Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Provinsi Kalimantan Selatan menyatakan keberatan jika para sopir logistik lintas provinsi harus disyaratkan tes PCR imbas diterapkannya Pemberkuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) secara darurat di pulau Jawa dan Bali.

Metode PCR (Polymerase Chain Reaction) atau tes usap digunakan untuk mengambil sampel dari hidung dan tenggorokan. Tes ini dianggap ALFI Kalsel mahal hingga memberangkatkan.

"Sebenarnya, penggunaan surat swab antigen saja sudah memberatkan para sopir, apalagi tes PCR, biayanya lebih mahal lagi," ujar Ketua ALFI Kalsel Saut Natan Samosir di Banjarmasin, Selasa.

Menurut dia, ALFI Kalsel mendukung penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) secara darurat yang digalakkan pemerintah di pulau Jawa dan Bali saat sebagai langkah penanganan lebih ketat penyebaran COVID-19 di negeri ini.

PPKM secara darurat ini tentunya diikuti di daerah-daerah di luar pulau Jawa dan Bali, meski tidak secara resmi, hingga pintu keluar masuk antar provinsi di jaga ketat.

Saut Natan mengatakan, jika penerapan oleh para petugas di lapangan berbeda dengan aturan yang diberlakukan, di mana pengetatan itu membuat harus para sopir logistik di Kalsel yang wilayah kerjanya ke provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dan Kalimantan Tengah (Kalteng) wajib PCR, tentunya ini memberatkan.

Dia menegaskan lagi, sebagai asosiasi logistik tentunya merasa keberatan kecuali pemerintah memfasilitasi para sopir yang akan mengantar barang  untuk menjalani tes PCR.

"Kalau biaya tes PCR dibebankan ke sopir, jelas ini sangat memberatkan. Tentunya, gaji mereka saja tidak cukup untuk itu," ujarnya.

Pihaknya pun dalam hal ini, kata dia, akan melakukan audiensi dengan pemerintah untuk sama-sama mencari solusi. 

"Pada intinya, kita mendukung PPKM darurat," tegasnya.

 

Pewarta: Sukarli

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021