Wakil Ketua DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) Muhammad Syaripuddin SE MAP mengingatkan pemerintah provinsi (Pemprov) setempat agar jangan melupakan masalah "stunting" atau kekerdilan pada anak, walaupun Corona atau COVID-19 juga merajalela.

"Pasalnya angka stunting di Kalsel atau provinsinya yang kini berpenduduk lebih empat juta jiwa tersebar pada 13 kabupaten/kota cukup tinggi," ujar politikus muda tersebut melalui WA-nya Jumat (27/8) malam.

Ia mengucapkan, secara nasional angka stunting Tahun 2020 sekitar 27,6 persen dan diharapkan pada 2024 menurun menjadi 14 persen.

"Faktor penyebab stunting di Indonesia adalah kurangnya pengetahuan ibu akan gizi dan pola asuh 1000 HPK, infeksi bayi secara berulang, terbatasnya layanan kesehatan dan sanitasi yang buruk," ungkapnya mengutip data nasional.

Ia menambahkan, di Kalsel sendiri hingga 2018 berdasarkan data E-PPGBM angka stunting di Kalsel sebesar 22,2 persen, sedangkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 tercatat sebesar 33 persen.

"Angka stunting di provinsi kita ditargetkan turun hingga 20 persen," kutip wakil rakyat asal daerah pemilihan Kalsel VI/Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) tersebut.

"Pemprov atau pemerintah daerah dari masing-masing kabupaten/kota tengah berusaha keras mengurangi kasus stunting di Banua. Karena angka stunting Kalsel saat ini berada di atas nasional," lanjutnya.

Stunting sendiri merupakan masalah kurang gizi kronis karena kurangnya asupan gizi dalam waktu cukup lama, akibatnya pertumbuhan anak terganggu dan tinggi badannya lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.

Menyikapi hal tersebut, mantan anggota DPRD "Bumi Bersujud" Tanbu berpendapat, penanganan permasalahan itu harus dituntaskan secara bersama-sama. 

"Anak-anak ini adalah yang nantinya menjadi penerus kita dalam membangun Banua, tentunya harus lebih baik dari kita, stunting harus diselesaikan bersama," tegasnya.

Menurut dia, untuk mencegah dan menanggulangi stunting di Kalsel, perlu penanganan secara komprehensif dan terpadu oleh unsur Pemerintah, Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, Lembaga/Organisasi Kemasyarakatan, Organisasi Profesi serta Pemangku Kepentingan terkait lainnya.

"Oleh karenanya permasalahan stunting harus diatasi semenjak calon pengantin, hamil, melahirkan dan periode emas 1000 hari kehidupan anak," saran laki-laki kelahiran Batulicin (ibukota Tanbu, 260 kilometer tenggara Banjarmasin) Tahun 1979 itu.

"Langkah pertama kita perlu landasan hukum Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur mengenai Stunting, disana diatur bagaimana penyelenggaraan pencegahan dan penanganan stunting. Sehingga dari sana dapat jadi acuan agar penanganan menjadi selaras," lanjutnya.

Ia menjelaskan, nantinya di dalam Perda tersebut memuat tentang upaya peningkatan  kesadaran dan perubahan perilaku masyarakat untuk mencegah stunting serta memuat terkait komitmen para pemangku kepentingan untuk melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan stunting. 

"Dalam Perda yang dimaksud diperlukan juga poin-poin berkenaan meningkatkan dan memperkuat koordinasi dan konsolidasi antarsektor, baik tingkat Daerah, Kecamatan dan Desa," tambahnya.

"Corona merajalela, stunting jangan terlupa. Jangan-jangan  Corona yang menjadi faktor pendukung peningkatan stunting," demikian Bang Dhin.

Pewarta: Syamsuddin Hasan

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021