Masyarakat Kalimantan atau khususnya Kalimantan Selatan (Kalsel) masih menggandrungi perawatan atau pengobatan kesehatan tradisional.
Pewarta Antara Kalsel dari Banjarmasin yang melakukan kunjungan ke tempat perawatan/pengobatan tradisional di Kecamatan Lampihong, Kabupaten Balangan, Rabu (13/7/22) melaporkan, satu jam lebih sebelum shalat Subuh sudah pasien datang menanti jam buka.
Pasalnya "paurutan" (perawatan/pengobatan tradisional) tersebut baru buka sesudah shalat Subuh atau sekitar pukul 06.30 Wita dengan perkiraan selesai/tutup pukul 17.00 Wita (minus shalat Zuhur dan makan siang 30 menio) bila pasien yang datang tidak terlalu parah/makan waktu banyak.
Nomor antrian yang tersedia sebanyak 50 buah begitu pintu paurutan (tukang urut/tukang pijat tradisional) itu terbuka langusung ludes sebelum pukul 07.00 Wita, tanpa rebutan karena masing-masing harus menghormati tradisi siapa duluan datang.
Jadi pasien tidak kebagian nomor pada hari ini (13/7/22) misalnya, terpaksa harus hari besoknya kalau mau berobat/minta pertolongan di tampat paurutan tersebut.
Kecuali yang dalam keadaan luar biasa atau sangat parah dan datang dari jauh seperti Samarinda untuk satu atau dua orang bisa mendapatkan pelayanan sudah habis yang memiliki nomor antrian, itupun sesudah shalat Maghrib dan datang sekitar pukul 07.00 Wita/saat pengambilan nomor habis/tak kebagian lagi.
Beberapa pasien tersebut di antaranya karena tabrakan dari Kuaro, Kalimantan Timur (Kaltim) atau berjarak sekita 175 kilometer dari Desa Matu Merah, Lampihong.
Selain itu, korban tabrakan dari Samsrinda, Kaltim, Martapura, Kabupaten Banjar serta Banjarmasin serta daerah/kabupaten lain di "Bumi Perjuangan Pangeran Antasari" atau "Bumi Lambung Mangkurat" Kalsel.
Hal yang menarik atau menjadi orang tertarik dengan perawatan/pengobatan tradisional itu cukup sederhana/relatif praktis tidak seperti secera seperti melalui instalasi kesehatan.
Begitu pula, pasien yang sedang dalam perawatan terlihat tenang, tidak memperlihatkan rasa sakit, dan relatif agak cepat membaik.
Sebagai contoh, pasien korban tabrakan di Kuaro, Kaltim menjelang lebaran Idul Adha 1443 H, Syarif (27) yang waktu datang ke paurutan itu tampak tak berdaya - hanya berbaring, kemudian bisa duduk tampak mulai segar kembali.
"Tidak terasa sakit, dan sudah mulai terasa nyaman," ucap pemuda "Bumi Mulawarman" Kaltim yang patah tulang sebagai korban yang terabrakan mobil itu menjawab Antara Kalsel.
Sementara beberapa pasien masih menggandrungi perawatan/pengobatan tradisional beralasan antara lain urusan tidak terlalu rumit (rebut), ongkos relatif murah dan hasilnya cukup baik bila dibandingkan pelayanan secara medis melalui instalasi kesehatan.
Namun paurutan yang bernama Fatimah (67) binti Asmail bin Ibrahim itu mengingatkan, tetap berlatih/sering latihan berdiri dan berjalan pelan-pelan dulu seperti menyasar dinding.
"Latihan berdiri dan berjalan perlahan itu agar tidak kaku dan menimbulkan bahaya lain (dampak negatif)," nenek dari 14 cucu dan empat buyut itu yang selama lebih kurang 30 tahun menolong orang seperti patah tulang karena korban tabrakan.
Dengan rendah hati pula, ibu dari enam orang anak dan hanya berpendapatan dari hasil menolong orang itu berkata : sebaiknya gunakan rumah sakit dan dokter, kasih mereka, biar dirinya sisa-sisa dari rumah sakit.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022
Pewarta Antara Kalsel dari Banjarmasin yang melakukan kunjungan ke tempat perawatan/pengobatan tradisional di Kecamatan Lampihong, Kabupaten Balangan, Rabu (13/7/22) melaporkan, satu jam lebih sebelum shalat Subuh sudah pasien datang menanti jam buka.
Pasalnya "paurutan" (perawatan/pengobatan tradisional) tersebut baru buka sesudah shalat Subuh atau sekitar pukul 06.30 Wita dengan perkiraan selesai/tutup pukul 17.00 Wita (minus shalat Zuhur dan makan siang 30 menio) bila pasien yang datang tidak terlalu parah/makan waktu banyak.
Nomor antrian yang tersedia sebanyak 50 buah begitu pintu paurutan (tukang urut/tukang pijat tradisional) itu terbuka langusung ludes sebelum pukul 07.00 Wita, tanpa rebutan karena masing-masing harus menghormati tradisi siapa duluan datang.
Jadi pasien tidak kebagian nomor pada hari ini (13/7/22) misalnya, terpaksa harus hari besoknya kalau mau berobat/minta pertolongan di tampat paurutan tersebut.
Kecuali yang dalam keadaan luar biasa atau sangat parah dan datang dari jauh seperti Samarinda untuk satu atau dua orang bisa mendapatkan pelayanan sudah habis yang memiliki nomor antrian, itupun sesudah shalat Maghrib dan datang sekitar pukul 07.00 Wita/saat pengambilan nomor habis/tak kebagian lagi.
Beberapa pasien tersebut di antaranya karena tabrakan dari Kuaro, Kalimantan Timur (Kaltim) atau berjarak sekita 175 kilometer dari Desa Matu Merah, Lampihong.
Selain itu, korban tabrakan dari Samsrinda, Kaltim, Martapura, Kabupaten Banjar serta Banjarmasin serta daerah/kabupaten lain di "Bumi Perjuangan Pangeran Antasari" atau "Bumi Lambung Mangkurat" Kalsel.
Hal yang menarik atau menjadi orang tertarik dengan perawatan/pengobatan tradisional itu cukup sederhana/relatif praktis tidak seperti secera seperti melalui instalasi kesehatan.
Begitu pula, pasien yang sedang dalam perawatan terlihat tenang, tidak memperlihatkan rasa sakit, dan relatif agak cepat membaik.
Sebagai contoh, pasien korban tabrakan di Kuaro, Kaltim menjelang lebaran Idul Adha 1443 H, Syarif (27) yang waktu datang ke paurutan itu tampak tak berdaya - hanya berbaring, kemudian bisa duduk tampak mulai segar kembali.
"Tidak terasa sakit, dan sudah mulai terasa nyaman," ucap pemuda "Bumi Mulawarman" Kaltim yang patah tulang sebagai korban yang terabrakan mobil itu menjawab Antara Kalsel.
Sementara beberapa pasien masih menggandrungi perawatan/pengobatan tradisional beralasan antara lain urusan tidak terlalu rumit (rebut), ongkos relatif murah dan hasilnya cukup baik bila dibandingkan pelayanan secara medis melalui instalasi kesehatan.
Namun paurutan yang bernama Fatimah (67) binti Asmail bin Ibrahim itu mengingatkan, tetap berlatih/sering latihan berdiri dan berjalan pelan-pelan dulu seperti menyasar dinding.
"Latihan berdiri dan berjalan perlahan itu agar tidak kaku dan menimbulkan bahaya lain (dampak negatif)," nenek dari 14 cucu dan empat buyut itu yang selama lebih kurang 30 tahun menolong orang seperti patah tulang karena korban tabrakan.
Dengan rendah hati pula, ibu dari enam orang anak dan hanya berpendapatan dari hasil menolong orang itu berkata : sebaiknya gunakan rumah sakit dan dokter, kasih mereka, biar dirinya sisa-sisa dari rumah sakit.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022