Panitia Pengadaan Tanah Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan membantah dugaan adanya permainan dalam proses pembebasan tanah untuk pengembangan Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin.
"Kami menjamin tidak ada permainan dalam proses pembebasan tanah untuk pengembangan bandara dan seluruhnya sudah sesuai prosedur," ujar Ketua Panitia Pengadaan Tanah Kota Banjarbaru Syahriani, Kamis.
Sebelumnya, Ketua DPRD Kota Banjarbaru Arie Sophian menyampaikan dugaan adanya permainan sehingga proses pembebasan tanah bandara yang berlokasi di Kota Banjarbaru itu belum tuntas secara keseluruhan.
"Melihat lambatnya proses pembebasan tanah yang dilakukan sejak awal tahun, kami menduga ada permainan dibalik ganti rugi tanah yang belum seluruhnya disetujui pemilik tanah," ujar Arie Sophian, Rabu (19/9).
Ia mengatakan, indikasi adanya permainan terlihat dari sikap Panitia Pengadaan Tanah (P2T) Kota Banjarbaru yang terkesan menetapkan harga ganti rugi tanpa persetujuan seluruh pemilik tanah yang asetnya dibebaskan.
Sementara, pemilik tanah khususnya yang bermukim di Desa Tegal Arum Kelurahan Syamsudin Noor belum mau melepaskan asetnya baik tanah dan rumah karena ganti rugi yang dinilai tidak layak.
"Jadi ada kepentingan P2T yang menetapkan harga rendah, sementara pemilik tanah meminta harga yang layak, belum lagi kepemilikan tanah yang berlapis-lapis sehingga terkesan ada permainan," ungkapnya.
Menurut Syahriani yang juga menjabat Sekretaris Daerah Kota Banjarbaru itu, pihaknya sama sekali tidak punya kepentingan dalam pembebasan tanah bandara terutama terkait penetapan harga ganti rugi.
Dijelaskan, penetapan harga yang dilakukan P2T mengacu pada taksiran tim independen yang diperhitungkan sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan harga pasaran tanah di kawasan setempat.
"Kami sama sekali tidak punya kepentingan, maunya kami harga ganti rugi juga tinggi sehingga pemilik aset diuntungkan tetapi penetapan harga harus mengacu taksiran tim independen," ujarnya.
Mengenai lambatnya pembebasan tanah, ia menjelaskan, hal itu disebabkan adanya tumpang tindih kepemilikan tanah sehingga panitia bersama unsur terkait berupaya menyelesaikan permasalahan tersebut.
"Tumpang tindih kepemilikan tanah memperlambat proses pembebasan dan pembayaran tidak bisa dilakukan jika status tanah bermasalah sehingga harus diselesaikan baru bisa dibayar," katanya.
