Bandung (ANTARA) - Sejak diluncurkan pada 17 Januari 2019 lalu, program Bambu Juara Bambu Jawa Barat (Baju Baja) yang digagas komunitas pelestari lingkungan Hijau Lestari Indonesia (HLI) telah berhasil membina 19 desa di lima kabupaten/kota di Jawa Barat, kata Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum.
"Telah banyak produk kriya yang dihasilkan dari bahan dasar bambu ini. Desa-desa tersebut ada di Kabupaten Subang, Indramayu, Bekasi, Sukabumi, dan Kota Banjar. Tiap kelompok ada 15 perajin sehingga total ada 285 perajin yang dilatih dan dididik tentang bambu," kata Wagub Uu seusai beraudiensi dengan HLI terkait program Baju Baja di Gedung Sate Bandung, Kamis.
Dia mengatakan produk kriya yang dihasilkan seperti untuk konstruksi bangunan, furnitur, kerajinan tangan, hingga peralatan rumah tangga, seperti termos berbalut bambu, dinding bercorak bambu, kap lampu bambu, mebel, hingga bambu laminasi yang bisa digunakan untuk lantai, pelapis dinding, lemari, dan sebagainya.
"Bahkan ada beberapa produk kriya bambu ini yang sudah digunakan di hotel berbintang," kata dia.
Wagub menyatakan Pemerintah ProvinsiJawa Barat berkomitmen terus mendorong pemberdayaan ekonomi kreatif desa, tidak hanya melalui pemanfaatan bambunya saja sekaligus pelestariannya untuk konservasi.
“Di samping mereka meningkatkan ekonomi kreatif yang ada di desa-desa tapi juga menjaga lingkungannya, menjaga bambunya supaya tidak habis. Karena mereka setelah menebang bambu kemudian menanam kembali dengan teori yang sangat modern,” ujar Uu.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong program Baju Baja ini dan akan memberikan bantuan baik untuk permodalan atau peralatan yang dibutuhkan untuk perajin, katanya.
Program Baju Baja menargetkan 100 desa binaan hingga Oktober 2019.
Ketua Program Baju Baja Oki Hikmawan menuturkan, desa-desa ini akan dibina untuk membangun potensi kearifan lokal daerahnya melalui bambu.
“Mudah-mudahan mimpi kami untuk menjadikan 100 desa kreatif di Jabar Juara Lahir dan Batin ini bisa terealisasi sampai bulan Oktober,” harap Oki.
“Kemana desa itu akan kami arahkan? Adalah peningkatan kearifan lokal, pemberdayaan masyarakat desa untuk menjadikan bambu sebagai tolok ukur ekonomi kreatif di masing-masing desa,” tambahnya.
Dari 19 desa yang telah dibina, ada empat desa yang sudah diplot untuk memproduksi kriya bambu dengan produk tertentu, yaitu Desa Kalijati Timur di Subang dengan produk bambu laminasi, Desa Ciaseum Girang di Subang (produk kreasi dekor kap lampu), Desa Kujang Sari di Kota Banjar (produk peralatan dapur), dan Desa Kadudampit di Kabupaten Sukabumi (produk kreasi lampu duduk).
“Jadi, zonasinya sudah kami tempatkan, dari 19 desa ini arahan-arahannya sudah ada bagaimana agar tidak terjadi penumpukan barang atau produk,” tutur Oki.
Sementara dari sisi konservasi, Baju Baja berkomitmen juga melatih perajin untuk melakukan penanaman kembali. Ini juga penting untuk menjamin ketersediaan bahan mentah.
Untuk itu, Baju Baja sedang menyiapkan MoU dengan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat untuk program pembibitan bambu langka dan persiapan lahan untuk konservasi.
“Kami akan tetap lanjutkan dan kami tindak lanjuti bagaimana menciptakan desa kreatif di Jawa Barat tidak hanya berinovasi di pemanfaatan bambu saja tapi pengelolaan dan konservasi bambunya,” kata Oki.