Pegunungan Meratus sebagai taman bumi atau Geopark Nasional di Provinsi Kalimantan Selatan memiliki banyak keajaiban alam yang jarang ditemui kebanyakan orang.
 
Diantaranya pohon-pohon yang sangat besar seperti "raksasa" yang menjulang tinggi ke atas langit tumbuh subur di wilayah hutan hujan tropis di geopark yang diajukan ke UNESCO Global Geopark (UGG).

Baca juga: Menengok Pulau Rusa, "Taman Bumi" Kalsel untuk konservasi kayu ulin
 
Pepohonan "raksasa" yang lebih mudah dilihat tumbuh subur ada di Hutan Hujan Tropis Kahung yang berada di Desa Belangian, Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar.
 
Desa yang berada di kaki pegunungan Meratus tersebut juga jauh didatangi, karena harus menggunakan perahu di Waduk Riam Kanan sebagai akses satu-satunya.
 
Untuk menuju ke Hutan Hujan Tropis Kahung yang sudah ditetapkan menjadi situs Geopark Pegunungan Maratus, jika di tempuh dari Ibukota Provinsi, Kota Banjarbaru jaraknya sekitar 25 kilometer menggunakan kendaraan bermotor.
 
Itu baru sampai di ujung jalan aspal di Desa Tiwingan, atau wilayah bendungan Pembangkit Listen Tenaga Air (PLTA), kemudian dilanjutkan perjalanan menggunakan perahu bermesin atau disebut di sana "kelotok".
 
Berlayar menuju Desa Belangian dari Desa Tiwingan dengan transportasi sungai tersebut lamanya sekitar 2 jam dengan adanya pemandangan indah pegunungan, hutan dan air yang jernih.
 
Setelah sampai di Desa Belangian yang memiliki kesejukan dan asri dengan arus sungai yang cukup deras karena mengalir dari pegunungan, sebagai desa paling ujung di kawasan Waduk Riam Kanan, untuk ke kawasan Hutan Hujan Tropis Kahung perlu menempuh perjalanan lagi.

Baca juga: BP Geopark Meratus kenalkan warisan bumi di Kampung Dayak Tapin
 
Perjalanan bisa memanfaatkan jasa ojek dari masyarakat sana, bisa juga ditempuh jalan kaki sekitar dua jam lebih, namun kalau menggunakan kendaraan bermotor atau diantar ojek sekitar 30 menit.
 
Infrastruktur jalan ke wilayah Hutan Hujan Tropis Kahung cukup bagus, Pemerintah Provinsi Kalsel melalui dinas kehutanan provinsi sudah membangunkan infrastruktur jalan beton dan bata pres.
 
Bahkan di tengah-tengah perjalanan ada tempat-tempat beristirahat yang cukup baik, tidak jauh dari aliran sungai riam atau sungai bebatuan yang berarus kuat dengan air yang sangat jernih.
 
Perjalanan pun sangat menantang, selain melewati jembatan gantung yang cukup panjang di atas sungai berbatu, beberapa tanjakan cukup curam juga di jumpai.
 
Pemandangan perkebunan warga, seperti tanaman durian, karet, alpukat dan lainnya akan dijumpai di sepanjang perjalanan.
 
Demikian juga di jumpai sepanjang jalan itu batu-batu besar hitam atau batu gunung muncul dipermukaan tanah yang entah datang dari mana seperti batu kecil yang berserak.

Baca juga: Kalsel kemarin, Ruai Rindu Maratus dan strategi penanganan sanitasi
 
Pohon mati yang masih kokoh tegak puluhan tahun di tengah Waduk Riam Kanan Kabupaten Banjar, Kalsel sebagai situs Geopark Pegunungan Meratus Nasional, Rabu (29/11/2023). (ANTARA/Sukarli)
 

Pemandangan menakjubkan keajaiban alam di lereng pegunungan Meratus yang juga sudah masuk dalam kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Adam Kalsel tersebut akan banyak ditemukan, baik tumbuhan dan binatang.
 
Binatang yang jarang ditemui di tempat umum demikian juga pepohonan yang berukuran besar-besar.
 
Salah satu pohon besar yang mungkin terbesar di temui dinamakan pohon "Benung Laki" atau Duabanga Moluccana dari family Lythraceoa.
 
Bagian bawah pohon tersebut sangat besar, bahkan jika enam orang bersusun berjejer masih ada ruang, diperkirakan pohon itu lebih 50 meter menjulang ke atas langit dengan dedaunan yang sangat rimbun.
 
Pohon tersebut tumbuh subur dan lestari di atas tanah yang berbatu hitam, seperti tidak mudah roboh, menunjukkan betapa agungnya ciptaan sang maha kuasa.
 
"Pohon seperti ini ada puluhan di wilayah hutan ini," ujar Kepala Desa Belangian Aunul Khoir pada 28 November 2023 di lokasi tersebut.
 
Disebutnya pohon "Benung Laki", ternyata ditunjukkan Kades Aunul Khoir di bagian bawah pohon atau sekitar akar muncul tonjolan mirip alat produksi laki-laki.
 
Pohon tersebut hingga menjadi sangat besar diperkirakan sudah berusia ratusan tahun, hingga jadi bagian situs Geopark Pegunungan Meratus yang sudah ditetapkan nasional pada 2018.

Baca juga: Kalsel sosialisasikan Geopark Meratus di pedesaan


Upaya melestarikan
 
Kepala Desa Belangian Aunul Khoir menyampaikan bahwa masyarakatnya sangat memberi perhatian atas kelestarian alam termasuk pohon-pohon besar di Hutan Hujan Tropis Kahung.
 
Karenanya tidak ada pepohonan yang ditebang ataupun dimatikan, sebab kelestarian alam merupakan anugerah dari sang pencipta.
 
Bahkan dia menyampaikan untuk kelestarian pepohonan besar itu ada rencana pemelihara dan penjaganya setiap warga satu pohon.
 
"Jadi dapat bertanggungjawab dia atas pohon yang dipelihara," ujarnya.
 
Ini merupakan salah satu upaya dari warga Belangian yang sudah sangat sadar akan kelestarian lingkungan di daerahnya.
 
Karena hutan merupakan bagian kehidupan yang memberikan banyak manfaat, tidak hanya untuk perekonomian namun juga kesehatan dengan produksi oksigen yang bersih.
 
Hingga keberadaan pepohonan yang rindang di sekitar desa sangat penting adanya, Hutan Hujan Tropis Kahung menjadi bagian paru-paru bumi untuk mahkluk hidup di dunia.

Baca juga: BP Geopark Meratus ingatkan Tapin pentingnya "story telling" untuk wisata
 
Hutan Hujan Tropis Kahung di Desa Belangian, Kabupaten Banjar, Kalsel sebagai situs Geopark Pegunungan Meratus Nasional, Rabu (29/11/2023). (ANTARA/Sukarli)
 

Situs Hutan Kahung
 
Dalam keterangan Badan Pengelola Geopark Pegunungan Meratus, Situs Hutan Hujan Tropis Kahung merupakan situs biologi yang secara geografis terletak pada koordinat berlokasi 3 derajat, 37' 53.41 lintang Selatan serta 115 derajat 1' 38.82 bujur Timur.
 
Secara administratif berada di Desa Belangian, Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan sebagai salah satu dari 54 Situs Geopark Pegunungan Meratus Nasional.
 
Situs ini merupakan bagian perjalanan rute Timur dengan tema "Pelayanan mengesankan menembus sejarah bumi dan manusia", yang memiliki arti Bukit Matang Keladan ibarat menara pandang untuk menikmati hamparan danau buatan (Waduk Riam Kanan di resmikan pada 1973).
 
Danau yang menyimpan sejarah desa yang ditenggelamkan dengan segala ceritanya. Danau yang menyimpan sejarah bumi dengan gunung berapi dasar laut, petilasan kapak batu, hingga berlian. Danau yang juga memberikan masa depan bagi mereka yang tetap bertahan.
 
Lokasi yang tersusun atas beberapa produk batuan hasil kejadian bumi (geologi) yang berasal dari kelompok batuan Ultramafik yang berusia 135--180 juta tahun lalu (Jura tengah-akhir), kelompok Diorit yang berusia 143--157 juta tahun yang lalu (Kapur awal) dan kelompok Basal yang berumur 59--65 juta tahun yang lalu (Kapur awal) yang dapat dijumpai sepanjang jalan.
 
Beberapa fenomena alam kejadian bumi (geologi) seperti batuan yang beragam, juga terdapat patahan/sesar dengan jenis sesar mendatar yang merupakan hasil dari proses pembentukan Pegunungan Meratus.

Baca juga: Tapin adakan kemah wisata di Batu Hapu situs Geopark Meratus
 
Sesar tersebut dapat dijumpai di sepanjang sungai menuju kawasan hutan, serta pada bagian puncak terdapat air terjun lembah Kahung yang tersusun oleh batuan Basal berstruktur bantal dan gunung Kahung yang ketinggian sekitar 1456 meter di atas permukaan laut.
 
Selain terdapat fenomena kejadian alam juga dijumpai keanekaragaman hayati khas pegunungan Meratus, aneka pohon berkayu, seperti Binung Laki, Meranti, Mawai, Beringin, Rawali serta beberapa jenis anggrek dan jamur (tudung penganten).
 
Sedangkan untuk fauna, dapat dijumpai monyet hitam, cacing kepala martil dan beberapa spesies katak dan ular.
 

Air terjun
 
Kawasan Hutan Hujan Tropis Kahung tidak hanya menunjukkan keindahan hutan dengan segala flora dan fauna, namun juga adanya air terjun dan sungai riam penuh bebatuan.
 
Menurut Kepala Desa Belangian Aunul Khoir ada dua air terjun yang sangat eksotik untuk dikunjungi di kawasan hutan yang masih lestari tersebut.
 
"Yang terdekat itu sekitar 20 meter ketinggian air terjunnya, sedangkan yang terjauh lebih tinggi lagi air terjunnya," ujarnya.
 
Untuk menempuh perjalanan menuju kedua air terjun itu memang tidak mudah dari keterangan Kades tersebut, jika ditempuh berjalan kaki bisa berjam-jam dengan rintangan perbukitan dan hutan lebat.

Baca juga: Pemprov Kalsel ingin Geopark Meratus jadi pendapatan berbasis pariwisata
 
Namun bukan berarti tidak banyak masyarakat yang mengunjunginya, karena para pecinta alam atau lebih banyak mahasiswa banyak yang berkelana dan bermalam di wilayah air terjun Kahung tersebut.
 
Diungkapkan mantan mahasiswa pecinta alam (Mapala) Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin Hendra Winata dan Farid Ahmad yang beberapa kali menjelajahi hutan Kahung dan menjumpai air terjunnya, diakui sangat indah.
 
"Airnya sangat jernih, banyak bebatuan, langsung bisa diminum, sebab alamnya masih lestari," Hendra.
 
Jika sudah pernah ke sana akan dipastikan merindukan kembali untuk kembali, karena merasa alam yang sangat sejuk dan indah.
 
Perasaan hati pun terasa tenang saat berada di sana, menghilangkan rasa sumpek tinggal di hiruk pikuk suasana kota.
 
Namun tentunya, kelestarian alam di Hutan Hujan Tropis Kahung tidak hanya tanggung jawab masyarakat Desa Belangian, tapi juga pemerintah dan masyarakat lainnya, menjaga hutan dan pegunungan Meratus adalah tanggung jawab bersama.

Baca juga: Kalsel kenalkan Geopark Meratus melalui "Tour de Loksado 2023"
 
Hutan Hujan Tropis Kahung di Desa Belangian, Kabupaten Banjar, Kalsel sebagai situs Geopark Pegunungan Meratus Nasional, Rabu (29/11/2023). (ANTARA/Sukarli)

 

Pewarta: Sukarli

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023