Sebelum 2017, Desa Kambitin Kabupaten Tabalong belum cukup dikenal sebagai salah satu wilayah penghasil sayuran organik. Mengingat masih banyak petani di wilayah ini memilih bertani secara konvensional atau berkebun karet.

Dalam pertanian konvensional penggunaan bahan agrokimia memang dinilai cukup berhasil karena dapat meningkatkan produktivitas dibidang pertanian dan perkebunan.

Namun dalam prosesnya, penggunaan pupuk dan pestisida kimia memiliki dampak negatif, yakni adanya residu beracun yang dapat terkonsumsi dari sisa produk perkebunan dan pertanian yang digunakan selama dilahan.

Baca juga: YABN dan Tuti ajak masyarakat bijak kelola Sampah

Selain itu petani rentan terpapar bahan kimia yang setiap hari digunakan, biaya pertanian yang mahal hingga berkurangnya kualitas kesuburan tanah dan pencemaran air tanah di sekitar area pertanian akibat dari paparan bahan kimia.

Seiring perkembangan jaman sayuran dan buah organik makin dikenal dan diminati masyarakat karena dinilai bebas dari bahaya residu kimia sisa pupuk dan pestisida pertanian.

Profesi dengan metode organik ini pun makin dilirik para petani disejumlah daerah salah satunya di Desa Kambitin. Pertanian organik dinilai cukup menguntungkan bagi petani karena dapat menekan ongkos produksi dengan pemanfaatan bahan organik yang mudah didapatkan.
Foto Antaranews.Kalsel/ist (Istimewa)


Yayasan Adaro Bangun Negeri (YABN) sebagai lembaga yang pertama kali mengenalkan pertanian organik di desa ini kembali melakukan pelatihan bagi petani yang ingin beralih dari pertanian kimia ke pertanian organik.

Penanggung jawab program pertanian organik dari YABN, Amatul Firdausa mengatakan tahap pertama pengenalan pertanian organik pada tahun 2017 awalnya hanya 5 petani yang ikut serta dalam lahan percontohan seluas 1,5 hektare.

Baca juga: YABN helps farmers develop organic farming

Kini sudah ada 35 orang petani menjadi bagian dari Kelompok Tani Organik (KTO) di Desa Kambitin Kecamatan Ranjung yang menerapkan prinsip pertanian ramah lingkungan di lahannya masing-masing. “Setelah sosialisasi kini 20 petani baru ikut berkomitmen menerapkan pertanian organik," ungkap Firda

YABN pun memfasilitasi pelatihan teknis kepada petani baru tersebut untuk menularkan cara mengelola tanah dan pembuatan pupuk organik bentuk padat, hingga cair serta pembuatan pestisida nabati.

Bekerjasama dengan Fakultas Pertanian Univeritas Lambung Mangkurat (ULM) jurusan Agro Teknologi sebagai narasumbernya, petani mendapat pendampingan cara menjalankan pertanian organik.

Baca juga: YABN tingkatkan minat baca melalui perpustakaan keliling
Foto Antaranews.Kalsel/ist (Istimewa)

Kotoran sapi, serbuk gergaji kayu, gula merah, urin sapi, kunyit, lengkuas, jahe hingga air cucian beras menjadi segelintir bahan yang diperlukan untuk membuat pupuk dan pestisida organik.

Perwakilan Fakultas Pertanian ULM Banjarbaru Jumar. MA menjelaskan dengan memanfaatkan bahan yang mudah didapatkan petani bisa membuat pupuk dan pestisida nabati dengan harga yang jauh lebih murah dari bahan pertanian kimia yang dijual di pasaran.

Sebagai contoh membuat pupuk cair dari urine sapi dicampur dengan tambahan lain seperti gula tetes tebu, lengkuas, jahe dan tembakau yang telah difernentasi.

Pupuk cair ini selain sebagai bahan nutrisi tanaman sekaligus dapat menjadi pestisida nabati yang dapat mengusir hama.

“Dengan pertanian organik petani berinvestasi terhadap lahannya karena lambat laun lahan yang diberi pupuk organik makin subur dan produksi meningkat,” jelas Jumar.

Pertanian organik merupakan budidaya tanaman berwawasan lingkungan dengan memperhatikan sifat, kondisi dan kelestarian lingkungan hidup.

Melalui pemanfaatan sumber alam nabati sebaik mungkin bisa mengurangi kerusakan dan menurunnya kualitas lingkungan dapat dihindari.

YABN berharap dapat memberikan bukti kepada petani dan menepis anggapan bahwa pertanian organik tergolong mahal dan sulit untuk dikembangkan serta untuk mendukung pencapaian kedaulatan pangan.

Pewarta: Herlina Lasmianti

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019