Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Majelis hakim yang menyidangkan perkara dugaan tindak pidana korupsi alokasi bantuan Rp1,7 miliar dari APBD HST Tahun 2013 guna pembangunan gedung sekolah di bawah Yayasan At Tin Murakata berulang kali menegur mantan Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Harun Nurasid yang dinilai berbelit-belit saat menjadi saksi di persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin, Rabu.
"Anda bersaksi di bawah sumpah, jadi harap memberikan keterangan yang jujur dan jawab saja sesuai pertanyaan yang diajukan," kata Ketua Majelis Hakim Yusuf Pranowo yang memimpin sidang untuk terdakwa mantan Sekretaris Dinas Pendidikan (Kadisdik) HST Dia Udini.
Keterangan dari Harun memang sangat dibutuhkan dalam persidangan karena dia selaku saksi mahkota yang juga terseret sebagai tersangka.
Namun sikap Harun yang terlihat cukup percaya diri dan cenderung menunjukkan sikap kesal atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), membuat suasana persidangan sempat riuh.
Bahkan majelis hakim beberapa kali harus mengambil alih untuk melontarkan pertanyaan kepada Harun karena sikap saksi yang kurang kooperatif terhadap JPU.
Selain Harun, JPU juga menghadirkan saksi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Menurut salah satu JPU Novi, dari penjelasan ahli BPKP terungkap ada kerugian negara di perkara itu senilai Rp1,7 miliar.
"Kerugian mulai dari penghitungan pembangunan gedung, pengawasan hingga perencanaan," jelasnya Novi kepada wartawan usai sidang.
Terkait berkas tersangka Harun Nurasid, Novi mengaku masih melengkapinya dan kini tersangka mengajukan saksi meringankan dalam pemeriksaan alias saksi "A De Charge".
Sementara Harun sendiri mengaku dirinya dizalimi dan politik sebagai latar belakangnya.
"Yang sangat prinsip persoalan pengembalian hibah hanya berdasarkan SK Bupati, atas dasar itu BPKP mengaudit karena dianggap salah, padahal proses dan berita acara pengembalian belum diteken alias belum apa-apa sudah menghitung kerugian negara," katanya.
Kasus yang menurutnya rekayasa itupun ditegaskan Harun sebenarnya persoalan sepele, namun kasusnya "digoreng-goreng" untuk tujuan tertentu hingga dia ditetapkan sebagai tersangka.
"Kalau belanja modal otomatis masuk aset karena diaudit BPK dan tidak ada masalah, namun belakangan BPKP ikut juga apa tidak percaya dengan BPK," ujarnya.
Dia juga menegaskan jika persetujuan atas rekomendasi Kepala Dinas Pendidikan kala itu dengan catatan tindak lanjuti sesuai ketentuan.
"Kalau ada pelanggaran aturan jangan diteruskan, dan jika masih melanggar bukan urusan saya tapi kepala dinas," tandasnya.
Kepala Dinas Pendidikan HST Agung Parnowo yang juga ditetapkan sebagai tersangka diketahui telah meninggal dunia sebelum berkasnya rampung.