Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) di Kotabaru, Kalimantan Selatan, menyetop penjulan akibat kebijakan terkait perubahan formula harga yang dibuat Kementerian ESDM.
DPRD Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan meminta agar pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral meninjau ulang kebijakan terkait perubahan harga bahan bakar minyak (BBM), sehingga distribusi BBM bersubsidi bagi nelayan di stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN) yang dikelola PT AKR Corporindo lancar.
Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Kotabaru, H Genta Kusan di Kotabaru, Senin, mengatakan, BBM merupakan komoditas penting bagi masyarakat, sehingga dalam tata kelolanya harus benar-benar berorientasi pada rakyat.
"Terkait dengan kebijakan pemerintah melalui Kementerian ESDM tersebut, kami harapkan agar ditinjau ulang, agar distribusi BBM bersubsidi lancar kembali dan dapat dirasakan oleh masyarakat khususnya nelayan," jelasnya.
Baca juga: Dipertanyakan Realisasi Seribu SPBU Mobile Nelayan
Diketahui, adanya kebijakan terkait perubahan formula harga yang dibuat Kementerian ESDM, sehingga perusahaan tersebut menyetop penjualan solar bersubsidi untuk nelayan di 58 SPBN yang dikelolanya di seluruh Indonesia.
Termasuk tiga stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN) yang dikelola PT AKR Corporindo di Kabupaten Kotabaru tak lagi menyalurkan BBM bersubsidi kepada nelayan di daerah setempat.
Akibatnya sejumlah nelayan di Kabupaten Kotabaru mengalami kesulitan mendapatkan solar bersubsidi dengan harga Rp5.150 per liter, sementara jika harus membeli BBM di eceran yang harganya bisa mencapai Rp7.500 hingga Rp8.000 per liter, dirasakan sangat berat bagi mereka.
Abu Ahsan (40), yang keluarga besarnya berprofesi nelayan di Desa Sarang Tiung, Kecamatan Pulau Laut Utara sangat merasakan sulitnya mendapatkan BBM bersubsidi.
Hal senada diakui Sahidin (50), salah seorang nelayan Desa Rampa Kecamatan Pulau Laut Utara, mengaku biasanya mendapat jatah 200 liter solar setiap dua minggu sekali dari SPBN yang dikelola PT AKR Corporindo di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Saijaan. “Sekarang sudah tidak dapat lagi,” katanya.
Baca juga: Legislator Kotabaru Bahas Distribusi BBM Bagi Nelayan
Kini ia harus membeli solar di eceran dengan harga Rp7.500 hingga Rp8 ribu per liter, lebih mahal dari di SPBN yang hanya RP5.150 perliter.
“Beli ke pengecer di warung-warung, tapi bisa juga tidak ada minyaknya. Ya, akhirnya tidak bisa melaut,” keluhnya seraya mengaku jika bahan bakar tidak mencukupi, ia tak bisa melaut terlalu jauh, bahkan terpaksa libur bekerja.
Dia dan ribuan nelayan lainnya berharap kesulitan bahan bakar ini segera teratasi, apalagi hasil tangkapan seperti udang harganya saat ini sedang turun karena pasokan melimpah, sedangkan biaya operasional membengkak.
Sementara Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Kotabaru, Mochran Rasyid membenarkan penghentian distribusi BBM bersubsidi oleh SPBN PT AKR terhitung mulai 18 Mei 2019. “Dampaknya nelayan kesulitan mendapatkan bahan bakar,” ujarnya.
Baca juga: Dua Dinas Kelola BBM
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019
DPRD Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan meminta agar pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral meninjau ulang kebijakan terkait perubahan harga bahan bakar minyak (BBM), sehingga distribusi BBM bersubsidi bagi nelayan di stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN) yang dikelola PT AKR Corporindo lancar.
Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Kotabaru, H Genta Kusan di Kotabaru, Senin, mengatakan, BBM merupakan komoditas penting bagi masyarakat, sehingga dalam tata kelolanya harus benar-benar berorientasi pada rakyat.
"Terkait dengan kebijakan pemerintah melalui Kementerian ESDM tersebut, kami harapkan agar ditinjau ulang, agar distribusi BBM bersubsidi lancar kembali dan dapat dirasakan oleh masyarakat khususnya nelayan," jelasnya.
Baca juga: Dipertanyakan Realisasi Seribu SPBU Mobile Nelayan
Diketahui, adanya kebijakan terkait perubahan formula harga yang dibuat Kementerian ESDM, sehingga perusahaan tersebut menyetop penjualan solar bersubsidi untuk nelayan di 58 SPBN yang dikelolanya di seluruh Indonesia.
Termasuk tiga stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN) yang dikelola PT AKR Corporindo di Kabupaten Kotabaru tak lagi menyalurkan BBM bersubsidi kepada nelayan di daerah setempat.
Akibatnya sejumlah nelayan di Kabupaten Kotabaru mengalami kesulitan mendapatkan solar bersubsidi dengan harga Rp5.150 per liter, sementara jika harus membeli BBM di eceran yang harganya bisa mencapai Rp7.500 hingga Rp8.000 per liter, dirasakan sangat berat bagi mereka.
Abu Ahsan (40), yang keluarga besarnya berprofesi nelayan di Desa Sarang Tiung, Kecamatan Pulau Laut Utara sangat merasakan sulitnya mendapatkan BBM bersubsidi.
Hal senada diakui Sahidin (50), salah seorang nelayan Desa Rampa Kecamatan Pulau Laut Utara, mengaku biasanya mendapat jatah 200 liter solar setiap dua minggu sekali dari SPBN yang dikelola PT AKR Corporindo di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Saijaan. “Sekarang sudah tidak dapat lagi,” katanya.
Baca juga: Legislator Kotabaru Bahas Distribusi BBM Bagi Nelayan
Kini ia harus membeli solar di eceran dengan harga Rp7.500 hingga Rp8 ribu per liter, lebih mahal dari di SPBN yang hanya RP5.150 perliter.
“Beli ke pengecer di warung-warung, tapi bisa juga tidak ada minyaknya. Ya, akhirnya tidak bisa melaut,” keluhnya seraya mengaku jika bahan bakar tidak mencukupi, ia tak bisa melaut terlalu jauh, bahkan terpaksa libur bekerja.
Dia dan ribuan nelayan lainnya berharap kesulitan bahan bakar ini segera teratasi, apalagi hasil tangkapan seperti udang harganya saat ini sedang turun karena pasokan melimpah, sedangkan biaya operasional membengkak.
Sementara Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Kotabaru, Mochran Rasyid membenarkan penghentian distribusi BBM bersubsidi oleh SPBN PT AKR terhitung mulai 18 Mei 2019. “Dampaknya nelayan kesulitan mendapatkan bahan bakar,” ujarnya.
Baca juga: Dua Dinas Kelola BBM
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019