Dinas Kesehatan Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan mencatat kasus Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) sudah tinggi sebelum ada kebakaran hutan dan lahan (karhutla), angkanya mencapai ribuan setiap bulan pada 2023.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P3) Dinas Kesehatan Tapin Puji Winarta mengatakan tak ada peningkatan signifikan saat karhutla marak di Tapin pada Juni sampai sekarang.
"Signifikan kalau meningkat dua kali, dibanding sebelum ada karhutla," ungkapnya kepada ANTARA di Rantau, Jum'at.
Baca juga: Imbas karhutla, asap tipis selimuti Tapin
Apabila diklasifikasikan, angka kasus ISPA ini banyak menyerang balita, pada Januari (460 kasus), Februari (442 kasus), Maret (454 kasus), April (357 kasus), Mei (337 kasus), Juni (320 kasus), Juli (355 kasus) dan data terakhir Agustus (444 kasus).
Sedangkan untuk semua kelompok umur, totalnya ; Januari (1.323 kasus), Februari (1220 kasus), Maret (1.195 kasus), April (1.116 kasus), Mei (1.323 kasus), Juni (1.036 kasus), Juli (1.139 kasus) dan Agustus (1.323 kasus).
"Kebanyakan menyerang kelompok umur balita," ungkap Puji.
Baca juga: 30 hektare lahan terbakar di Desa Sungai Rutas Tapin
Puji menjelaskan, faktor banyaknya kasus ISPA di Kabupaten Tapin ini bisa disebabkan infeksi virus, bakteri ataupun jamur.
"Batuk pilek sendiri merupakan gejala akibat adanya reaksi radang atau inflamasi pada saluran nafas, mulai dari hidung sampai paru-paru. Reaksi inflamasi ini dapat disebabkan karena infeksi, alergi ataupun iritasi kronik (lama)," jelasnya.
Sedangkan alergi, jelas Puji, dapat disebabkan karena alergen hirupan (yaitu antigen yang masuk ke dalam saluran nafas kita melalui udara) misalnya debu, bulu kucing, serbuk sari dan kecoa.
"Serta dapat juga disebabkan karena alergen makanan seperti susu, kacang dan coklat," ungkapnya.
Baca juga: 12 hektare belukar dan sawit terbakar di Tapin Kalsel
Lalu, lanjut Puji, penyebab lain yakni seperti asap rokok, asap kendaraan bermotor ataupun udara AC yang dapat menyebabkan iritasi kronik pada mukosa (lapisan) di dalam saluran nafas atas, sehingga menyebabkan proses radang yang menimbulkan gejala batuk.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P3) Dinas Kesehatan Tapin Puji Winarta mengatakan tak ada peningkatan signifikan saat karhutla marak di Tapin pada Juni sampai sekarang.
"Signifikan kalau meningkat dua kali, dibanding sebelum ada karhutla," ungkapnya kepada ANTARA di Rantau, Jum'at.
Baca juga: Imbas karhutla, asap tipis selimuti Tapin
Apabila diklasifikasikan, angka kasus ISPA ini banyak menyerang balita, pada Januari (460 kasus), Februari (442 kasus), Maret (454 kasus), April (357 kasus), Mei (337 kasus), Juni (320 kasus), Juli (355 kasus) dan data terakhir Agustus (444 kasus).
Sedangkan untuk semua kelompok umur, totalnya ; Januari (1.323 kasus), Februari (1220 kasus), Maret (1.195 kasus), April (1.116 kasus), Mei (1.323 kasus), Juni (1.036 kasus), Juli (1.139 kasus) dan Agustus (1.323 kasus).
"Kebanyakan menyerang kelompok umur balita," ungkap Puji.
Baca juga: 30 hektare lahan terbakar di Desa Sungai Rutas Tapin
Puji menjelaskan, faktor banyaknya kasus ISPA di Kabupaten Tapin ini bisa disebabkan infeksi virus, bakteri ataupun jamur.
"Batuk pilek sendiri merupakan gejala akibat adanya reaksi radang atau inflamasi pada saluran nafas, mulai dari hidung sampai paru-paru. Reaksi inflamasi ini dapat disebabkan karena infeksi, alergi ataupun iritasi kronik (lama)," jelasnya.
Sedangkan alergi, jelas Puji, dapat disebabkan karena alergen hirupan (yaitu antigen yang masuk ke dalam saluran nafas kita melalui udara) misalnya debu, bulu kucing, serbuk sari dan kecoa.
"Serta dapat juga disebabkan karena alergen makanan seperti susu, kacang dan coklat," ungkapnya.
Baca juga: 12 hektare belukar dan sawit terbakar di Tapin Kalsel
Lalu, lanjut Puji, penyebab lain yakni seperti asap rokok, asap kendaraan bermotor ataupun udara AC yang dapat menyebabkan iritasi kronik pada mukosa (lapisan) di dalam saluran nafas atas, sehingga menyebabkan proses radang yang menimbulkan gejala batuk.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023