan Areal Penggunaan Lain (APL) dan atau hutan produksi yang dapat di Konversi (HPK), di mana pemanfaatan HPK harus ada izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
"Dalam setiap IUP, juga dilengkapi dengan dokumen AMDAL, yang memastikan bahwa usaha perkebunan yang dilakukan adalah benar-benar tidak menyebabkan kerusakan lingkungan," katanya, saat memberikan keterangan pers GAPKI.
Menurut dia, dalam melakukan pembukaan dan pembangunan kebun, perusahaan perkebunan kelapa sawit tunduk kepada peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah, termasuk harus mengikuti prinsip dan kriteria di dalam Indonesian Sustainable Palm Oil
(ISPO).
Kepatuhan untuk pembukaan lahan tanpa bakar, melindungi kawasan yang mempunyai nilai konservasi tinggi bagi masyarakat seperti, makam leluhur, sumber air dan lainnya, pembuatan kontur dan tapak tanam untuk wilayah perbukitan, penanaman 50 meter dari sempadan sungai, dan lainnya.
Saat ini perusahaan-perusahaan anggota GAPKI juga sudah lebih maju dalam manajemen pencegahan dan penanggulangan kebakaran lahan, 413 perusahaan telah mendapatkan sertifikat ISPO dan direncanakan tahun 2019 semua perusahaan anggota GAPKI sudah memproses sertifikasi ISPO.
"Berbagai tuduhan yang dialamatkan kepada perusahaan kelapa sawit bahwa mereka memproduksi minyak kotor adalah tidak benar, kami juga tidak setuju dengan penggunaan istilah minyak sawit kotor karena saat ini pemerintah dan dunia usaha mempercepat tercapainya industri sawit yang berkelanjutan," katanya.
Sebelumnya, Menko Kemaritiman Luhut B Panjaitan, meminta Greenpeace bisa menyampaikan aksi dan kritiknya kepada industri sawit Indonesia dengan lebih beradab, apalagi sektor kelapa sawit adalah tulang punggung ekonomi nasional dan menjadi mata pencaharian bagi 17 juta rakyat Indonesia.
Baca juga: Tofan Mahdi : Senjata pamungkas itu bernama do'a
Baca juga: Enggartiasto Lukita : Industri sawit andalan dorong pertumbuhan ekonomi
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018
Direktur Eksekutif GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) Mukti Sardjono, di Jakarta, Rabu (21/11), mengatakan dengan tindakan yamg dilakukan tersebut Greenpeace jelas telah mengusik kedaulatan NKRI sebagai bangsa, dan mereka mengabaikan aturan hukum yang berlaku di RI.
"Aksi sepihak Greenpeace mengancam 17 juta petani dan pekerja yang menggantungkan hidupnya dari sektor perkebunan kelapa sawit dan apakah mereka, para LSM asing berkedok penyelamat lingkungan itu sudah memikirkan nasib para petani sawit? Jika industri sawit mati, siapkah para LSM memberikan kesempatan kerja pengganti," katanya.
Dijelaskan dia, pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan saat ini telah dilakukan dengan mengikuti peraturan perundangan yang berlaku, baik dalam proses perijinan, pengelolaan kebun dan produksi kelapa sawit.
Semua perusahaan perkebunan kelapa sawit dalam melakukan usahanya harus mendapatkan Ijin Usaha Perkebunan (IUP) yang dikeluarkan pemerintah, tanpa adanya IUP, maka perusahaan tidak dapat melakukan usaha perkebunan.
Lahan yang di berikan dalam IUP adalah lahan Areal Penggunaan Lain (APL) dan atau hutan produksi yang dapat di Konversi (HPK), di mana pemanfaatan HPK harus ada izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
"Dalam setiap IUP, juga dilengkapi dengan dokumen AMDAL, yang memastikan bahwa usaha perkebunan yang dilakukan adalah benar-benar tidak menyebabkan kerusakan lingkungan," katanya, saat memberikan keterangan pers GAPKI.
Menurut dia, dalam melakukan pembukaan dan pembangunan kebun, perusahaan perkebunan kelapa sawit tunduk kepada peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah, termasuk harus mengikuti prinsip dan kriteria di dalam Indonesian Sustainable Palm Oil
(ISPO).
Kepatuhan untuk pembukaan lahan tanpa bakar, melindungi kawasan yang mempunyai nilai konservasi tinggi bagi masyarakat seperti, makam leluhur, sumber air dan lainnya, pembuatan kontur dan tapak tanam untuk wilayah perbukitan, penanaman 50 meter dari sempadan sungai, dan lainnya.
Saat ini perusahaan-perusahaan anggota GAPKI juga sudah lebih maju dalam manajemen pencegahan dan penanggulangan kebakaran lahan, 413 perusahaan telah mendapatkan sertifikat ISPO dan direncanakan tahun 2019 semua perusahaan anggota GAPKI sudah memproses sertifikasi ISPO.
"Berbagai tuduhan yang dialamatkan kepada perusahaan kelapa sawit bahwa mereka memproduksi minyak kotor adalah tidak benar, kami juga tidak setuju dengan penggunaan istilah minyak sawit kotor karena saat ini pemerintah dan dunia usaha mempercepat tercapainya industri sawit yang berkelanjutan," katanya.
Sebelumnya, Menko Kemaritiman Luhut B Panjaitan, meminta Greenpeace bisa menyampaikan aksi dan kritiknya kepada industri sawit Indonesia dengan lebih beradab, apalagi sektor kelapa sawit adalah tulang punggung ekonomi nasional dan menjadi mata pencaharian bagi 17 juta rakyat Indonesia.
Baca juga: Tofan Mahdi : Senjata pamungkas itu bernama do'a
Baca juga: Enggartiasto Lukita : Industri sawit andalan dorong pertumbuhan ekonomi
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018